Part 3

2 0 0
                                    


Helferich mengerjapkan mata. Tidak butuh waktu lama untuk kedua matanya terbiasa dengan cahaya matahari yang suram. Dilihat dari posisi matahari, kurang lebih sudah mendekati tengah hari. Salju turun dengan lebat, tetapi jauh lebih tenang dibandingkan badai kemarin.

Helferich langsung tertidur semalam sesampainya dia di kamar. Pria bersurai merah itu memutuskan untuk tidak terlalu mengambil pusing apa yang terjadi sebelumnya. Mungkin saja dia berpikir terlalu jauh karena sedang lelah.

Helferich berganti pakaian lebih rapi dan keluar dari kamarnya untuk menuju ke dapur. Siapa tahu masih ada sisa sarapan untuknya. Helferich sempat khawatir dia kembali tersesat seperti kemarin, tapi ternyata dia dapat menemukan hall tengah dengan cepat. 

Setelah pagi hari, perkiraan Helferich terbukti bahwa mansion ini tidak terlalu luas. Berbentuk U dengan taman dan sebuah pavillon dan rumah kaca di tengahnya. "Sepertinya aku benar-benar lelah kemarin. Aku bisa mencapai hall secepat ini dari kamarku. Kemarin rasanya seperti 5x lipat lebih jauh." batin Helferich sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Helferich menangkap dua sosok tidak asing dari sudut matanya. Zeno dan Reinhilde duduk di dekat pintu utama untuk menghiasnya dengan daun holly. Salah satu tradisi di Nuremberg untuk menyambut perayaan di akhir tahun, karena mereka percaya daun holly  dapat mengusir ketidak beruntungan. Reinhilde terlihat duduk di kursi yang disediakan sambil menghias rangakain daun holly dengan pita dan renda. Zeno duduk di bawahnya sambil menyandarkan dagunya di paha Reinhilde. Menatap kakaknya dengan senyum hangat. Sesekali membantu Reinhilde mengambil pita atau renda dari keranjang di sampingnya.

Reinhilde mengenakan gaun rumah berwarna broken white. Gaun itu jatuh dengan lembut hingga ke ujung kakinya bagaikan salju yang turun dengan sunyi. Rambut wanita itu ditata loose braid dengan pita yang sama warnanya dengan gaun yang ia kenakan. Warna yang dia kenakan hari ini serasi dengan warna rambut Zeno.

Zeno mengenakan kemeja santainya yang berwarna putih dengan dasi cravat yang sama dengan warna iris mata Reinhilde, warna keunguan seperti batu Lapiz. Di Ansgar sudah menjadi sebuah tradisi jika seseorang akan memakai sesuatu dengan warna yang sama dengan warna mata atau warna rambut dari orang yang mereka sayangi. Kedua saudara ini pasti memiliki hubungan yang sangat baik sampai mau bertukar warna seperti ini. Bahkan warna gaun Reinhilde kemarin sama dengan warna biru dari iris mata Zeno.

 Tapi sekarang, lebih sering sepasang kekasih yang melakukan tradisi itu. Jadi, agak aneh juga melihat kedua saudara ini. Apalagi aura yang ada di sekeliling mereka akan membuat orang salah paham. "Sepertinya , bahkan jika aku tinggal di sini dalam waktu lama, aku tidak akan terbiasa dengan pemandangan ini." gumamnya. 

Reinhilde menyadari kedatangan Helferich. Helferich menunduk memberi salam. "Apakah istirahatmu nyenyak semalam?" tanya Reinhilde. "Tidak ada pagi yang lebih baik dibanding pagi ini." jawab Helferich sambil tersenyum lebar.

"Sepertinya, Anda melewatkan makan pagi. Jika Anda ke dapur sekarang, Anda bisa mendapatkan beberapa roti lapis." saran Zeno dengan senyum meskipun matanya sama sekali tidak menampakkan senyuman. Sepertinya dia tidak senang waktunya diganggu oleh tamu tak diundang. 

"Apa yang kau bicarakan?" Reinhilde dengan cepat menolak usulan Zeno sebelum Helferich sempat menjawab. "Ini sudah mendekati jam makan siang. Bagaimana kalau kita sedikit majukan waktu makan siang kita dan kita bisa makan siang bersama? Lagi pula, kemarin saya tidak sopan dan malah pergi tidur terlebih dahulu. Sebagai gantinya, saya akan mebuatkan sajian siang yang lezat. Apa ada makanan yang Anda suka?" lanjut lady itu sambil tersenyum.

"Ah tidak apa-apa. Kemarin saya juga terlalu bersemangat hingga lupa waktu. Tidak perlu repot-repot membuatkan saya hidangan khusus." jawab Helferich cepat-cepat. Dia yakin jika dia menerima tawaran lady di depannya, itu akan menjadi santapan terkahirnya. Tatapan Zeno sudah cukup membuat lubang di punggungnya saat ini.

"Baiklah. Zeno tolong temani tamu kita, aku masih harus ke dapur." Reinhilde bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah belakang tangga.

"Baik, Sir Theobald, ayo kita ke perpustakaan. Ada banyak buku menarik untuk mengisi waktu." ajak Zeno. Matanya jelas-jelas mengatakan ikuti-aku-sekarang-juga. Theobald mengikuti dibelakangnya dengan perasaan tidak nyaman. Kenapa dia harus bersama pria ini disaat suasana hatinya buruk? Sesaat sebelum mereka terlalu jauh dari Reinhilde, lady itu membalikan badan.

"Zeno! Aku akan membuatkan banyak jelly sebagai dessert. Hari ini Anne membawa buah-buahan segar." lalu Reinhilde kembali menuju ke dapur.

Sepertinya kata-kata itu ampuh menurunkan kekesalan Zeno, karena pria itu langsung mengangguk dengan penuh semangat seperti anak kecil dengan mata berbinar. Helferich pun bernapas lega.

--------------

"Apa buku-buku di sini kurang menarik?" tanya Zeno memecah keheningan di perpustakaan yang gelap. Helferich yang kepalanya terkantuk-kantuk langsung kembali fokus. "Tidak, tidak. Hanya saja memang saya kurang suka membaca. Dan suasana di sini sangat tenang, jadi tanpa sadar saya mengantuk."

Perpustakaan ada di sayap lain mansion, bersebrangan dengan sisi dimana kamar Helferich berada dan jauh dari pusat mansion. Membuat ruangan ini sepi, hanya ada gemerisik suara kayu bakar yang dilahap api. Ruangan ini berlangit-langit tinggi, dengan lilin yang minim sehingga gelap dan dingin. Ada satu jendela lebar di tengah ruangan, tapi karena di luar suasana mendung, jadi tidak terlalu banyak membantu.

"Bagaimana kalau kita berbicara sesuatu yang menarik." ujar Zeno menutup bukunya dan menyadarkan punggung di jendela. Tangannya terlipat di dada. Helferich dapat melihat otot yang mucul dari lengannya yang tertutup kemeja.

"Jadi apa yang ditemukan oleh tuan penyelidik imperium setelah menyelidiki mansion ini kemarin?" tanyanya dengan nada dingin. 

Helferich terkejut. Bagaimana Zeno tahu dia penyelidik imperium? Selama ini, tidak ada yang bisa menebak identitasnya. Karena identitas asli penyelidik imperium adalah rahasia yang hanya diketahui oleh keluarga kekaisaran. Bahkan jika seorang penyelidik mati saat bertugas, tidak akan ada yang mengakui mereka dengan identitas asli.

Ekspresi Zeno tersembunyi di bayangan karena dia membelakangi jendela, tapi Helferich bisa melihat tatapannya yang berbahaya. Tidak seperti tatapan kesal saat Reinhilde mengatakan dia mau membuatkan Helferich masakan, tapi tatapan penuh selidik dan mengancam. Ruangan itu menjadi lebih dingin seketika.

Apa orang di hadapannya ini hanya asal menebak? Tapi dari cara dia berbicara, sepertinya dia ada dasar untuk menanyakan itu. Helferich harus tetap tenang.

"Maaf, saya tidak mengerti maksud Anda. Kemarin malam saya sedikti tersesat, tapi Tuan Ed segera membantu saya. Anda bisa menanyakan ke Tuan Ed jika saya tidak mengambil satu barang pun." kilah Helferich.

Zeno berjalan mendekat ke arah Helferich. Suara langkah kakinya bergema di ruangan yang sunyi itu.

"Bermain sulit, huh? Sebaiknya Anda tidak membuat saya mengulang pertanyaan saya lagi" Zeno mendekat ke meja di dekat helferich dan menaruh buku yang dia pegang dengan suara berdebam keras.

"Apa yang Anda lakukan kemarin malam?" Zeno bertanya dengan nada menekan. Menatap dalam-dalam mata Helferich.

Helferich tidak bisa menghindar lagi. Dia tahu tatapan itu. Tatapan yang siap membunuh jika Helferich salah menjawab. Helferich harus mematahkan kecurigaan itu tanpa mengungkapkan siapa dia

"Tidak, saya tidak melakukan apa pun. Saya berani bersumpah atas nyawa saya bahwa saya tidak mencuri, melihat, ataupun mendengar apa pun semalam." Helferich menatap lurus Zeno. Pria itu menilai Helferich sejenak.

"Baiklah, saya percaya padamu." jawab Zeno lalu mengambil setangkai bunga merah dari pot di atas meja dan tanpa ragu meremas bunga itu hingga hancur.

"Tapi kuperingatkan, jangan sampai kau berbuat lebih jauh di mansion ini. Apalagi jika sampai kakakku tahu siapa dirimu sebenarnya. Aku tidak ingin membuat kakakku khawatir. Jika kakakku sampai khawatir karena keberadaanmu, saat itu juga aku akan membunuhmu." katanya dengan nada mengancam, membiarkan kelopak bunga terlepas satu persatu-satu dari genggamannya.



You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 05, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Spring That Never CameWhere stories live. Discover now