Part 1

6 1 0
                                    

Musim dingin di daerah perbatasan memang selalu ganas. Badai salju berhembus kencang sejak kemarin dan belum ada tanda akan reda. Suara angin terdengar seperti rintihan seseorang. Salju menyapu semua yang menghalanginya tanpa terkecuali. Seorang pemuda berjalan susah payah melawan hembusan angin kencang. Dia merapatkan mantelnya agar udara dingin tidak terlalu menerkamnya. Dihamparan padang penuh salju, rambut merahnya terlihat mencolok. Pemuda itu akhirnya bisa sedikit bernapas lega ketika menemukan sebuah pohon besar untuk berlindung.

"Dasar Siegward sialan! Apa yang ada di pikirannya menyuruhku bertugas di musim seperti ini!" erangnya. Dia membayangkan musim dingin di ibu kota kerajaan yang pasti sedang meriah saat ini. Akhir tahun selalu menjadi moment yang ditunggu seluruh Kerajaan Nuremberg. Saat ini pasti jalanan ibu kota dipenuhi lampu-lampu hias dan suasana festival sangat terasa. Kontras sekali dengan keadaan di sekeliling Helferich saat ini.

"Siegward! Tunggu sampai aku tiba di istana, aku akan..." Helfereich berhenti mengomel menyadari tidak ada gunanya mengeluh saat ini. Dia harus menyimpan energinya untuk mencari tempat berteduh di tengah badai.

Helfereich mendengus kesal lalu kembali berjalan menembus hutan. Setelah berjalan beberapa saat, pemuda itu menemukan sebuah jalan setapak. "Jalan setapak? Berarti dekat sini ada desa?" Seketika semangat kembali muncul di dirinya. Dengan cepat dia menelusuri jalan setapak itu. Dan benar saja, dia melihat cahaya hangat diantara pemandangan yang putih.

Tanpa pikir panjang Helfereich langsung berlari mendekat kearah cahaya itu. Semakin mendekat dia dapat melihat sebuah herrenhaus (mansion) cukup luas yang berdiri kokoh. Seperti di buku dongeng. Itulah hal yang pertama kali terlintas di benak Helferich. Mansion bergaya gothic dengan warna dominan putih dan biru gelap sebagai atapnya itu memang terlihat seperti sebuah rumah di fairy tale. Jendela-jendela yang berpendar hangat serta fairy lamp yang menghiasi pintu dan taman mansion itu membuat mansion itu tampak terang meskipun di malam hari. Bahkan tamanya pun masih dipenuhi dengan bunga-bunga musim dingin.  Suara alunan piano lembut terdengar dari dalamnya. Seakan ganasnya badai tidak ada apa-apanya bagi mansion ini.

Helfereich melihat sekeliling. Di mansion sebesar itu tidak ada satu orang pun yang menjaga gerbangnya. Dengan ragu, Helfereich membuka gerbang. Dalam hati dia berdoa semoga pemilik rumah bukan orang yang galak. Dia tahu dia akan mendapat masalah karena masuk ke rumah orang tanpa ijin, tapi dia akan membeku kedinginan di luar jika harus menunggu lebih lama.

Pemuda itu mengetuk pintu utama beberapa kali. Tidak perlu waktu lama, seorang lelaki tua membuka pintu itu. Helfereich menebak pria itu adalah kepala pelayan mansion ini.

"Selamat malam, saya seorang pemusik keliling. Nama saya Theobald, apakah saya boleh menumpang sebentar saja di rumah ini? Saya terjebak badai salju dan tidak sengaja menemukan rumah ini." Helfereich tidak tahu seperti apa tuan rumah dari mansion ini, untuk amannya dia menggunakan nama samaran.

Pria tua itu tampak ragu. Helfereich dapat melihat beberapa kali dia melirik ke arah luar lalu kembali mengamati Helfereich. "Maaf, tuan rumah tidak menerima tamu siapa pun saat ini. Jika kau berjalan 1 jam lagi, kau akan menemukan desa. Kau bisa menginap di sana"

1 jam! Kaki Helfereich sudah nyaris copot karena berjalan jauh sejak kemarin. "Ayolah tuan, aku sudah berjalan jauh sejak kemarin. Kumohon ijinkan aku menginap. Aku tidak akan meminta berlebihan, asal aku bisa berteduh sebentar saja." rengek Helfereich. Ekspresi pria tua itu bercampur aduk antara iba dan khawatir.

"Ed, ada apa?" suara seorang wanita menghentikan rengekan Helfereich. Pria tua bernama Ed langsung membungkuk hormat. Helfereich menjulurkan lehernya untuk melihat kedalam mansion. Seorang wanita muda dan seorang pemuda seumuran dirinya berjalan menuruni grand stairs. Dibandingkan dengan interior yang megah, Helfereich lebih kagum dengan kedua sosok itu. Wanita itu tampak seperti peri. Perawakannya mungil dan anggun. Gaun birunya menyapu lembut setiap anak tangga yang ia turuni. Kulitnya seputih salju kontras dengan warna rambutnya yang  hitam dengan sedikit rona kebiruan seperti langit malam. 

Disampingnya seorang pemuda memeluk bahu wanita itu. Pemuda itu juga bagaikan pangeran di buku dongeng. Wajah yang tegas, proporsi tubuh sempurna, rambut blonde yang memantulkan ratusan cahaya lilin di foyer . Meskipun Helfreich juga seorang pria, tapi dia mengakui bahwa pria dihadapannya itu sangat tampan (yah meskipun tidak setampan aku, batin Helfereich).

"Maafkan saya, nona dan tuan. Seorang pemusik keliling ingin menumpang tinggal di rumah ini karena di luar sedang badai salju. Saya akan..." jelas Ed sambil menunduk kearah 2 orang tersebut

"Tidak apa, biarkan dia masuk." sela wanita itu

"Maaf?" Ed terkejut mendengar ucapan lady yang ia layani sampai sampai dia langsung mengangkat kepalanya. Baru kali ini wanita itu mengijinkan seorang asing tinggal di mansion ini. Ed melirik ke arah pemuda itu meminta persetujuan. Pemuda itu hanya mengangguk tanda setuju. Ed berdeham.

" Baiklah silahkan masuk." Ed membuka pintu lebar-lebar dan mempersilakan Helfereich masuk. Pemuda itu cepat-cepat masuk dan membungkuk hormat pada tuan rumah.

"Terima kasih banyak tuan dan nona. Saya Theobald, pemusik keliling. Saya tidak akan melupakan kebaikan Anda." 

"Selamat datang di kediaman Landriche. Semoga Anda nyaman selama tingal di sini. Saya  Zeno Landriche dan ini kakak saya, Lady Reinhilde Landriche. Jika perlu sesuatu, jangan sungkan untuk memberitahu Edric." jelas Zeno sambil menunjuk Ed dan tersenyum ramah. 

Helfereich rasanya ingin melompat kegirangan. Dia benar benar beruntung menemukan mansion ini. Mansion yang cantik dan tuan rumah yang baik. Jika aroma lezat  yang sampai ke penciuman Helferiech sesuai dengan rasanya, maka hidangannya pun pasti enak. Benar benar sempurna.

"Terima kasih banyak tuan."

"Kau boleh tinggal sampai badai reda. Mungkin beberapa hari kedepan karena daerah ini memang cukup sering mengalami badai. Ed, bawa tuan ini ke kamar agar dia bisa membersihkan diri. Jika sudah, bawa dia ke ruang makan untuk makan malam bersama kami." perintah Lady Reinhilde.

"Mari ikuti saya." 

Helferich mengikuti Edric dengan semangat . 

"Kak, ini tidak seperti dirimu biasanya. Kenapa mengijinkannya masuk?"

"Tidak apa, aku hanya tidak tega saja melihat orang itu." ujar Rein sambil berjalan kembali ke arah ruang makan. Rein tersenyum memikirkan apa yang terjadi setelah ini..

The Spring That Never CameOù les histoires vivent. Découvrez maintenant