{Cinta Selamanya}

126 12 7
                                    

01/07/22

~o0o~

Sosok kecil itu berdiri menatap bingkai besar yang memuat foto tiga figur pria di dalamnya. Ketiganya tersenyum cerah, nampak seperti keluarga bahagia yang banyak orang idamkan.

Ya memang begitulah nyatanya.

Tiba-tiba seseorang merengkuh tubuhnya dari belakang. Gun menengadahkan kepalanya, kedua mata sebening kelereng itu menatap teduh sang suami.

"Kenapa bangun? Ada apa hm?" Gun mendaratkan satu kecupan hangat untuk Off.

"Aku mimpi buruk lagi..." gumamnya pelan. Gun melepas diri dari pelukan Off dan berdiri tepat di hadapan pria itu.

Ia menatap sang suami dengan raut wajah sedih, kedua tangannya terulur menangkup wajah pria berumur setengah abad itu dengan hangat. Namun bukan ketenangan yang Off dapat dari sentuhan Gun, melainkan rasa sesak didada yang selama ini telah tertimbun jauh di dalam lubuk hatinya.

Air matanya jatuh begitu saja membasahi pipinya yang sudah mulai berkerut, Off tahu itu namun ia seperti tidak memiliki niatan untuk menghapusnya segera, sebab ia tahu tangan Gun akan dengan senang hati menghapuskan cairan bening yang mengalir dari pelupuk matanya.

"Sudah jangan di pikirkan lagi. Kamu harus berfokus di saat ini saja, semua itu hanya masa lalu. Lihat! Aku disini, Mix pun disini... Kita akan selalu seperti ini--," Gun menatapnya teduh.

"Ayo kita ke atas, Mix dan Earth tidak akan bangun jika bukan kita yang membangunkannya..." Off mengangguk tersenyum dan sebelum mereka berlalu ia sempatkan memberikan kecupan hangat dibibir merekah milik Gun.

Off dan Gun berjalan beriringan menuju kamar putra mereka.

Keduanya tersenyum hangat ketika mendapati putra tunggal mereka sudah terlihat rapi. Disana tidak hanya ada mereka bertiga saja, namun ada Earth, menantu mereka juga.

"Kalian sudah siap?"

"Sudah Papii." ucap Mix dengan antusias.

Pagi ini Off berencana mengajak ketiganya pergi jalan-jalan di taman yang berjarak beberapa meter dari kediamannya. Ia merasa jenuh jika hanya tinggal di dalam rumah.

Dinginnya udara pagi menyapa ketika mereka mulai melangkah keluar dari pintu besar rumah itu. Entahlah mereka tidak tahu akan pergi kemana.

Matahari masih menyembul malu-malu dari balik bukit, dingin masih begitu mendominasi. Namun walaupun begitu, sudah ada banyak manusia yang bersiap memulai hari-harinya.

"Apa kamu kedinginan?" tanya Earth pada Mix. Ia melepaskan coat yang dikenakannya lalu membungkus tubuh Mix yang terlihat sedikit menggigil kedinginan.

"Tidak salah lagi Papii memilih menantu." ucapnya. Sementara Gun yang ada di sampingnya hanya tersenyum seraya menggelengkan kepalanya pelan.

Padahal dulu Off selalu bersusah payah menjauhkan Mix dari Earth dengan dalih jika Earth terlihat seperti remaja berandal yang tidak tahu tata krama. Tapi jika di ingat-ingat kembali, dulu Off bahkan lebih urak-urakan dari Earth.

"Hm... Kira-kira siapa ya yang dulu mengataiku sebagai anak berandalan yang tidak tahu tata krama?"

"Kamu tidak sedang menyindir Papii, kan?" tanyanya dengan tatapan sinisnya. Gun dan Mix tertawa kecil melihat interaksi ayah dan menantu yang tidak pernah akur itu.

"Damlah, orang-orang mulai melihat ke arah kita."

"Jangan pedulikan mereka, sayang. Biarkan saja mereka merasa iri sendiri melihat cinta kita." Off menaik turunkan kedua alisnya, mencoba menggoda pria di sampingnya.

Sementara Gun hanya mampu menggelengkan kepala jengah. Ternyata Off masih tetap sama seperti dulu saat dirinya mulai mendekati Gun.

Rasa letih mulai melanda, matahari pun sudah tidak bersembunyi lagi. Mereka memutuskan duduk di pinggir terotoar untuk sekedar beristirahat.

"Kalian tunggu disini sebentar, Papii akan membeli air di sana." ucap Off seraya menunjuk sebuah kedai yang ada di seberang jalan.

"Tapi--"

"Apa kalian ingin sesuatu?" tanya Off pada Earth dan Mix yang dengan segera menyela perkataan Gun. Gun menghela nafas sementara kedua pria di sampingnya menggeleng pada Off.

"Baiklah kalau begitu kalian tunggu Papii disini ya." ketiganya kompak mengangguk.

Off berjalan menyeberangi jalan menuju penjual minuman di seberang sana.

"Pak saya beli air mineralnya satu."

"Oh iya pak. Ngomong-ngomong suami dan anaknya tidak sekalian di belikan juga?" tanya sang penjual. Off kemudian menggeleng.

"Tidak pak, mereka tidak haus." ucap Off tersenyum.

Penjual itu melirik ke arah seberang sana. Ia seketika tertegun ditempat.

"Hmm... Pak i-itu istri dan anaknya--"

"Berapa pak?" seolah tidak ingin mendengarkan penjual tersebut Off dengan cepat ia menyela ucapannya. Sementara sang penjual menghela napas pelan lalu mengatakan nominal belanjaan Off.

Tanpa berlama-lama lagi, Off kembali menggerakkan tungkainya menyebrang jalan. Ia dengan senyum yang terpatri di bibirnya bergerak membelah jalanan kota tanpa menyadari jika dari arah kirinya sebuah truk bermuatan tiang listrik melaju dengan kecepatan cukup kencang.

Sepersekian detik selanjutnya adahal akhir hidup Off. Semuanya terjadi begitu cepat. Gun mematung ditempatnya.

Air mata dengan begitu cepat meluncur turun membasahi wajahnya, kaki dan seluruh tubuhnya melemas, rasa sakit yang hebat menghantam seluruh dirinya ketika tepat di depan matanya Gun melihat tubuh Off yang hancur akibat truk itu.

Darah muncrat kemana-mana membasahi jalanan kota di pagi itu.

Ditengah rasa hancur itu, ada sebuah tangan yang tiba-tiba menyentuh bahunya. Namun Gun sama sekali tidak menggubrisnya.

Ia hanya mampu berdiri disana dengan pandangan kosong yang terus tertuju pada kerumunan orang-orang di sekitar tubuh yang telah hancur itu.

"Aku pernah bilang jika aku tidak suka melihatmu menangis, bukan?" mata Gun terbelalak, ia dengan cepat menolehkan kepalanya. Off ada di sampingnya, tersenyum lembut padanya.

"Bodoh! Kau membuatku ketakutan!" Gun meneriaki Off dan langsung memeluk tubuh tinggi itu dengan erat. Ia menangis, meraung-raung dalam dada Off.

"Apa kamu lupa? Lima tahun yang lalu kamu juga sempat memupuk rasa takut pada diriku, bahkan dalam lima tahun itu rasa takut itu tumbuh menjadi mimpi buruk yang selalu datang menghantuiku setiap malam." tangan Off mengusap pelan punggung sempit Gun.

"Jadi ini acara balas dendam mu padaku, eoh?" marahnya seraya terus menangis. Gun memukul-mukul punggung lebar pria jangkung itu, namun sang pemilik punggung hanya tersenyum lembut.

"Tidak, sayang... Aku tidak pernah berpikir untuk menaruh dendam apapun padamu, tidak sama sekali! Bahkan aku pun tidak tahu jika aku akan mati hari ini..."

"Maaf... Maaf karena aku kamu menangis." Off mengecup pucuk kepala Gun, mengusap setiap lelehan air mata yang membanjiri wajahnya. Gun melepas pelukannya lalu menggeleng pelan. Ditengah-tengah isak tangisnya, seulas senyum tipis ia sunggingkan kepada Off.

"Jangan berucap maaf, kamu tidak salah... Tadi aku hanya merasa shock saat melihatmu tertabrak..."

Satu helaan napas keluar dari bibirnya.

"Ayo pulang, sudah cukup jalan-jalan kita hari ini." dua pria yang sedari tadi bungkam itu hanya mengangguk, keduanya sama terkejut namun di samping itu mereka merasa bersyukur karena masih bisa untuk tetap bersama.

Off melirik kearah seorang pria yang sedang memperhatikan mereka dengan tatapan yang sangat sulit untuk diartikan.

Ia kemudian tersenyum kepada pria itu sebelum berlalu.

Keempat tubuh tanpa bayangan itu berjalan pelan menjauhi tempat dimana raga Off yang telah hancur itu berceceran.

----------
'Hidupku telah usai mari kita tebarkan cinta dalam keabadian...'
----------


~o0o~

OffGun Love StoryDove le storie prendono vita. Scoprilo ora