20

1.7K 424 16
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ara dan Barat sudah complete on ebook dan karyakarsa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ara dan Barat sudah complete on ebook dan karyakarsa.
Happy reading semuanya.



"Astaga, Barat salah kira ternyata, dia bilang Calisnya perempuan paling acuh ternyata calon istri pencemburu berat."

Pria di hadapanku ini tertawa keras, aku tidak tahu dari mana dia tahu jika Mas Barat dan aku akan menikah tapi sungguh aku tidak suka menanggapi kekesalanku ini layaknya sebuah lelucon.

Aku biarkan saja pria ini tertawa sepuas hatinya tanpa bergeming sekali, kecemburuan yang nyaris mencekikku seolah hiburan yang sangat lucu untuknya yang kesulitan untuk menghentikan tawanya sekalipun orang normal pasti akan lari terbirit-birit mendapati tatapanku yang mematikan.

"Lucu sekali ya Pak sampai nggak bisa berhenti tertawa." Ucapku sarkas.

Tahu jika aku tersinggung dengan apa yang dia lakukan pria sok akrab ini berusaha menghentikan tawanya walau terlihat begitu sulit untuknya hingga semburan tawanya yang tertahan seperti dengusan kerbau.

"Maaf kalau saya menyinggung Anda, Mbak. Tapi melihat kecemburuan Anda barusan membuat saya ingat bagaimana galaunya Barat beberapa waktu ini saat bercerita betapa acuhnya perempuan yang dia lamar."

Kembali pria yang ingin sekali aku lempar dengan totebag-ku ini tertawa geli sebelum kembali lanjut bercerita tanpa aku minta.

"Semenjak setahun yang lalu waktu Barat mulai berdinas di sini banyak perempuan yang mendekatinya, nggak sedikit yang nyodorin adik apa saudara perempuan mereka ke Barat tapi di tolak Barat dengan halus karena katanya dia nunggu seorang yang dia titipkan pada Tuhan, tapi saat akhirnya dia ada kesempatan buat lamar yang dia titipkan ke Tuhan, curhatannya berubah menjadi dia yang dia acuhkan sama Calisnya."

Kekesalanku pada pria sok tahu di sampingku ini berubah menjadi rasa tersekat mendengar bagaimana dia bercerita, entah apa kedekatannya dengan Mas Barat namun nampak jelas jika dia mengenal Mas Barat di bandingkan dengan orang lain sampai dia di percaya Mas Barat menjadi tempat ceritanya.

Senyum jenaka terlihat di wajah pria di sampingku sangat berbanding terbalik dengan raut wajahnya yang sarat ketegasan seorang pemimpin. Dia nyaris sama seperti Mas Barat, nampak dingin di luar namun begitu hangat dan akrab saat membuka suara.

"Saya tidak tahu bagaimana kisah cinta kalian sebenarnya. Bukan kapasitas saya juga mencampuri urusan kalian. Tapi saat mendapati kamu menghentak marah menyebut nama Barat saya merasa ada kewajiban untuk meluruskan semua pemikiran buruk di kepala kamu sekarang ini."

Rasa malu karena sudah kehilangan kendali di area Mas Barat melingkupiku, membuat pipiku terasa panas dan memerah.

"Benar kamu Sahara Syahab, kan?" Tanyanya memastikan yang aku balas dengan anggukan, senyuman mengembang di wajahnya mendapati jawabanku. "Aahhh sudah bisa aku tebak jika memang kamu, baik foto maupun aslinya memang nggak berbeda jauh. Pantas saja Barat menolak semua perempuan itu demi dirimu. Kamu tahu Mbak, calon suamimu itu termasuk pria lajang favorit di Batalyon ini, ck sayang sekali, sejak kali pertama dia mau terbuka denganku yang ada di kepalanya hanya namamu. Sampai bosan aku dengerin curhatannya."

Aku masih terdiam, kekesalanku pada pria di sebelahku ini sudah menguap sepenuhnya, malah aku ingin mendengar lebih banyak tentang Mas Barat dari sosok di sebelahku ini. Entah apa hubungannya dengan Mas Barat aku akan menanyakannya nanti.

"Sebenarnya sebelum saya menertawakan Anda Mbak, saya sudah lebih dahulu menertawakan Barat. Bagi saya mencintai seorang wanita selama bertahun-tahun itu hal yang konyol, apalagi tidak ada komunikasi di antara kalian menurut Barat, di tambah dengan fakta ternyata takdir membawa kakaknya Barat ke dalam hubungan kalian."

Aarrgghhhh, kenapa di sini hanya aku sih yang nggak tahu kalau Mas Barat itu seorang dari masalaluku? Bahkan pria sok tau ini saja tahu.

"Saya pernah bilang ke Barat, cinta sama perempuan yang mungkin saja nggak ingat siapa kita, bahkan udah mau nikah sama kakaknya sendiri itu hal yang sia-sia, saya minta dia buat menyerah, tapi kamu tahu apa jawabannya, Mbak?"

Aku menggeleng pelan, aku pun penasaran apa yang membuat Mas Barat sekukuh ini mengejarku setelah bertahun-tahun dia sama sekali tidak ada menghubungiku.

"Barat bilang, sebelum janur kuning melengkung dia masih ada kesempatan buat miliki cinta yang dia miliki. Dia nitipin kamu ke Tuhan sementara dia sedang memantaskan dirinya untuk kembali memintamu dari keluargamu, menurut Barat Tuhan nggak akan ngekhianatin dia. Dan luar biasanya doa yang di yakini Barat benar terjadi, nggak ada angin nggak ada hujan Kakaknya si Barat datang nemuin dia dan mendadak ngilang gitu saja."

Aku tercengang, rasanya sulit untuk aku percayai semua yang baru saja aku dengarkan. Jika ada orang yang mencintai dan mengejar secara langsung maka cara Mas Barat memperjuangkan dan memelihara cintanya mungkin hanya 1000 banding 1 orang yang memilih cara tersebut.

"Jadi Mbak Sahara." Sebuah tepukan pelan dari pria di sebelahku pada pahanya membuatku sontak menoleh kepadanya. "Tolong jangan berpikiran yang macam-macam tentang calon suamimu, dia mencintaimu dan memilihmu walau banyak perempuan yang datang mendekat. Adiknya Danki yang deketin Barat sekarang hanya akan berakhir di barisan patah hati calon suamimu. Percaya sama saya."

Aku tidak tahu bagaimana harus menghadapi semua yang baru saja aku dengar. Untuk beberapa tanya tentang kesungguhan Mas Barat yang mencintaiku memang sudah terjawab dari kisah yang di perdengarkan barusan, tapi apa yang baru aku dengar juga memancing tanya lainnya.

"Kalau lamaran hari itu nggak batal, apa Mas Barat tetap diam saja? Apa dia nggak mau merjuangin perasaan yang lama dia simpan?" Lama aku terdiam hanya menjadi pendengar dan kini aku tidak bisa menahan rasa penasaran yang menumpuk dan membuat kepalaku pusing. "Kenapa dia nggak datang gitu saja di hadapanku dan bilang kalau dia kembali. Aku jadi ngerasa kayak orang jahat yang berhubungan sama Kakak Adik dan salah satunya di paksa mengalah."

Pria di sebelahku menatapku tajam, tatapan hangat dan ramahnya menghilang menguap seolah tidak pernah ada. "Mana mungkin Barat muncul di hadapanmu saat kamu sudah berbahagia dengan Kakaknya, Mbak Ara. Aku juga tidak menyalahkanmu, wanita manapun pasti juga akan membuka hati saat orang yang kita tunggu tidak kunjung datang dan memberikan kabar. Tapi bagaimana lagi, itu cara Barat dalam berjuang walau aku juga nggak sependapat."

Kepalaku serasa akan pecah, konyol sekali rasanya pemikiran Mas Barat, bisa-bisanya dia tepat ada di depan mataku selama setahun ini dan dia diam saja mendapati aku bersama dengan Kakaknya.

Huuuhhh, alih-alih menyebutnya berjiwa besar dengan dalih dia melakukan hal ini agar aku merasa bahagia, aku justru menganggapnya pengecut. Mas Barat terlalu pasrah dengan takdir, andaikan Mas Tara nggak pergi minggat ninggalin gitu saja mungkin dia tetap menjadi penonton di luar sana dan mengejutkanku saat mendapati iparku adalah seorang yang menghuni hatiku.

"Daripada overthinking nggak jelas lebih baik tanyakan saja langsung pada orangnya, tuh dia...."

Bukan PenggantiWhere stories live. Discover now