#31

110 20 23
                                    

"mbak, mas Dika kapan katanya kesininya?"

Pertanyaan Sadewa yang ada di ranjangnya membuat Raysa yang baru saja masuk ke ruangan itu mengaluhkan atensinya pada adiknya itu.

"hah? mbak malah gatau kalo Dika mau kesini..." kata Raysa yang kini berjalan masuk sambil menenteng kantong plastik berisi makanan. Dia baru saja dari kantin rumah sakit untuk membeli amunisi untuk menjaga adiknya siang ini.

Sadewa pulih cepat, ini adalah hari ketiganya pasca operasi, dia sudah terlihat segar walaupun masih harus menginap di rumah sakit. Motivasinya sejak awal adalah segera sembuh dan segera berlarian. Padahal jangka waktu pemulihan itu waktunya tidak sesingkat yang dibayangkannya.

Operasi jantung adalah operasi besar. Dokter Kuncoro berkali-kali mengatakan cara perawatan yang benar agar sadewa cepat pulih dan juga mencegah terjadinya komplikasi yang mungkin akan terjadi.

Masa pemulihannya akan berlangsung selama 6-8 minggu, namun itu tergantung pada pasien karena pasti mengalami keadaan yang berbeda. Hampir seriap hari dokter Kuncoro memeriksanya, dan setiap hari juga dia akan mengatakan apa yang boleh dan tidak boleh untuk Sadewa, sampai Sadewa sendiri jengah dan berkata :

"dokter ngomelnya belum beres? Ini udah diulang berapa kali, Dewa tau loh..."

"beneran kakak tanyain deh ke mas Dika, mau kesini kapan gitu..."

"iya dewa sabar ih, mbak baru duduk..."

Raysa menggeleng melihat ketidak sabaran adiknya itu, sungguh, ternyata Sadewa sebawel itu jika mode manja. Namun tetap, Raysa tidak bisa marah karena hal sepele itu, adiknya terlalu menggemaskan untuk dimarahi.

"halo..."

Belum saja Raysa membuka kunci ponselnya, orang yang dicari mereka sudah membuka pintu dan berjalan menuju keduanya.

"mas Dika..." pekik Sadewa senang diatas ranjangnya. Dan Nandika dengan senangnya langsung menghambur ke pelukan adiknya yang melebarkan tangannya itu.

"ets... jangan... ntar kena lukanya..."

Belum Nandika sampai ke pelukan Sadewa, Raysa menghalanginya. Ini baru hari ketiga, lukanya belum benar-benar kering. Takut jika terjadi sesuatu pada adiknya.

"mbak kalo keseringan bahas lukanya, luka dewa jadi mati rasa tau..." kata Sadewa yang kini memamerkan wajah kesalnya. Nandika juga, namun dia langsung mengubah wajahnya setelah melihat wajah lucu Sadewa yang ceritanya ngambek.

Luka sayatan operasi itu memang kadang membingungkan Sadewa. Kadang rasanya sakit, kadang rasanya gatal, kadang terasa seperti keram dan kesemutan, dan bahkan mati rasa. Sadewa kadang lelah sendiri dengan lukanya itu. namun itu sangat wajar, bahkan jika luka jahitannya itu nanti akan timbul-timbul, itu juga wajar, asal dikonsultasikan ke dokter.

"Dika aja cariin terus, gue yang udah jelas-jelas ada disini ga ditanyain..."

Nandika yang sedang membuka apa yang dibekalnya menoleh ke arah pintu masuk. Ada Azka yang berjalan masuk membawa kantong plastik bening yang berisi kotak makan sekali pakai. Sepertinya Azka membeli itu dari minimarket dekat rumah sakit.

"mas Azka gausah Dewa cariin udah jagain Dewa siang malem kan..." kata Sadewa yang melihat ke arah Azka dengan raut wajah cerianya. Hah, Azka bisa saja langsung luluh dan menyesal jika tadi nada suaranya tidak terlalu bersahabat.

"Dewa bener juga... ni kakakmu lagi cemburu nih kalo kamu ga peka tuh..." kata Raysa yang menggoda Azka yang kini berdiri dengan wajah masamnya.

"hihhh... apaan lo ah..." kata Azka yang meledak. Yang membuat semua orang di sekitarnya tertawa.

|1| My Precious Brother  •  Sunghoon ParkWhere stories live. Discover now