#34

104 16 13
                                    

"apa? Ilang dalam pandangan lo? Kok bisa sih?"

Raysa mengerutkan dahinya, tidak senang mendengarkan pernyataan dari orang yang berada di seberangnya.

"hooh, ngilang gitu aja, gue tadi meleng dikit, salah belok kali gue ni... mana bisa gue ke perumahan belok bener tapi gak nemu..."

"apa? Perumahan?"

Tangan Azka mengepal mendengarkan perkataan itu, bisa-bisanya Angga kehilangan jejak papanya. Karena di loudspeaker, semua yang ada di ruangan itu mendengarkannya. Termasuk Andrea yang menyempatkan untuk bergabung di waktu istirahat kantornya yang sangat sedikit.

"hooh, perumahan apa ni namanya, gue udah kirim fotonya di grup..."

Raysa langsung membuka gambar yang dikirim oleh Angga. Perumahan ini? bukannya perumahan...

"perumahan ini tempatnya si Nandika tinggal kan?" tanya Raysa pada Azka yang sering kesana untuk beberapa alasan pada waktu sekolah. Raysa juga kadang kesana, namun Raysa tidak bisa mengingat tempat jika hanya sekali dua kali kesana.

"hooh, fix. Ini papa mesti ke rumahnya Nandika... lo ke rumahnya Nandika coba sekarang, lo tau kan?" tanya Azka dengan menggebu, dia ingin semuanya cepat berakhir, agar dirinya dan semuanya tidak lagi merasakan ketakutan dan khawatir lagi.

"hooh... ok gue kesana sekarang..."

"hati-hati lo! Awas ketauan..."

"iye bestie santuy..."

Angga memutuskan telfonnya, dan mungkin meneruskan perjalanannya menuju ke rumah Nandika yang memang dicurigai sejak awal jika pasti Frans menuju kesana dan mengurung Nandika disana. Namun dugaan itu cukup lemah jika dikatakan sekarang, secara, tidak ada bukti kuat jika itu terjadi.

Mereka hari ini emang sangat niat merencanakan pertemuan ini. Ini hari kedua dimana mereka mengikuti segala kegiatan Frans. Namun hari kemarin tidak membuahkan hasil, karena Andea memberikan informasi jika hari kemarin jadwal meeting papanya itu penuh.

Namun berbeda dengan hari ini, sangat lengang. Bahkan Andrea kini bisa mengunjungi dan memonitor langsung bagaimana rencananya berjalan. Bahkan kini Andrea terlihat seperti kakak mereka yang menjaga adik-adiknya di café milik kakak Devan itu.

"mas Andre pesen makan sana, kan sekalian istirahat tadi bilangnya kan?" kata Raysa yang memberikan daftar menu di café itu. Tidak ada makanan berat, namun setidaknya bisa mengganjal perutnya. Agar dia tidak berbohong sepenuhnya untuk makan siang.

"Dev, lo ntar total ya berapa kita buat hari ini, sama yang kemaren. Gue lupa bayar..." kata Azka yang baru saja menyimpan gelas kopinya.

"santuy, punya kakak gue ini..."

"lo yang bilangnya enak-enak aja, gue yang nunggak yang berat..." kata Azka yang kini menoyor kepala Devan.

"gue serius nih ya, kalo sampe bener ketakutan gue kejadian, gimana?" tanya Raysa yang memainkan jari tangannya. Dia sangat takut, makanya dia tidak bisa tenang begitu saja.

"non ga lupa kan, kita bakalan manggil polisi dan ambulance pas hari eksekusi..."

Andrea menjawab pertanyaan Raysa sambil menyimpan ponselnya karena baru mengecek jam berapa sekarang, dia takut jika waktu istirahatnya habis dan terlambat ke kantor. Jaraknya memang tidak jauh, namun tetap saja tidak enak jika terlambat.

"iya sih... cuman..." kata Raysa yang masih tetap gelisah. Raysa benar-benar memikirkan kemungkinan terburuk daripada yang terbaik.

"gue tau lo gabisa kalau ga khawatir..." kata Devan yang berada di dekat perempuan itu kini merangkulnya.

|1| My Precious Brother  •  Sunghoon ParkNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ