15. Let's try

162 44 7
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



.


"R-ryujin."

"Iya??"

Renjun mengulum bibirnya, bingung ingin mengatakan apa. Dia masih tak percaya sang adik mau mengantarnya hari ini, untuk pertama kalinya. Rasanya aneh, tapi ia sangat senang. Sudah lama Renjun menantikan momen ini dan nyaris menyerah berharap karena sikap Ryujin yang kelewat dingin. Dan lebih mengherankannya lagi, kali ini tidak lagi tertangkap ekspresi dingin dan datar yang biasa ditunjukkan adiknya. Ryujin terlihat lebih tenang dan banyak tersenyum padanya.

"Terima kasih ya. Maaf merepotkanmu."

"Kenapa minta maaf? Aku sama sekali tidak merasa direpotkan. Aku yang seharusnya minta maaf karena selama 3 tahun kelumpuhanmu, baru sekarang aku mengantarmu terapi. Pasti melelahkan ya kak?"

Renjun terkekeh hingga deretan giginya terlihat. "Tentu saja lelah, karena bahkan sampai detik ini aku masih belum bisa berjalan. Tapi yang lebih merasakan lelah adalah kau dan ibu."

Berbanding terbalik dengan ekspresi wajahnya, nada suara Renjun terdengar dipenuhi rasa sesal dan bersalah. Apanya yang menyenangkan saat semua perhatian hanya tertuju padanya karena kondisinya? Dia sama sekali tidak merasa bahagia. Saat di mana ia sangat membenci kondisinya yang menyebabkan sang ibu menjadi tulang punggung keluarga. Saat di mana ibunya yang mengorbankan waktu istirahatnya untuk mengantarnya terapi. Saat di mana ia tak bisa melakukan apapun untuk membela adiknya yang dituduh mendorong temannya sendiri. Saat di mana Ryujin sampai mencari uang sendiri. Dan saat di mana raut letih tak mampu disembunyikan sang ibu, tapi ia tetap mengurus Renjun dengan baik dan penuh kasih sayang.

Semua itu sama sekali tidak membuatnya senang. Ia merasa bahwa dirinya merenggut waktu dan kebahagiaan ibu dan adiknya. Dia tak bisa melakukan apapun, bahkan hanya untuk sekedar mengurangi kadar lelah dan beban mereka.

"Omong-omong aku membelikanmu minuman dan waffle. Sudah kusimpan di kulkas." ujar Ryujin dengan senyum yang masih terukir.

Renjun menoleh dengan kepala sedikit mendongak ke atas, menatap wajah sang adik yang dipenuhi gelembung kebahagiaan. "Astaga kau tidak perlu seperti itu, Ryujin."

"Tidak apa-apa. Sesekali aku ingin memberimu sesuatu. Kebetulan gajiku bulan ini sudah keluar, hehehe."

Si sulung terdiam, kembali menatap ke depan. Lagi-lagi rasa bersalah itu merayap di hatinya. "Maafkan aku, Ryujin. Seharusnya kau menikmati masa sekolahmu daripada harus membaginya dengan bekerja."

"Kak Renjun ini sejak kapan jadi orang yang selalu minta maaf sih?" Ryujin mendecak, disertai dengusan sebal. "Kau tidak perlu merasa bersalah. Lumpuh kaki seperti ini juga bukanlah keinginanmu kan? Ini juga hanya sementara. Percayalah kak, suatu saat kau akan bisa berjalan lagi dan kau tidak perlu merasa bersalah. Lagipula siapa juga yang mau menikmati kehidupan sekolah? Kau kan tahu sendiri kalau aku dibully."

Ephemeral | Choi Beomgyu✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang