7. Beyond The Sleep

2.6K 360 117
                                    

Tuannya menghabiskan banyak waktu untuk tidur.

Lucius sering melihatnya. Saat mengantarkan dokumen perihal kemajuan pencarian Athlarien, Tuannya tertidur di kursi, memangku wajah dengan tangan. Atau terkadang bersender melihat ke arah luar jendela di belakang kursi ruang kerjanya.

Saat tertidur, wajah Tuannya sangat damai. Lucius tidak pernah melihatnya begitu damai, bahkan saat Perang Pertama. Wajah tidur Tuannya dingin, tak berperasaan, tapi kini damai.

Dan terlalu sering melihat Tuannya tertidur agak...mengkhawatirkan.

Lucius kali ini mendapati Tuannya tertidur di sofa, satu tangannya menutupi matanya. Napasnya tenang dan teratur. Lilin aroma terapi membawa ketenangan yang sejuk di ruangan itu. Sementara orang-orang diluar sana panik dan ketakutan, Tuannya tidur dan bersantai. Mungkin mengumpulkan kekuatan untuk hal-hal yang lebih besar nanti.

Yah..semoga saja tidak terjadi apa-apa dan mereka segera menemukan Athlarien. Dia dan Narcissa merindukan bayi itu.

*

*

*

*

*

Suara burung berkicau, angin menggoyangkan dedaunan; aroma bunga yang tumbuh di tanah ataupun mengambang di air terbawa angin. Perahu sepanjang 7 meter, dengan atapnya dihiasi oleh tanaman merambat dan bunga berwarna putih dan ungu, kain tembus pandang senada warna bunga menutupi area duduk perahu.

Dunianya terasa bergoyang pelas. Sensasi aneh yang ia rasakan seperti baru belajar ber-Apperate pertama kali srmasa mudanya. Kepalanya sedikit pening, me-

Plak!

Voldemort tersentak bangun. Tepukan oleh benda halus dipipinya terasa sedikit perih, dan basah. Tawa kecil yang familiar ditelinganya memasuki pendengaran. Dan pemandangan yang menyambutnya hampir membuat jantung Voldemort jatuh ke perut.

Pemilik surai hitam sebahu tersenyum padanya, lembut dan penuh kasih seperti yang ia lihat terakhir kali. Dan di dekapan dadanya, makhluk kecil yang membuat hati Voldemort resah sebab kehilangannya. Makhluk kecil itu lucu, tertawa, tangannya basah karena air liur.

Voldemort tersadar bahwa tangan itulah yang menepuknya.

Juga bahwa kedua orang itu adalah yang mengisi mimpi dan hatinya yang keruh.

Hatinya tersakiti sekali lagi. Tenggorokan tercekat, serasa ada yang mengganjal di sana. Matanya memanas lagi, pandangannya buram.

Sudah dua minggu sejak terakhir kali Voldemort melihat sosoknya. Selama dua minggu itu dia putus asa. Jiwanya meronta-ronta ingin bertemu ibu dari bayinya, bayi mereka.

Dia menghabiskan banyak waktu untuk tidur, harap cemas akan bertemu lagi. Tapi hasilnya nihil. Yang ia dapatkan hanyalah mimpi buruk sosok itu membelakanginya lalu pergi tak pernah menengok apalagi kembali padanya, dan sakit kepala begitu dia terbangun.

Voldemort bangkit dengan cepat. Tangan menggosok-gosok kedua matanya, memastikan kalau ini bukanlah sekedar khayalan semata. Bukanlah mimpi yang terbawa oleh keinginan dari lubuk hati terdalam.

Voldemort tidak tahan.

Kepalanya jatuh kepangkuan tambatan hatinya, semua kesedihan dan keresahan hati ia lepaskan. Tangan halus dan lembut, lebih kecil dari miliknya, membelai rambutnya sementara ia terisak-isak.

Dia tak pernah menangis sebelumnya. Bahkan semasa kecil, sewaktu ia mengharap akan ada sepasang suami-istri yang baik mengadopsinya berujung nihil, Voldemort tidak sedih. Tak sekalipun ia mengeluarkan air matanya. Namun di hadapan mantan musuhnya dia kini menangis. Terisak-isak seperti anak kecil yang mencari perlindungan di pelukan ibunya.

Step On The Lament || {TOMARRY}Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt