4. Insiden nasi goreng

21 3 1
                                    

Setelah kesepakatan kemarin, kini aku sudah mulai mengerjakan pekerjaan rumah yang pada umumnya, seperti cuci piring, mencuci baju, menyapu, masak, dll. Semua aku lakukan dengan semangat 45.

Tapi, ada tapinya ini, masa pas aku sudah selesai dan tengah asik-asik istirahat, tuh bos sesat datang nyamperin aku, nyuruh aku cuciin pakaian dia, mana satu keranjang lagi, katanya itu baju lama mesti di cuci kembali biar tetap wangi, wangi pala mu! Bikin naik tensi sekali tuh majikan.

Urusan kamar? Ternyata bos sesat itu bisa dikatakan cukup baik, dia mengasih aku sebuah kamar yang di lengkapi kasur empuk, ada TV dan WC pribadi. Tapi, aku katanya tidak boleh ketemuan sama cowo di jam kerja, dihh siapa juga yang mau kek gitu, orang kagak punya ayang juga.

Aku lirik jam tanganku ternyata sudah menunjukkan pukul 09.17, pantas saja perutku lapar sekali. Ternyata udah menjelang siang. Aku berinisiatif ke bawah untuk makan. Saat aku menginjakkan kaki di tangga, aku berpapasan dengan Bos Haris, rambutnya nampak sedikit basah, mungkin habis mandi, ia juga cuma mengenakan boxer dan baju kaos. Astagfirullah, gak boleh dilirik, bersoda ini.

Tidak tahu tempat aja, meski aku berstatus ART, dia juga harus jaga penampilannya dong, gak tahu apa aku anak yang polos-polos bangsat, disuguhi pemandangan begitu susahlah buat tidak di lirik. Mubazir kata orang.

Aku mencoba menggeser berdiriku, namun dia juga melakukan tindakan serupa, dia geser ke kanan, aku tanpa sadar turut mengikuti pergerakannya, dan terjadilah hal yang tidak diinginkan, aku spontan teriak karna kesal.

"RESE BANGET SIH, KALAU MAU LEWAT YAH LEWAT AJA, JANGAN MENGHALANGI JALAN GUE!!"

"Ck, minggir!" decaknya sambil mendorong pelan bahuku ke samping. Alhasil aku menggeser berdiriku.

"Yeee... Mentang-mentang bos, bangkrut tau rasa lo" gumamku agar tidak didengar olehnya.

Namun ia ternyata berkuping tajam, ia mundur selangkah lalu menatapku dengan ekspresi datar.

"Tidak bakalan, jangan bicara seperti itu, nanti siapa yang bakal mungut kamu kalau saya bangkrut, belum tentu ada orang yang mau mempekerjakan kamu dengan gampang seperti saya." ujarnya, terselip kata songong yang mendarah daging.

Aku menberengut. "Iiiiihhh.. Ngeselinnnnnnnnnnnnn ........... Yaudah, pecat aja gue sekarang, gue gak butuh bos perhitungan plus sok abis kek lo!"

Haris mengangkat bahunya tak acuh, lalu lanjut melangkah menaiki anak tangga. Aku menoleh lantas mendongak melihatnya yang kini sudah tiba di lantai dua.

Aku meneruskan tujuanku yaitu ke dapur, Menarik pintu kulkas lalu mencari bahan yang bisa aku masak. Dengan rasa lapar yang mendera, aku segera mengambil wajan dan bahan lainnya untuk aku gunakan. Langsung saja aku membuat nasi goreng telur ceplok.

Berhubung suasana agak mendung, jadi cocoklah makan menu yang panas-panas. Lama aku berkutat dengan alat masak, hingga selesailah sudah nasi goreng telur ceplokku. Menyajikannya ke piring putih lalu memberikan sedikit sayuran berupa irisan tomat dan kol agar memaksimalkan tampilan.

Aku meletakkan nasi gorengku di meja. Lalu beralih ke toilet yang ada di sudut ruangan. Hingga sampailah aku di pintu toilet dengan wajah menahan berak, aku masuk lantas menuntaskan panggilan alamku.

Pov Haris.

Ini adalah hari yang agak suram, namun tidak sesuai dengan suasana hatiku, jangan salah paham dulu, aku senang karna rumahku sudah di isi oleh makhluk yang bisa menguntungkanku, dari dulu aku ingin punya ART namun belum ada yang srek, begitu kenal dan menemukan gadis ini, yang sepertinya familliar di mataku. Entah kenapa aku ingin mempekerjakannya.

Mungkin hanya perasaanku saja. Oiya sedikit Story. Kemarin pada saat aku ingin pergi ke RS, saat di tengah jalan aku melihat banyak orang yang mengerumuni seorang gadis yang tidak ada satupun membantunya. Seakan ada rasa tidak tega yang mendominasi aku langsung menghampiri gadis itu, betapa terkejut nya aku melihat kepalanya berlumuran darah, tidak. Itu bukan kali pertamanya aku menjumpai orang berluka parah. Entahlah seperti ada rasa sad di dalam dadaku. Aku bingung sama diriku sendiri, yang biasanya tetap bodoamat jika ada kecelakaan di jalanan meski aku berprofesi dokter. Skip saja, aku segera membawa gadis itu ke RS lantas menanganinya. Hingga empat hari kemudian selama itu juga aku memantau dan memastikan kondisi jantungnya agar tidak lemah meski tengah koma. Hingga tepat di sore hari. Ia telah sadarkan diri, namun bukannya berterimakasih. Justru ia malah bertingkah tidak sopan. Untung saja aku Pria baik-baik. kalau tidak. Mungkin detik itu juga aku lempar dia ke samudra pasifik. Eh bercanda. aku tidaklah sebruntal itu.

Raisa The Forgotten [On Going]Where stories live. Discover now