-kepingan 3

3.6K 540 18
                                    

Kaivan melonggarkan dasi yang terasa mencekik ketika ia mendapatkan sebuah pesan dari Arin. Kekasihnya itu dengan terus terang mengatakan bahwa dirinya dijodohkan dengan anak kolega bisnis ayahnya. Memang usai dengan sengaja Jeffan mengundang keluarga Arin untuk datang ke pernikahannya, ayah Arin kecewa dengan Kaivan. Sikapnya pun turut berubah yang awalnya hangat menjadi kaku dan datar.

Perjodohan ini seolah pemutus hubungan antara Kaivan dan Arin. Kaivan tidak menyukai itu. Tapi tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan olehnya. Tidak mungkin ia meminta ayah Arin atau Arin sendiri untuk membatalkan perjodohan tersebut, mengingat statusnya sudah tidak lagi lajang.

Ini semua karena Rissa. Andai saja Kaivan tidak menikahi Rissa, mungkin ia sudah lebih dulu menikah dengan Arin dan hidup bahagia dengan pujaan hatinya.

Rissa harus bertanggung jawab dan menerima seluruh konsekuensi atas kesalahannya. Ya, harus. Di kepalanya telah tersusun rencana jahat untuk Rissa. Jika dengan perjanjian kontrak saja tidak dapat menggoyahkan pertahanan Rissa, maka dengan cara ini Kaivan yakin setelahnya Rissa tidak akan berpikir dua kali untuk meninggalkannya.

Pertama-tama Kaivan harus menyiapkan segala keperluan untuk mendukung rencananya kali ini. Ia menghubungi Aditya—salah seorang asistennya untuk mengurus segala keperluan bulan madu ke Venice.

Rencana kali ini Kaivan akan mengajak bulan madu Rissa karena dua bulan mereka menikah belum berbulan madu. Kaivan seolah cuek dan masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, sementara Kaivan tidak tahu menahu dan tidak peduli soal kegiatan Rissa sehari-harinya. Hanya saja ia pernah mendapati Rissa tidak ada di rumah dan Bibi Rumi mengatakan kalau Rissa sering pergi setelah Kaivan pergi dan pulang sebelum Kaivan pulang.

Setelah mendapatkan laporan bahwa Aditya telah mengurus semuanya. Kini Kaivan menyandarkan penuh tubuhnya ke sandaran kursi. Otaknya mulai menyusun skenario jahat yang akan ia lakukan untuk rencananya kali ini.

•••

Seperti dugaannya, Kaivan melihat Rissa sudah duduk santai di depan televisi. Gadis itu tengah menonton sebuah film ditemani dengan cemilan. Kedatangan Kaivan seakan tidak berarti karena gadis itu tak merasa terganggu sama sekali.

Kaivan berdeham. Sontak Rissa memalingkan wajahnya. Gadis itu menatap heran ke arah Kaivan yang berdiri diam di belakang sofa tempat ia duduk.

"Udah pulang?" tanya Rissa berbasa-basi.

"Apa kamu tidak gunakan matamu dengan baik?"

Rissa merotasikan bola matanya malas. Kemudian ia kembali mengacuhkan keberadaan Kaivan. Lagipula pria itu aneh sekali. Tiba-tiba saja berdeham tidak jelas.

Diacuhkan oleh Rissa membuat Kaivan kesal. Ia tanpa lagi berkata-kata akhirnya melanjutkan kakinya menuju kamarnya. Selesai membersihkan diri dan berganti pakaian, Kaivan berjalan ke ruang tengah. Rissa masih berada disana dan gadis itu sepertinya baru saja mematikan sambungan telepon.

"Aku ingin berbicara sesuatu."

"Apa?"

"Papa memberikan kita tiket bulan madu ke Venice." ucap Kaivan. Ia menjual nama Jeffan agar Rissa tidak curiga.

"Tiba-tiba? Kenapa Papa gak bilang sama aku?" Rissa mengernyitkan dahinya. Tumben sekali Jeffan tidak memberitahunya lebih dulu.

"Belum sempat atau surprise, maybe." balas Kaivan sekenanya.

Sejenak Rissa berpikir, "Berapa hari?"

"Satu minggu."

"Ck, lama. Bisa tiga hari aja?"

Kaivan menangkap kalau Rissa sangat keberatan. Entah apa yang membuat wanita itu seperti terasa sangat berat untuk sekadar berbulan madu dengannya.

"Satu minggu kurasa waktu yang terlalu sebentar untuk berbulan madu." ujar Kaivan.

"Tiga hari atau aku bilang Papa kalau aku gak jadi berangkat."

"Fine, tiga hari."

"Apa yang lagi kamu rencanain, Van?" Rissa menatap Kaivan dengan pandangan yang penuh selidik.

Sial. Kaivan mengumpat dalam hatinya. Rissa terlalu peka akan gerak-geriknya. Bagaimana bisa gadis itu menebak dengan tepat dirinya tengah merencanakan sesuatu? Tapi bukan Kaivan namanya kalau tidak bisa bermain dengan raut wajah dan perkataannya.

"Memangnya apa yang sedang aku rencanakan? Tidak ada. Murni ini pemberian dari Papa. Anggap saja liburan."

"Ah ya lupa, liburan buat menghilangkan stres karena ditinggal nikah pacar? Yaudah ayo kita liburan. Aku paham gimana rasanya ditinggal nikah. Poor you," sindir Rissa. Berita perjodohan Arin menyebar begitu cepat di kalangan para pebisnis. Karena Rissa dekat dengan Jeffan, wajar jika mengetahui hal itu dari ayah mertuanya.

Tanpa sadar tangan Kaivan mengepal. Kalau saja bukan demi kelancaran rencananya, mungkin ia tidak segan untuk melayangkan tangannya ke pipi gadis itu. Tidak sadarkah gadis itu kalau ia telah menghancurkan tatanan hidup Kaivan?

"Aku tidak peduli dengan pernikahan Arin. Dia bukan kekasihku lagi."

Rissa mengangkat bahunya acuh, "Ya ya ya terserah. Kapan kita berangkat?"

"Sabtu sore."

"Besok?! Kenapa Papa bilang ke kamu mendadak?" seru Rissa. Ia begitu terkejut. Ia bahkan belum mempersiapkan apapun.

"Sebetulnya Papa memberitahuku lima hari yang lalu. Tapi aku lupa. Lagipula jangan bawa apapun. Cukup bawa seperlunya dan persiapkan dirimu saja."

Selesai mengucapkan itu, Kaivan meninggalkan Rissa yang diam-diam memandang heran ke arah suaminya itu. Pria itu, pria yang mati-matian menjaga jarak dengannya dan selalu berkata kasar yang menyakiti hati, kini mengajaknya pergi berbulan madu.

Rissa menghela nafas pelan. Ia tidak ingin menebak-nebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia hanya perlu menuruti Kaivan untuk saat ini.

















tbc.

GunnenHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin