Bab 11

2.8K 575 40
                                    

Happy reading, moga suka ya.

Full version sudah tersedia di Karyakarsa. Playstore nyusul ya, masih proses.

Follow aku di Karyakarsa ya : carmenlabohemian

Luv,
Carmen
_______________________________________

Tidak ada dari kami yang membicarakan apa yang terjadi. Mungkin Damon sepertiku, berpura-pura tidak ada yang terjadi sehingga kehidupan kami bisa kembali normal.

Hari berikutnya Damon pergi ke kota lain untuk urusan bisnis. Saat dia kembali, kami hampir tidak berbicara. Keesokannya, dia juga sibuk sepanjang hari di peternakan. Saat pulang untuk makan malam, pria itu keluar lagi untuk bekerja di kandang kuda, membersihkan tempat itu, merawat kudanya, kemudian kuda milikku yang diberikannya dan entah apalagi yang dilakukannya hingga dia baru kembali ke rumah tengah malam.

Dan rutinitas itu terulang beberapa hari.

Bangun, lalu dia akan sarapan dalam diam. Lalu keluar. Kembali hanya untuk mandi dan makan. Setelah siap, dia akan menepikan piringnya lalu keluar lagi. Aku jadi bertanya-tanya, apakah ini kehidupan normal kami yang baru?

Malam ini juga tidak ada yang berbeda. Dia masih dingin seperti gunung es, menjawab singkat pertanyaanku tentang harinya ketika kami bersantap malam. Begitu selesai, dia kembali menepikan piring dan berucap singkat bahwa dia ingin merokok di teras sambil membawa segelas whisky bersamanya.

Aku menunggunya setelah selesai mencuci piring dan membereskan dapur. Kupikir kami harus berbicara. Setelah berganti gaun tidur, aku duduk di kursi di dekat perapian sambil membaca buku dan menunggunya masuk. Tapi rasanya lama sekali pria itu berada di luar atau mungkin aku memang hanya lelah. Aku pasti jatuh tertidur di satu waktu. Saat terbangun, aku baru sadar bahwa aku tertidur dan ada selimut yang disampirkan menutupi tubuhku. Mengerjap di tengah kantuk, aku melihat Damon sedang duduk di sofa di seberang sambil membaca laporan-laporan dari peternakannya. Rasa hangat, aman dan juga kantuk kembali memelukku. Kupikir kami bisa menunggu besok untuk membicarakan tentang apapun itu, sekarang aku hanya ingin kembali tidur.

Awalnya, aku berpikir aku sedang bermimpibermimpi saat merasakan seseorang menyentuhku, tangannya di dadaku, meremas lalu tiba-tiba kancing depan gaunku dibuka terburu. Tidak, ini tidak seperti mimpi. Aku membuka mata nyalang dan di atasku ada Damon yang sedang membungkuk ke arahku. Refleks aku mulai memberontak.

"Damon! Apa yang..."

"Hentikan, hentikan, Daphne! Jangan melawan!" gerung Damon saat aku berusaha mendorongnya menjauh. Aku berhasil bangkit dari kursi dan menyelinap di antara celah lalu mencoba berlari. Tapi aku kalah cepat. Pria itu berhasil mencengkeram gaunku dari belakang dan tanpa ampun aku mendengar suara kain yang dirobek saat pria itu memutarku agar menghadapnya.

"Lepaskan aku! Damon, tolong, lepaskan aku!" jeritku panik. "Oh Tuhan... Apa yang kau lakukan?!"

Aku melihat wajahnya yang menakutkan, ekspresinya... ekspresi Damon liar, matanya menggelap oleh gairah dan nafsu dan rasa takut mulai mencengkeramku.

Tidak, tidak... Bukan ini yang aku inginkan.

"Aku berhak, Daph! Aku berhak!" Pria itu terus mengucapkan hal yang sama. Aku tak peduli. Aku tak peduli semua itu. Rasa panik dan takut membuatku terus memberontak. Aku berusaha menjauh tapi Damon terlalu kuat. Kenapa? Kenapa dia melakukan ini padaku? Dengan benak dipenuhi pikiran dan emosi, aku merasakan kemarahan juga kekecewaan, mengapa Damon harus mengambil haknya dengan cara seperti ini. Mengapa? Padahal dia tahu kisahku. Why? Aku nyaris tersedak air mata.

"Please... No, Damon..." mohonku.

Tapi Damon sudah buta dan tuli, ia hanya bisa melihat dan mendengar gairahnya.

"Lepaskan gaunmu!" perintahnya.

Aku tak melakukan apapun.

"Kubilang lepaskan semua pakaianmu, Daph," ucapnya lagi, dengan nada lebih mengancam dan sebelum aku sempat menjauh, Damon menjulurkan tangan meraih pakaianku dan merobek gaun depanku hingga terbuka kemudian meloloskannya dari bahu.

Ini sama sekali tidak seperti Damon... Pria itu membuatku takut.

Terkejut hingga tak bisa berkata-kata, aku berdiri setengah telanjang di hadapannya, mencoba menutupi tubuh sebisaku sementara mataku memanas.

Setelahnya, Damon tak memberi kesempatan. Dia menempatkanku di lantai dan menahanku di sana. Tanpa kata, pria itu menaikkan ujung gaun lalu merobek celana dalamku. Paha-pahanya menekan dan melebarkan kakiku, lututnya memaksa untuk membentangkanku, lalu tanpa kelembutan ia menerobos masuk.

"Ohhh... Arrgggh!"

Aku berteriak, suaraku melengking tinggi karena rasa terkejut, tapi lebih karena rasa sakit yang tajam, rasa panas yang membakarku saat suamiku mengambil keperawananku. Damon terus bergerak, rasanya hampir selamanya sebelum pria itu puas dan meledakkan semburan panas ke dalam diriku.

Setelah beberapa saat, tanpa kata, dia berdiri lalu meraih dan membawaku ke ranjangnya. Lalu Damon menyusul naik ke atasku dan menumpahkan kembali gairahnya ke dalam diriku.

Setelahnya, Damon menarik diri lalu berguling dari atasku. Napasnya berat tapi aku bisa merasakan tubuhnya yang rileks saat dia memelukku dan berbisik ke telingaku, "Ini hakku, Daphne. Jangan lupa, kau adalah istriku." Seolah itu bisa membenarkan perbuatannya.

Tak lama, aku sudah mendengar bunyi napasnya yang teratur. Dia terlelap seperti bayi sementara aku menahan diri agar tak terisak keras.

Mengapa? Mengapa Damon melakukan ini? Padahal dia bisa memintanya baik-baik. Seandainya Damon meminta haknya secara baik-baik, memberiku sedikit lagi waktu untuk terbiasa dan menerimanya secara penuh, aku pasti tak akan menolak untuk naik ke ranjangnya. Tapi dia mengasariku. Praktis memperkosaku. Memaksaku untuk mendapatkan haknya. Kenapa? Apa aku tak cukup berharga untuk diperlakukan lembut?

Aku membencinya. Semua pria sama saja!

A Rancher's Mail Order Bride - Pengantin Pesanan Sang PeternakWhere stories live. Discover now