Chapter 27

554 55 6
                                    

Sebelumnya saya ingin mengucapkan minal aidzin wal faizin kepada kamu yang sudah menyempatkan membuka chapter ini. Mohon maaf bila saya sebagai pembuat cerita ini memiliki banyak salah. Ya ..., meskipun kiranya sedikit terlambat, namun sekarang masih termasuk bulan syawal, kan. Itu saja yang bisa saya sampaikan dan terima kasih (tanda cinta). Satu lagi, mungkin ada typo bertebaran, mohon dimaklumi. Selamat membaca!

------

Tiga hari lagi menuju bulan fitrah yang dinanti-nanti umat Islam. Namun, hal itu tidak membuat Daiyan berhenti dari pekerjaannya seperti halnya cuti. Dia masih saja disibukkan oleh berkas-berkas yang ada di laptop yang sekarang ini sedang ia ketikkan. Sedang isterinya--Maisara dengan setia menemani kegiatan Daiyan yang terbilang jenuh jika terus-menerus diam tak ada kegiatan meskipun itu hanya sebuah obrolan panjang ataupun pendek.

Awalnya Maisara senang saat Daiyan memutuskan bekerja di rumah setelah sebelumnya ia merengek seperti anak balita yang tidak bisa ditinggal barang sekejap oleh orang tuanya.

"Mas ..., di rumah aja, ya. Masa pergi, sih? Adek pengen ditemenin ...." Maisara sangat sengaja memasang raut wajah memelas--sedih yang diimut-imutkan agar si empu luluh.

"Nggak bisa, Sayang. Segera Mas kelarin, deh. Abis itu cepet-cepet pulang. Ya?" Daiyan berusaha bernegoisasi saat itu. Tapi, pada akhirnya ia kalah dari isterinya sendiri. Bagaimana pun Daiyan memang tidak bisa menang dari Maisara, sesaat ia merasa sikap Maisara aneh pagi ini. Namun, ia tidak ingin masalah kecil ini menjadi panjang. Maka sebelumnya ia mengabari bawahannya bahwa ia tidak ke kantor hari ini. Namun, ia tetap akan bekerja dan bersyukur karena tidak ada meeting penting sekarang.

"Ya, udah, Mas di rumah. Tapi Adek jangan ganggu pekerjaan Mas, ya? Adek cukup temenin Mas kerja." Maisara mengangguk bahagia saat itu.

Hobi Maisara jika tidak ada kegiatan rumah adalah mengobrol. Saat ini rasa jenuh menyerangnya, itupun karena dirinya sendiri. 'Kalo kek gini sama saja, dong.' Dia membatin dan tiba-tiba menyadari sikap kekanakannya yang kurang masuk akal.

'Mas Daiyan kerja juga buat nafkahin aku, buat perusahaannya juga. Kok aku jadi kek gini, ya?' Maisara masih membatin merenungi kesalahannya tadi.

"Mas?" Maisara menatap Daiyan yang masih fokus dengan pekerjaannya.

"Hm? Ya, Dek?"

"Adek minta maaf udah mempersulit pekerjaan, Mas. Mempersulit Mas mencari nafkah buat Adek."

Mendengar itu seketika Daiyan berhenti mengetik. Kepalanya di arahkan 90 derajat tepat di depan Maisara yang sedang menatapnya. Dengan jelas Daiyan melihat manik Maisara yang mulai berkaca.

"Untuk apa Adek minta maaf?" Daiyan bertanya selembut yang ia bisa.

"Ya ..., Adek salah, harusnya Mas tetap ke kantor karena kalo Mas ngerjain pekerjaan di kantor bakalan cepet selesai. Dan Mas bisa pulang cepet. Maaf karena Adek udah egois."

Daiyan tersenyum lebar, bahkan ia sudah melupakan kejadian tadi. Perempuan memang rumit, tetapi kerumitan itu yang menjadi sebuah keunikan tersendiri dan menjadi tantangan pula baginya.

"Adek lupa, ya? Bukankah Mas nggak sekali ini kerja di rumah? Udah beberapa kali loh."

"Tapi nuansanya beda. Pasti bulan puasa pekerjaan Mas banyak dan butuh konsentrasi tinggi. Ya, kan?"

Daiyan memasang wajah yang pura-pura berpikir. "Nggak juga, tuh. Bahkan kalo kerjanya ditemenin Adek, Mas nggak ngerasa jenuh sama sekali. Malah kalo pas di kantor Mas sering capek, soalnya nggak ada Adek."

Perkataan Daiyan barusan berhasil membuat pipi Maisara merona seketika.

"Lagian nyenengin isteri itu berpahala. Adek mau tau sesuatu nggak? Rahasia yang mungkin nggak Adek sadari setiap hari."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 20, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Suami Idiotku [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang