Semalam Penuh Taufan (TauHali Family)

1.8K 105 24
                                    

"Ini adalah kisah keluarga kecil Taufan dan Halilintar bersama anak-anak mereka, Angin dan Petir. Mohon jangan dipikir terlalu berat sebab tujuan tulisan ini adalah untuk menyembuhkan para hati yang lelah. Selamat membaca."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.

.

.

.

.

.

____________________

Normalnya, Halilintar tidak akan ragu melempar piring di tangan ke arah pelaku yang tanpa peduli perasaan mengangkat tubuhnya dari lantai.

Ajaib; belum ada piring pecah sore itu padahal kesabaran Halilintar sedang di ujung tanduk. Begini, ya, tanpa siapapun mengingatkan, Halilintar sadar bahwa perkembangannya terhambat sejak masa SMA.

Terhambat, loh. Jangan sampai salah menyebutnya sebagai "pendek" atau detik berikutnya badanmu bisa-bisa gosong tersambar petir. Omong-omong soal Petir, putra sulungnya itu juga sempat memohon dibelikan susu formula biar tingginya tak terhambat macam papanya.

"Turunkan aku atau kepalamu jadi wadah ampas makanan selanjutnya."

"Kak Hali, jangan galak-galak, dong! Aku sedang butuh dorongan, nih~"

"Mau dorongan? Ke Spanyol sana, banyak banteng liar buat uji coba badanmu jadi bahan latihan matador."

"Galakkk!"

"Taufan." Urat-urat kening Halilintar mulai bermunculan dan siap meletus kapan saja. "Kau merengek sekali lagi, cincin tunangan kita kuloakkan."

Tep, telapak kaki Halilintar kembali mencium lantai. Mulut kekasihnya yang mangap setengah berhenti mengeluarkan kata-kata manja, membuat pemuda petir itu akhirnya bisa menarik napas lega.

"Paaa! Yang ini gimana ngerjainnya~?" Sahut suara Angin bergema dari kamarnya sampai dapur.

Sang papa menoleh ke arah datang suara kemudian beralih pada tunangannya yang masih bengong. "Daripada kurang kerjaan, bantu anak-anak kerjain PR, sana. Aku masih sibuk cuci piring."

"Eh, tapi aku sedang gak enak—"

"Ah, iya, kudengar ada kenalanku yang sedang cari cincin nikah masih kondisi bagus."

Tangannya dengan cekatan mengusap sisa piring makan dengan sabun sampai tak sempat menoleh untuk melihat reaksi apa yang kekasihnya buat. Hanya helaan napasnya yang tersamarkan dentingan alat makan menjadi pertanda bahwa si tiang berjalan sudah angkat kaki dari ruang makan sekaligus dapur.

"Sini, Angin! Ayah bantu kerjain~" Hal yang selanjutnya terdengar adalah krasak-krusuk dari kamar si kembar. Mungkin mereka tengah memindahkan posisi barang di kamar supaya lantai muat diduduki satu orang dewasa.

TauHali Oneshot CollectionWhere stories live. Discover now