Pleasant Fixation (TauHali High School AU) (R16)

1.4K 90 8
                                    

"Kau benar-benar mau melakukannya ...."

"Aku adalah lelaki yang memegang kata-kataku."

Begitu yang ia katakan, tetapi bukannya merasa teryakinkan, ia malah semakin gelisah.

"Nnhh ...." Halilintar tak mungkin sengaja mengeluarkan suara seperti itu kalau hidung mancung seseorang tak menoel pipinya yang sudah dilahap merah.

Ia tak punya ruang untuk lari. Tubuhnya yang terduduk di atas meja depan kelas ditahan oleh dua tangan panjang milik pemuda jangkung yang mengukungnya bagai tahanan. Satu-satunya sumber cahaya di ruangan itu adalah cercah mentari yang mengintip dari ventilasi dan sisi jendela yang tak tertutup sempurna oleh tirai.

Taufan sudah gila. Sudah tidak waras. Lebih tidak waras lagi Halilintar yang menyetujui ajakannya bermesraan di ruang kelas selepas bel pulang berbunyi.

Ini bermula dengan keduanya yang iseng berbincang sampai seluruh penghuni kelas lainnya enyah untuk melanjutkan aktivitas masing-masing. Beberapa dari mereka ada yang sudah pulang dan beberapa masih ada yang menetap untuk melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler sekolah.

Suara anak-anak di luar sana, baik yang dari lapangan olahraga maupun ruang kelas lain, masih bisa terdengar bersahutan. Walaupun mereka tidak secara fisik berada di sekeliling keduanya, insting perlawanan Halilintar merasa dirinya menjadi tontonan di tengah-tengah kerumunan itu.

"Kau benar-benar manis, Hali."

Suara ringan yang biasanya mengalun secepat angin berubah hangat. Basah. Dalam. Hanya telinga Halilintar yang bisa mendengar perubahan tensi yang siapapun tak pernah sadari.

Lidahnya tak memamerkan gerakan lincah yang berlebihan, hanya pelan-pelan menyusuri permukaan kulit mulus yang selalu empuk meskipun pemiliknya sering berpeluh akibat olahraga. Dilihat dari raut wajahnya yang bagai hendak menebas kepalamu setiap kali ditatap, kelembutan Halilintar adalah ciri yang tak seorangpun duga.

Halilintar boleh lincah, tetapi begitu ia masuk ke dalam perangkap Taufan yang jauh lebih tinggi darinya, pemuda itu tak berbuat banyak. Bahkan berbagai kalimat penolakan dari bibirnya tertutupi oleh lenguhan manis yang membuat pelakunya membuat seringai rubah.

Sejenak menyembunyikan lidahnya setelah memberi jejak kemerahan di pipi mulus, Taufan mengambil jarak untuk menatap reaksi kekasihnya. Tak begitu jauh, hanya jarak tipis di mana ia cukup mampu menyaksikan wajah berantakan si petir yang berhias air mata di tiap pelupuknya.

Memalukan—adalah yang pemuda itu jeritkan setiap kali ia terjebak dalam situasi ini. Membiarkan sosok yang dominan menikmati sisi dirinya yang tak pernah orang lain bisa saksikan.

"Apa yang kau pikirkan, Halilin?"

Kabut asap di kepalanya pecah ketika dagunya diangkat—dengan pelan—hingga mata mereka bertemu. Tampaknya pikiran itu telah mengawang terlalu jauh sampai Halilintar lupa bahwa ada makhluk haus perhatian yang minta digubris.

"Lihat saja padaku."

"Tau ... fan ...."

Setitik air hangat meluncur turun dari pelupuknya. Taufan bisa melihatnya dari sudut mata sesaat sebelum mereka terpejam.

Bibir Halilintar, miliknya. Panas, kenyal, sensasi yang mereka berikan. Hanya menyesapi bibir satu sama lain. Tak rela itu berlangsung terlalu cepat, Taufan mendorong kepalanya mendekat, membuat kekasihnya terhimpit antara dirinya dengan dinding.

Ketika jemari mungil mencengkeram lengan jaket yang ia kenakan, Taufan sadar bahwa itu saatnya mereka mengambil jeda untuk memasok oksigen. Ia memperbolehkannya; mengambil napas sebelum kembali menyatukan bibir kenyal yang sama-sama mencari lawan mainnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 10, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

TauHali Oneshot CollectionWhere stories live. Discover now