WMG || 08

227 250 75
                                    


بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari semakin larut, acara tahlil pun telah selesai. Khilya serta beberapa anggota keluarganya sedang membersihkan ruang tamu dan juga bagian depan rumah.

Botol-botol bekas itu sedang dipunguti oleh Khilya. Mendadak kepalanya terasa pening. Ia memijatnya sesekali. Kedua matanya juga sempat ia pejamkan beberapakali.

Balqis - Budhe Khilya, yang menyadari perubahan kondisi Khilya, segera bertanya dengan cepat.

"Khilya, kamu gapapa? Istirahat aja ya. Biar Budhe dengan yang lain saja yang membersihkan."

Khilya menolak. Ia tetap berusaha untuk kuat di depan semua orang. "Khilya gak apa-apa, Budhe. Insyaallah."

Khilya, salah satu tipikal manusia yang keras kepala dalam hal seperti ini. Ia tetap kukuh dan berusaha untuk melakukan tugas serta kewajibannya selagi bisa. Toh, insyaallah semuanya akan terasa lebih ringan jika Khilya ikut serta membantu pekerjaan ini.

"Khilya yakin?"

Khilya mengangguk. "Insyaallah, Budhe. Tenang saja ya."

Akhirnya perempuan yang dipanggil Khilya sebagai Budhe itu hanya bisa mengangguk pasrah.

***

Pagi ini, Umma Mai duduk santai di ruang tamu. Beberapa santri sudah ada di ndalem sejak beberapa menit yang lalu. Santri-santri itu sibuk membereskan ndalem Umma Mai.

Tiba-tiba ponsel milik Umma Mai berdering. Tak butuh waktu lama akhirnya panggilan itu tersambung.

"Assalamualaikum," sapa orang disebrang itu dengan nada yang lembut.

Umma Mai tersenyum. "Wa'alaikumussalam, Bah."

"Ngapunten, Umma. Umma masih ingat sama perempuan yang waktu itu kita antar tidak?"

Umma Mai tampak berpikir. Kemudian mengangguk. "Nggeh, Bah. Masih."

"Nah! Itu, Umma. Ternyata perempuan itu masih ada hubungan saudara sama kita. Abah baru tahu. Dan-"

Kiai Ustman sengaja menggantung kalimatnya. Beberapa kemudian terdengar hembusan napas dari sebrang telfon.

"Abah punya niatan untuk menjodohkan mereka berdua."

"Seriusan, Bah?" tanyanya dengan mata yang berbinar.

"Ngge, Umma. Dilihat dari ketulusannya kemarin, Abah merasa bahwa Khilya memang orang yang baik. Enggak neko-neko. Menurut informasi yang Abah tahu, Khilya juga pekerja keras. Insyaallah cocok buat jadi pendamping Baim."

"Ngge, Bah. Umma juga merasa tenang saat bersama Khilya. Berasa dia adalah anak Umma yang lebih dulu dipanggil Allah itu. Umma senang dengan rencana Allah seperti ini. Umma berdoa semoga semuanya selalu dipermudah sama Allah, Bah."

Why Me, Gus? [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang