Bab 42

32 2 0
                                    

💔💔💔

Dari tadi Salvia bolak-balik dari dapur dan ruang tamu rumah Zia yang membuat sang punya rumah merasa risih  serta kesal.

"Ada apa Via? Dari tadi kamu bolak-balik terus menerus seperti seterikaan". Ujar Zia yang  tidak tahan dengan tingkah laku Salvia sejak dia kembali dari pekerjaannya.

"Yuk, apabila kakak jelek itu tidak lupa ingatan tapi dia berpura-pura lupa ingatan demi menyelamatkan Ayuk dan Kenzie bagaimana?". Mendengar pernyataan dari Salvia membuat Zia terdiam sejenak dan melanjutkan pekerjaannya yang membuat kue pesanan Kenzie.

"Ayuk juga tidak tahu Vi, biar waktu yang menunjukkan bahwa Kak Za...". Zia baru sadar ketika menyadari dari pernyataan Salvia tadi. Bagaimana bisa Salvia memberikan pernyataan seperti itu ketika Zayyan masih berada di Bali.

"Pasti ayuk terkejut apa yang akan aku katakan ini. Yuk, kakak jelek itu sudah berada di Jakarta lagi dan dia bekerja diperusahaan pak tua beli". Ucap Salvia yang saat ini sudah duduk di kursi ruang makan.

"Benarkah?". Salvia mengangguk, Zia tersenyum senang karena sang suami berada di dekat mereka meskipun saat ini Zayyan lupa ingatan atau berpura-pura lupa ingatan demi dirinya dan Kenzie selamat dari kedua wanita yang merebut kebahagiaannya. "Apapun alasan Kak Zayyan berpura-pura lupa ingatan, Ayuk berharap dia lekas menyelesaikan semua masalah tersebut dengan cepat sebelum di hari ulang tahun Kenzie". Salvia mengangguk dan mengaminkan doa Zia.

"Aamiin".

Mereka berdua menyelesaikan membicarakan tentang Zayyan dan melanjutkan membuat kue pesanan Kenzie. Salvia pun membantu Zia yang sedang membuat kue kesukaan keponakannya.

Dilara memandang putrinya yang begitu senang bisa berjalan-jalan di taman kota Jakarta dan putrinya begitu senang mendapatkan teman baru dengan cepat.

"Putri mbak ya?". Dilara baru menyadari ada seseorang yang duduk di sampingnya. Dilara mengangguk dan tersenyum. "Beruntung sekali mbak bisa melahirkan putri secantik itu". Dilara bingung dengan pernyataan orang tersebut. Orang itu menatap Dilara dan tersenyum kecil. "Karena saya tidak bisa memberikan keturunan kepada suami saya, karena umur saya tidak akan lama lagi maka dari itu saya tidak dari saya tidak bisa memberikan anak". Mendengar ucapan dari wanita yang duduk di sampingnya merasa iba.

"Oh ya Allah, semoga mbak dan suami bisa bahagia meskipun tidak memiliki anak". Wanita itu hanya tersenyum saja sambil memandang Jia putri Dilara.

"Bagaimana bisa bahagia. Dia bukan pria yang kucintai dari dulu maupun sekarang karena dia pria paling aku benci hingga aku ingin mengakhiri hidup ini dengan cepat". Batin wanita itu sambil menatap ke depan.

Keesokan harinya Zia berada di rumah kedua orangtuanya karena Kenzie ingin menginap di rumah kakek dan neneknya.

"Zia sayang". Panggil Evan kepada putrinya itu yang berada di dapur sedang membantu Kiara memasak.

"Iya Yah". Jawab Zia sambil menghampiri Evan yang asyik menemani sang cucu semata wayang yang sedang menonton acara kesayangannya.

"Kamu bisa membantu Ayah tidak?". Tanya Evan.

"Apa itu Yah?". Tanya Zia balik.

"Bisakah kamu antarkan berkas ini ke perusahaan Akhtar karena kemaren Ayah lupa memberikannya kepada Akhtar, karena Akhtar buru-buru pergi". Ucap Evan sambil mencium pucuk kepala Kenzie yang berada di atas pangkuannya.

"Baik Yah". Jawab Zia dengan mengambil map yang berisi dokumen tersebut.

"Terimakasih sayang". Zia tersenyum dan kembali lagi ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya yang membantu ibunya menyiapkan sarapan untuk mereka. Sebenarnya Evan tidak lagi bekerja karena perusahaannya sudah di ambil alih oleh Barra. Dokumen yang ia tandatangani tadi adalah perusahaan yang ia bangun bersama Akhtar untuk cucunya itu. Zia tidak mengetahui hal tersebut karena Evan ingin memberitahu ketika Zayyan sudah kembali bersama mereka lagi. 

+++++

Zia yang baru saja sampai di perusahaan milik Akhtar. Dia turun dari mobil miliknya dan memasuki gedung tersebut dengan langkah percaya diri, banyak yang berada di lobby gedung perusahaan itu ketika Zia yang turun dari mobilnya tadi dan masuk ke dalam gedung perusahaan itu.

"Maaf, Nona ingin bertemu dengan siapa?". Tanya resepsionis itu ketika melihat Zia melangkah kearahnya.

"Ehm, saya ingin bertemu dengan CEO perusahaan ini". Ucap Zia.

"Apakah Nona sudah ada janji?". Tanya resepsionis itu lagi. Zia sedikit mendengus kesal mendengar pertanyaan dari resepsionis tersebut. Tanpa menjawab pertanyaan itu Zia mengeluarkan smartphone miliknya dan menghubungi seseorang yang ingin ia temui.

"Iya, aku akan menunggu di cafetaria di perusahaan mu". Ucap Zia sambil menatap ke arah resepsionis dengan sinis, Zia mematikan sambungan telpon itu dan memasukan ponselnya ke dalam tas. Zia berjalan menuju ke arah cafetaria yang berada di perusahaan tersebut. 

Zayyan yang baru saja selesai dari cafetaria untuk membeli kopi karena dia sangat mengantuk sekali. Karena selama dia mengerjakan beberapa proyek yang diberikan oleh Akhtar dengan tiba-tiba. Dia sedikit bingung mendapatkan proyek besar itu, terus di dalam proyek tersebut ada nama sang putra yang membuatnya bingung. Zayyan ingin bertanya pada Akhtar tapi ia urungkan, karena Zayyan takut ketahuan sedang berpura-pura lupa ingatan.

Zayyan akan tahu ketika dia telah menyelesaikan semua masalah yang ia buat sendiri di masa lalu.

"Ah, akhirnya aku bisa meminum kopi juga. Aku sangat mengantuk sekali dan....". Ucapan Zayyan terhenti ketika dia mencium wangi parfum yang begitu familiar menurutnya. "Kenapa aku seperti mengenal wangi parfum ini, apa Zia ada di perusahaan ini?". batin Zayyan.

Zayyan mencari seseorang yang ia yakini dengan memakai parfum yang sering dipakai oleh Zia. Zayyan terdiam melihat kecantikan sang isteri dengan pakaian casualnya. Zayyan ingin sekali memeluk tubuh mungil itu tapi dia harus menahan rasa kerinduan untuk sang isteri sebentar lagi.

"Kenapa Zia ada di sini?". Batin Zayyan lagi yang penasaran dengan Zia yang datang ke perusahaan milik Akhtar. 

"My sweet". Teriak Akhtar yang membuat Zayyan dan Zia melihat ke arah Akhtar. Zayyan mengepalkan kedua tangannya ketika melihat Akhtar mencium pucuk kepala Zia.

"Awas saja setelah semua masalah ini sudah beres, akan ku jauhkan kamu dengan milikku". Gumam Zayyan sambil melangkah menuju ke ruangannya.

Akhtar yang sejak tadi menyadari keberadaan Zayyan pun hanya tersenyum kecil.

"Suamimu tadi melihat kita". Zia menatap Akhtar bertanya. "Zayyan". Zia menoleh dan di sana dia melihat punggung yang ia rindukan selama 3 tahun terakhir ini. "Kakak tahu pasti kamu sangat merindukan dia. Tapi kamu bisa sedikit lagi bersabar". Ujar Akhtar yang di angguki oleh Zia. 

Zia pun menyerahkan dokumen yang dititipkan oleh Ayahnya untuk diberikan oleh Akhtar. Pertemuan tersebut tidak memakan waktu yang lama karena Zia ada pekerjaan di rumah sakit. Diapun berpamitan dengan Akhtar untuk pergi ke rumah sakit.

Ketika Akhtar mengantar Zia ke mobilnya, mereka tidak menyadari sejak tadi Salvia melihat interaksi keduanya dengan perasaan cemburu. 

"Via, jangan menaruh harapan padanya. Ayo hapus nama dia di hati dan otak cantik mu ini". Gumam Salvia dan meninggalkan cafetaria itu kembali ke ruangannya.

.
.
.

Dilara tersenyum melihat putrinya yang sedang asyik bermain dengan anak-anak komplek diperumahan yang mereka tinggali. Baru kali ini Dilara melihat senyum bahagia putrinya tersebut.

"Lihatkan putrimu". Mona yang baru selesai mandi keluar dan duduk di samping putrinya tersebut.

"Iya Ma, dia terlihat bahagia tidak  saat di Bali. Senyuman dia begitu ceria". Ujar Dilara dengan senang melihat kebahagiaan putrinya tersebut.

"Iya Dil, Mama berharap kamu, Rafael dan Jia selalu bahagia". Dilara mengaminkan doa ibunya tersebut. Tetapi ada rasa khawatir yang saat ini menghantuinya. Karena saat ini mereka sudah sangat dekat dengan keluarga asli Zayyan, dan Dilara sangat takut kalau Zayyan tiba-tiba mengingat semua tentang masa lalunya serta kembali dengan keluarganya terutama pada Zia.

"Aku akan membuat Zayyan tidak pernah bertemu dengan mereka". Tekad Dilara dalam hati, dia akan berusaha menjauhkan Zayyan dari jangkauan keluarga pria tersebut termasuk Zia.

💔💔💔

TBC

How If, I Love You TooWhere stories live. Discover now