Part 7 : Tumbal Pabrik

126 18 0
                                    

Melupakan kejadian yang menimpa paklek, aku dan ibu masih sering mengunjungi Lita dan Bulek. Lita pun sekarang sudah tidak sependiam dulu. Tapi sayangnya setelah kepergian paklek membuat Lita harus berhenti dari kuliahnya dan harus bekerja mencari uang untuk memenuhi kebutuhannya. Beruntungnya Lita bisa menjadi guru honorer di salah satu sekolah swasta dan bulek membantu dengan berjualan jajanan pasar.

Kejadian kemarin membuat Lita menjadi lebih dewasa dan lebih bisa membuka diri dengan dunia luar.
“Terimakasih ya Maya, udah ngajarin Lita jadi orang yang kuat dan tegar. Bulek gak nyangka Lita akan sekuat sekarang”
“Lita sendiri yang mau belajar bulek, Maya hanya membimbingnya saja”

Aku masih bekerja di pabrik kayu, rupanya setelah beberapa hari tidak masuk kerja aku ketinggalan banyak sekali informasi, untung saja aku memiliki teman ratu gossip jadi aku tidak perlu susah-susah mencari informasi itu.

“Banyak anak baru ya” Tanyaku pada Desi dan Putri
“Iya May katanya sih ada investor baru jadi butuhin banyak tenaga baru” jawab Putri
“Emmm bagus dong kalo begitu” Tambahku
“Tapi ada yang aneh sih May” Terlihat wajah Desi yang kali ini terlihat berfikir.
“Aneh kenapa Des?”
“Iya Des, apanya yang aneh?”
“Masak kamu gak ngerasa sih Put?” Aku dan Putri hanya mengangkat bahu menjawab pertanyaan Desi

“Udah dua hari ini aku ngajarin anak-anak yang baru masuk, pas aku tanya mereka semua anak mbarep”
“Lah emangnya kenapa Des, bukannya kamu juga anak mbarep” Tanya Putri
“Tapi Firasatku gak enak, seperti mereka sengaja disiapin gitu lho”
“Udah jangan mikir yang aneh-aneh, udah bel ayok masuk”

Rupanya aku mendapat patner baru, namanya Tari anaknya sangat lugu dan juga manis. Usianya masih sangat muda, dia bercerita jika yang membawa mereka kesini adalah salah satu mador di pabrik kayu. Tak hanya Tari tapi juga teman-teman Tari lainnya yang seusia dengan Tari dan salah satu syaratnya harus anak mbarep (anak pertama). Mendengar ucapan Tari aku kaget, rupanya apa yang dikatakan Desi tadi ada benarnya. Aku mencoba mengobrol lebih banyak lagi dengan Tari sambil mengajari Tari. Rupanya Tari dan teman-temannya tinggal di sebuah mess, yang tak jauh dari pabrik kayu ini sekitar sepuluh menit jalan kaki.

Aku sedikit heran, selama aku tinggal disini aku baru tahu kalau disekitar sini ada mess. Sebagai basa-basi aku menawarkan diri untuk mampir ke mess yang Tari tinggali namun dengan tegas Tari menolak dengan alasan mandor yang membawa mereka kesini melarang orang lain masuk ke dalam mess.

Mendengar hal itu aku semakin khawatir, sepertinya aku perlu membicarakan hal ini pada Aryo dan Bima. Sebelum apa yang diceritakan Desi benar terjadi. Aku meminta Aryo dan Bima untuk kerumah sepulang kerja, aku menceritakan soal Tari dan anak-anak baru lainnya yang sekarang tinggal dimeess dekat pabrik.

“Aryo, Bima dibagian kalian ada anak baru juga kan?”
“Enggak mbak” Jawab Aryo sambil mengunyah pisang goreng
“Iya mbak mungkin karena yang dibutuhin anak perempuan aja jadi gak ada yang di tempatkan di bagian kami”
“Bocahe ayu-ayu gak mbak, kenalin Aryo dong biar gak jomblo terus”
“Kamu itu cewek terus yang ada diotakmu”
“Biar to Bim, namanya juga laki-laki wajar to”

“Memangnya ada apa sih mbak, kok sampe manggil aku dan Aryo kesini?”
“Paling mbak Maya kangen sama kita Bim”
“Dibagian aku kan ada anak baru namanya Tari katanya dia tinggal di mess deket sini. Yang bawa mereka kesini salah satu mandor di pabrik tapi yang bikin aneh syaratnya itu lho harus anak mbarep. Sebelumnya Desi yang cerita kalau selama dua hari ini dia ngajarin anak baru yang berbeda-beda dan ketika Desi tanya-tanya tentang asal mereka, rata-rata mereka berasal dari daerah yang sama dan mereka semua anak mbarep”

“Aku khawatir kalau mereka gak cuma dipekerjakan dipabrik tapi ada suatu hal yang memang menyiapkan mereka untuk sesuatu” Setelah mendengar penjelaskan Aryo dan Bima mulai tertarik dengan apa yang aku ceritakan. Mereka saling memandang satu sama lain seolah tahu sesuatu.
“TUMBAL PABRIK” ucap Aryo
“Tumbal Pabrik maksudnya apa Yo”
“Ceritain Bim, nanti kalo aku yang cerita pasti mbak Maya gak percaya”

“Bima sih gak tau mbak cerita ini benar apa enggak soalnya Bima juga cuma denger dari mulut-kemulut, jadi saat pertama pabrik ini berdiri almarhum pak Wijaya minta tolong seorang dukun buat mbabat alas dan ngusir demit yang sudah lebih dulu tinggal disini. Dan dukun itu memberikan syarat yang gak masuk diakal ya itu mendem 100 kepala gadis perawan. Pak Wijaya yang sudah tau akan hal itu, menyanggupi permintaan dukun tersebut sampai akhirnya dibukalah lowongan tapi khusus perempuan anak mbarep dan harus masih perawan. Karena waktu itu lowongan kerja masih jarang makanya orang-orang gak pikir panjang dengan syarat yang diajukan pihak perusahaan”

Perasaanku campur aduk setelah mendengar cerita Bima, kok ada orang yang tega melakukan hal sekeji itu.
“Bukannya pak Wijaya sudah meninggal? Lalu siapa yang melanjutkan tumbal ini, apa mungkin bu Anggoro?”
“Kita jangan terlalu cepat menarik kesimpulan mbak, ada baiknya kita selidiki dulu. Paling tidak kita harus tau siapa mandor yang dimaksud Tari”
“Apa kita bisa ketemu sama Tari, mbak?”
“Aku gak yakin kalau kita bisa nemuin Tari diluar, tapi kalau di pabrik sih harusnya bisa”
“Kan pabrik ada jam istirahatnya, kita ketemu pas jam istirahat aja”
“Masalahnya Yo, Tari dan teman-temannya istirahat di mess”
“Ahhh masak segitunya sih, ini sih benar-benar mencurigakan”
“Apa kita harus kasih tau masalah ini ke paman, Bim?”
“Jangan dulu Yo, kita selidiki dulu apa yang sebenarnya terjadi. Kalau masalah ini diluar kemampuan kita baru kita minta tolong paman”

CANDRAMAYA STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang