25

722 91 1
                                    

Kondisi Cafè sedang ramai saat seorang perempuan dengan tinggi semampai masuk. Dari penampilannya, perempuan itu terlihat sangat mengagumkan meski wajahnya tertutupi oleh masker, bau parfumnya pun merebak seantero cafè sampai orang-orang tidak sanggup untuk tidak memperhatikan perempuan yang sudah berdiri di depan mesin kasir itu, termasuk Arin dan Jaylin yang berada di bagian bar. Awalnya Jaylin ingin menyuruh Arin untuk melayani perempuan itu, tapi punggungnya didorong lebih dulu oleh Arin ke meja kasir.

"S-selamat datang, mau pesan apa?" Tanya Jaylin kikuk, bahkan awal katanya tersendat sangking gugupnya berhadapan dengan perempuan itu.

"Ice Americano, Jay." Jawab perempuan itu membuat Jaylin terhenyak. Suaranya tidak asing, bahkan tanpa sadar tubuhnya sudah menegang, berikut bulu kuduk yang tiba-tiba ikut merinding.

Itu suara Inha. Suara tegas penuh penekanan tapi juga lembut yang mengintimidasi. Jaylin berdehem pelan, ia sedikit meringis menatap mata Inha yang memandangnya ramah. Pandangan yang mencurigakan karena aura perempuan itu tidak menunjukkan keramahan kepadanya. Yang Jaylin rasakan malah sebaliknya. Ia seperti baru saja bertemu dengan predator dan mau tidak mau harus menyerahkan diri karena tidak ada jalan lain untuk kabur dari terkamannya.

"Baik. Ada lagi?"

"Apa kita bisa bicara selama beberapa menit?" Tanya Inha sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Jaylin yang refleks mundur. "Aku hanya butuh 5 menit, kok. Setelah itu aku harus ke lokasi syuting."

Jaylin melirik Arin yang menaikkan kedua alisnya, ia sebenarnya ingin minta persetujuan kepada Arin, tapi gadis itu malah penasaran dengan Inha yang entah dikenalnya atau tidak. Jaylin tahu, karena raut Arin jelas mempertanyakan sosok Inha di depannya.

"Akan ku tanyakan kepada temanku, untuk pesanan--"

"Aku tunggu." Inha memotong ucapan Jaylin yang ingin mengulang pesanannya. Perempuan itu juga menyerahkan black card kepada Jaylin yang langsung memproses pesanannya tanpa banyak tanya.

Meski tangannya bergetar, Jaylin tetap berusaha tegar. Ia tahu maksud kedatangan Inha ke Cafè tempatnya bekerja untuk apa. Tidak lain dan tidak bukan pasti karena seorang Choi Seungcheol.

~~~

Rasa kikuk itu menyerang Jaylin sejak menyadari kehadiran Inha di Cafè, tambah kikuk karena harus duduk berhadapan di salah satu bagian cafè saat ia masih harus bekerja. Untungnya, Supervisornya memperbolehkan Jaylin untuk berbicara dengan Inha selama beberapa menit--tentu saja, izin itu ia dapatkan setelah Inha membuka masker untuk memperlihatkan wajahnya yang ternyata dikenal oleh Supervisornya. Tidak heran. Akhir-akhir ini Inha memang lebih sering tampil di TV. Tidak banyak idol yang bisa seberuntung Inha, termasuk Jaylin si mantan idol.

"Aku langsung pada poinnya," kata Inha membuka suara, kedua matanya menyoroti Jaylin dari ujung kepala sampai dada, memperhatikan seragam kerja Jaylin yang sedikit lusuh karena beberapa noda minuman. Yang diperhatikan merasa tegang juga insecure karena sadar dengan tatapan itu.

"aku suka pada Kak S.Coups dan aku mau kau tidak menghalangi jalanku." Lanjut Inha membuat tubuh Jaylin menegang. Suara S.Coups yang mengaku menyayanginya bergema di benak, merunyamkan pikirannya untuk berpikir logis.

Inha memberikan titah yang sulit bagi Jaylin. Bukannya mau menghalangi jalan Inha untuk meraih Seungcheol, Jaylin bahkan tidak pernah berpikir untuk berada di hubungan antara dua orang itu. Mungkin kalau Seungcheol tidak pernah menyukainya dan tidak pernah ingin dekat dengannya, perkataan Inha akan diiyakan oleh Jaylin dengan mudah. Sayangnya tidak. Seungcheol menyukainya dan pria itu akan marah besar kalau Jaylin mencampakkan kepeduliannya karena Inha.

Jelas bagi Jaylin kalau Seungcheol dan Inha sama-sama menakutkan sampai ia merasa berada di persimpangan yang semua jalannya tampak berbahaya untuk dilalui.

"Jay," Inha mengetuk-ngetuk meja, menyadarkan Jaylin yang hanyut dalam pikirannya. "Kau dengar aku?"

"D-dengar." Kata Jay kikuk.

"Kau paham kata-kataku?"

"P-paham."

Tiba-tiba Inha menghela napas gusar. Ia bersidekap, melayangkan tatapan tajam kepada Jaylin yang tampaknya tidak akan mengiyakan arahannya tersebut. "Kau suka dengan Kak S.Coups?"

"T-tidak." Jawab Jaylin cepat masih terbata-bata, hampir berteriak kalau tidak sadar sedang berada di cafè dengan beberapa mata yang melirik mereka penasaran. "Kami teman kerja. Ya, teman kerja!"

"Aku tahu." Inha menggeram. "Tapi kenapa kau tidak mengatakan apa-apa tentang permintaanku?"

Sontak Jaylin merasa gagu. Kepalanya sibuk mencari alasan yang tepat untuk Inha. Gadis itu tidak ingin membuat keributan dan permasalahan dengan Inha sampai kapan pun. Selain power yang kuat, Inha juga tampaknya tidak segan-segan melakukan apa pun kepada orang lain. Entah konteksnya baik atau buruk.

"A-aku tidak tahu, Inha."

"Kenapa? Kau beneran suka dengan Kak S.Coups?"

Jaylin merasa greget ingin mengungkapkan fakta yang ada di lapangan kepada Inha, tentang Seungcheol yang menyukainya, tentang bagaimana pria itu akan emosi apabila ia menuruti kata Inha. Tapi Inha pasti tidak akan percaya, selain itu ia ragu Inha akan berhenti mengkonfrontasinya setelah tahu kebenaran yang ada. Bahkan bisa lebih buruk pikir Jaylin. Mereka mungkin memang baru kenal, tapi Jaylin sudah bisa menebak dengan mudah perangai Inha yang sesungguhnya.

"Aku tidak tahu." Jawab Jaylin pada akhirnya. Ia tidak berani memandang Inha balik, malah sedikit menundukkan kepala untuk menatap jari-jari yang berada di atas paha.

Sikap Jaylin yang plin plan membuat Inha kesal. Wajah gadis itu sedikit masam meski masih ada senyum terpampang di sana, karena masih berada di publik, ia tidak bisa menuntut Jaylin dengan kata-kata yang tajam. Yang bisa Inha lakukan hanya menyoroti Jaylin tajam dan mendesis, "kau mau apa sebenarnya, Jay?"

Jaylin menggelengkan kepala dengan cepat. "T-tidak ada, Inha. T-tapi aku tidak bisa melakukan apa yang kau minta."

"Kenapa!?"

"Senior S.Coups tidak akan menyukainya."

Inha mendecakkan lidah, hatinya sedikit mencelus mendengar pernyataan itu. Memang Seungcheol tidak menyukainya--fakta yang diketahui oleh banyak orang. Tapi mendengar Jaylin yang sudah dianggapnya sebagai rival berkata demikian membuat hatinya lebih sakit lagi. Ia lalu bersidekap, memandang Jaylin congkak. "Harusnya kau paham posisimu sekarang, Jay. Kau lihat sendiri, kan, di mana tempatmu sekarang?"

Don't forget to like and comment yaa kalau suka ^^

Expectation [Complete]Where stories live. Discover now