03. Witch

203 50 5
                                    

Diantara semua pasang mata itu, tidak ada yang menyadari bahwa sejak kedatangan Jaemin, satu-satunya bangsa penyihir disana bergetar ketakutan.

...

Tiga vampire pendatang itu berjalan ke depan sang Raja, dan membungkuk hormat. Banyak yang ingin bertatapan langsung dengan Sang Raja, posisi Jaemin, Han, dan Winter termasuk sangat beruntung. Sang Raja tidak pernah melunturkan senyumannya sama sekali, tidak ada aura kekejaman dalam dirinya, tapi si pemilik mata amethyst merasakan aura yang lain.

Winter melirik kursi sebelah kanan, tepatnya pada Karina yang kini sedang menatapnya. Ada perasaan lega dan takut sekaligus di hati Winter. Ia merasa diawasi.

"Selamat datang di Istana Lecienzelle, aku cukup salut mendengar kalian hidup di hutan Agroveea," Sang Raja berdiri dari duduknya, sungguh luar biasa menawan dengan jubah kerajaannya yang mewah, dipadu dengan surai perak yang bersinar dibawah mahkotanya.

Melihat ekspresi Jaemin yang sama sekali tidak menampilkan senyuman, sang Raja menambahkan, "Aku mewakili mereka untuk meminta maaf jika perlakuan mereka kurang memuaskan, mereka juga tidak lama ini berada di Istana," Yang mendengarnya tentu saja terkejut, terutama dua vampire perempuan yang disebut Raja,  tidak menyangka bahwa Raja mereka akan meminta maaf pada vampire pendatang itu.

"Sangat tidak pantas seorang Raja meminta maaf pada vampire rendahan sepertiku," Ucap Jaemin. Kalimatnya yang tidak sopan membuat para vampire yang duduk di kanan-kiri nya mencuramkan alis. Begitupula Winter yang menggigit bibirnya takut.

Sang Raja terkekeh ringan. "Aku senang kau datang kemari. Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa ada bangsa penyihir disini," Raja menatap Jaemin, Winter dan Han bergantian. "Kemari," Raja menyuruh penyihir itu berdiri didepannya, namun tatapan Raja tak lepas dari manik Jaemin.

Penyihir itu menundukkan kepala, tidak berani menatap mata Sang Raja.

"Katakan," Perintah Raja.

Seketika ruangan menggelap, tersisa satu cahaya merah pekat yang berpendar ditubuh penyihir itu. Dengan mata terpejam Ia berkata, "Amethyst telah datang, sang bulan memberkati kekuatannya yang maha dahsyat. Gantilah darah yang telah terbuang, kebenaran akan terungkap, tali telah terikat. Peti mati perlahan terbuka." Pijar Amethyst menyala sekilas ditubuh penyihir itu, seperti menunjukkan penglihatannya, kemudian ruangan kembali seperti semula dengan berbagai ekspresi diwajah para vampire itu.

"Yang Mulia, setiap bulan purnama kekuatannya akan bertambah, pemilik mata amethyst itu akan semakin kuat seiring berjalannya waktu," Ucap penyihir itu.

Sang Raja berbalik badan dan duduk di singgasananya, Ia menatap satu-persatu mata yang ada disana dengan tegas. "Shelegiel, Gazoora, Zellazar, Mordoo, Daveena, lima vampire terkuat. Bukan tanpa alasan aku membawa kalian kesini, mulai sekarang kalian telah menjadi pengikut resmiku,"

"Tapi-"

"Heejin, antarkan mereka ke kamar asrama."

Jaemin baru saja ingin menolak semua yang dikatakan oleh Raja, namun dirinya sudah berada ditempat lain sekarang.

"Kamarmu yang di ujung," Ucap Heejin pada Winter. "Kuharap kalian tidak meremehkan penjagaan Istana, bersikaplah dengan baik." Heejin menghilang bersamaan dengan kalimat terakhirnya.

"Kita di sekap?!" Han memekik membuat dua lainnya terkejut.

"Lebih halus dari itu," Jawab Jaemin.

"Jaemin, aku tidak mengerti, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Lirih Winter. Jaemin menghela nafas panjang, sejujurnya Ia juga tidak begitu mengerti, ia akan memikirkan nya dengan hati-hati.

"Pergilah ke kamar masing-masing, kalian jangan terlalu khawatir," Jaemin memberikan senyum penenang untuk Winter dan Han, kemudian masuk kedalam kamarnya sendiri.

Winter melirik Han, dan mengangkat bahunya acuh. Gadis itu kemudian memilih pergi, menilik setiap pintu-pintu kamar yang berada disana. Ada lima pintu, dan tempat itu memang seperti asrama.

"Asrama? Asrama vampire? Sejak kapan?" Winter bermonolog seraya memasuki kamarnya, dan seketika Ia merasa terhipnotis. Interiornya sangat mewah, sebuah ranjang dengan kasur berada ditengah ruangan, terdapat satu kursi panjang dan dua kursi sedang didekat jendela, dan ketika Winter berdiri didekat jendela, Ia bisa melihat laut dengan sangat jelas.

"Astaga, disini sangat indah," Winter membuka pintu yang membawanya ke balkon kamar, dan semuanya semakin jelas. Gadis itu sekarang tau bahwa bangunan ini terpisah dari Istana, dan tempatnya juga cukup tinggi. Cahaya emerald dari menara Istana memantul ke permukaan laut, membuatnya berkali-kali lipat lebih indah.

Hari masih siang saat Winter berdiri di balkon kamarnya, dan kini sudah malam namun gadis itu enggan pergi. Tiba-tiba kata-kata penyihir tadi terlintas di kepalanya. "Kebenaran akan terungkap?" Sayup-sayup suara Winter terbawa angin. "Peti mati perlahan terbuka, apa maksudnya?"

Gadis itu membulatkan matanya, apakah Jaemin akan ketahuan dan dihukum mati? Winter menggelengkan kepalanya pelan, Ia harus berbicara dengan Jaemin. Winter berbalik badan dan seketika Ia merasa akan mati seketika, jantungnya berdegup kencang melihat seseorang berdiri di didepannya.

"A-apa yang kau lakukan disini?" Winter mencuramkan alisnya,menatap orang itu tidak suka.

"Memperhatikanmu," Jawaban terang-terangan dari orang itu membuat Winter semakin mencuramkan alisnya. Jantungnya masih berdegup kencang, antara terkejut dan karena orang itu adalah Karina.

"Terserah!" Winter berniat melewati Karina, namun tangannya ditahan.

"Apa?!" Winter berteriak.

"Kau ingin kemana?"

"Yang Mulia, mohon untuk tidak merendahkan dirimu sendiri dengan mendekatiku, terimakasih." Winter menunduk sejenak dan melesat pergi dari kamarnya. Setelah pintu tertutup rapat, Winter menyandarkan punggungnya, menetralkan nafasnya yang menggebu-gebu.

Disana Ia melihat Han dan langsung berlari ke arahnya.

"Han!" Gadis itu merangkul Han dengan sangat erat.

"Hey, kau berniat membunuhku atau apa?" Ucap Han yang merasa rangkulan Winter terlalu erat.

"Ayo, aku ingin mengatakan sesuatu padamu," Winter mengatakannya dengan senyuman penuh makna, membuat Han bergidik ngeri.

"Kau ingin menyatakan cinta padaku?" Tanya Han pura-pura terkejut. "Astaga, benarkah itu?" Han balas merangkul Winter, lebih erat dan terlihat seperti mencekik gadis itu.

"T-tanganmu!!" Walaupun tubuh Han terbilang kecil, tapi tenaganya sangatlah kuat. Gadis itu berusaha sekuat tenaga melepaskan lengan Han dari lehernya. Merasa tidak berhasil, Winter mengeluarkan gelombang energi dari tubuhnya, membuat tubuh Han terpental kebelakang.

Celaka, Han tidak bisa mengimbangi gelombang  yang dihasilkan Winter, tubuhnya terus terdorong kearah jendela besar disana yang mengarah langsung pada laut.

"HAN!!" Winter baru saja ingin berlari menyelamatkan Han, tapi tubuhnya dihalangi oleh Yeji dan Heejin, bertepatan dengan tubuh Han yang menabrak jendela hingga hancur dan tubuhnya terlempar keluar.

"HAANNN!!!" Winter berteriak histeris. Disana Christ dengan kecepatan tinggi melompat menyusul Han, bahkan Winter hanya berkedip sekali dan kini Han beserta Christ telah berada dihadapannya.

"Astaga! Kau selamat?! Kenapa masih selamat?" Ucapan Winter membuat Christ, Heejin dan Yeji mengerutkan keningnya bingung.

"Kau bahkan hampir menangis tadi," Ucap Heejin.

"Itu hanya formalitas melihat teman yang hampir mati," Lagi-lagi jawaban Winter tidak sesuai dengan isi hatinya.

"Apa yang terjadi?" Kegaduhan itu membuat Jaemin keluar dari kamarnya. Christ, Heejin dan Yeji semakin mengerutkan keningnya melihat Winter dan Han hanya menjawab Jaemin dengan cengiran.

Tentunya kejadian itu tidak lepas dari penglihatan Karina.

•••

Btw nanti aku mau buat visualisasi karakter disini ya😽

Lama tak jumpa, semoga gak lupa😺

Amethyst Eyes In A Diamond Blood [NoMin]Where stories live. Discover now