Kemoceng

11 1 0
                                    

"Aaaaaa sakit pak, ampun, ampun, sakit."

"Kamu ini harus dikerasin supaya gede jadi anak berguna! Kalau dibilangin jangan membangkang!"

Gagang kemoceng rotan itu terus menghantam kulitku. Semakin keras teriakanku, semakin keras juga pukulannya.   Pukulan bapak tak main-main, ia hanya akan berhenti disaat aku tak mampu berteriak lagi. Setelah itu, ia menghela nafas lega dan tertidur di ranjangnya.
Aku sudah tak mampu untuk bersuara, lisanku bergeming dan air mataku terkuras habis. Lalu aku tertidur di ubin dingin kamarku, aku tak mampu untuk sekadar naik ke ranjang. Hingga suara ayam peliharaan bapak terdengar nyaring ditelingaku, aku tersadar.

"Oh sudah pagi ya? Hari ini aku akan menanggung kesalahan siapa lagi?"

Aku tertawa sangat kencang setelahnya. Aku tertawa namun air mataku terbawa. Miris. Kalau begini, masih adakah alasanku untuk hidup? Nurani menggodaku.

Tentang Rumah yang Tak Lagi RamahWhere stories live. Discover now