Chapter 1.0 | Sebuah kisah

87 7 0
                                    

"Ingat, di balik sebuah perbuatan ada masa lalu sebagai penyebab semua itu. Ingin melupakan tapi malah menambah rasa sakit,"

💅💅💅

"Setelah itu, apa yang terjadi?" tanya Jarda.

"Pembully an masih berlanjut hingga gue kelas enam SD. Disana, guru udah gak tahan liat gue yang terus di bully habis-habisan, kepala sekolah pun turun tangan untuk menangani kasus gue. Orang tua gue di panggil untuk bicara empat mata tanpa sepengetahuan gue. Mereka yang denger gue di bully seketika marah besar dan mengancam sekolah, jika pembully an masih terjadi ... SD tersebut akan diruntuhkan. Karena, gak bisa menangani kasus pembully an."

"Para guru yang kemarin mau ngelapor ke Mama dan Papa dan gue larang mulai angkat bicara. Mereka pun menceritakan semua hal yang gue lakukan agar Mama dan Papa gak tau kalau gue kena bully. Setelah mendengar hal tersebut, Mama dan Papa segera pulang dan menghampiri gue. Disana, gue ditanya banyak hal mengenai pembullyan yang terjadi. Gue sampek syok pas mereka bilang kalau mereka di panggil kepsek untuk menghadap soal gue."

Dezka tampak santai menceritakan masa lalunya, namun, di dalam hatinya yang paling dalam ada rasa trauma tersendiri. Saat dia melakukan pembully an, dia akan teringat masa lalunya dan lepas kendali.

"Lo gak bakal tau gimana menderitanya Dezka pas nyeritain hal ini. Sebelum lo jadi sahabat kita, Dezka sempet cerita hal ini sama gue, dia bilang, jika suatu saat gue dan dia mendapat teman baru di tingkat sekolah yang lebih tinggi, dia gak mau nyeritain hal pahit yang dia alami dulu. Dia cuma mau punya temen yang ada untuk dia, selalu sama-sama pas keadaan apapun. Orang lain gak perlu tau kisah kelamnya, orang lain cukup tau dia yang keras, pembangkang dan sombong, dia rela makek topeng itu demi nutupin trauma masa lalunya! Lo masih yakin mau ninggalin dia? Kalau—"

"Angga, cukup! Biarin dia yang nilai gue kayak gimana, gue gak bakal maksa dia kali ini," ujar Dezka menyela ucapan Angga.

"G-gue ...." Mulut Jarda sulit berbicara. Dia tak bisa mengatakan apapun, bisa di bilang dia cukup prihatin dengan apa yang di ceritakan oleh Dezka.

Jarda masih menundukkan kepalanya, hingga beberapa saat kemudian Angga berdiri dan menghampiri Dezka.

Dezka yang sedang dalam keadaan duduk, mendongakkan kepalanya saat Angga berdiri dihadapannya. "Dezka ... Gue, g-gue minta maaf atas semua ucapan gue tadi. Gue gak bermaksud untuk ninggalin kalian, gue gak tau kalau lo punya trauma sebesar itu mengenai pembullyan. Gue ...." Belum selesai Jarda berbicara, lelaki tersebut segera di peluk oleh Dezka.

"D-dezka ...." gugup Jarda.

"Tolong bertahan untuk gue sekali ini aja. Gue mau ngilangin trauma masa lalu yang masih terngiang-ngiang di diri gue, selain Angga gak ada yang bisa gue ceritain dan nerima keadaan gue seperti ini," gumam Dezka di balik telinga Jarda, air mata laki-laki itu mulai menetes perlahan.

Basah, itu yang dirasakan Jarda saat melepas pelukan Dezka. Bahunya basah dengan air mata seorang laki-laki lemah yang berusaha menghilangkan masa lalunya dengan berbuat masalah untuk dirinya sendiri.

"Iya, mulai hari ini gue akan selalu ada untuk lo! Lo bisa mengandalkan gue untuk hal apapun, gue gak akan diam. Gue akan berbuat apapun asal bukan hal yang menyakiti orang lain." Setelah mengatakan hal tersebut, mereka saling berpelukan dan kembali tertawa.

"Gitu dong! Baru sahabat gue." Dezka yang melihatnya hanya bisa tersenyum tipis. Jadi ini yang namanya sahabat? Baru kali ini dia merasakan apa itu sahabat, benar kata orang ... Mereka adalah orang yang memang selalu mengerti kita dan ada di keadaan apapun. Walaupun tak semua, tapi yang seperti itu hanya seorang sahabat.

***
Keesokan harinya, Dezka dkk mulai menyusun rencana pembullyannya kembali. Kini, Dezka akan merencanakan pembullyan Raja lebih keras agar laki-laki itu kapok dan jera mendekati Zalfa.

Mereka sedang ada di rooftop sekolah, Dezka tak ingin jika rencana mereka ketahuan lagi.

"Jadi, kali ini pembullyan yang gue rencanain sedikit lebih keras. Untuk lo berdua, kali ini gue akan libatin kalian, maaf, gue harus melakukan hal ini. Ini adalah pembullyan terakhir yang akan gue lalukan, setelah ini, gue akan pindah sekolah—"

"Kenapa? Kenapa harus pindah sekolah? Lo mau ninggalin gue sama Angga? Tega lo ninggalin kita?" sela Jarda

Dezka menghembuskan nafas pelan. "Gue gak mau libatin kalian lagi. Cukup ini jadi yang pertama dan terakhir. Gue ... Kemungkinan akan pindah sekolah ke luar negeri, gue gak mau inget masa lalu gue lagi. Kalian bakal selalu gue inget sebagai sahabat gue, gue gak akan lupain kalian."

Angga dan Jarda terlihat terkejut saat Dezka mengatakan hal tersebut, Dezka tidak heran dengan reaksi mereka.

Laki-laki itu sudah menduga dengan semua hal yang terjadi. Dia juga sudah merencanakan segalanya mulai dari pembullyan dan pengunduran dirinya.

Dezka mulai menjelaskan rencanya,"Jadi ...."

"Lo udah yakin sama rencana lo ini? Kemungkinan rencana lo ini bakal berjalan panjang. Akan ada banyak hal yang terjadi, lo gak akan nyesel 'kan sama yang lo rencanakan?" tanya Angga meyakinkan Dezka.

Tanpa fikir panjang, lelaki itu mengangguk mantap. "Tanpa penyesalan, tanpa rasa bersalah gue yakini bahwa rencana ini akan berjalan sesuai rencana walaupun gue tebak rencana ini nantinya pasti di luar kendali."

"Baiklah, gue udah gak bisa ngomong apa! Jalani apa yang lo mau, gue akan ngikut semua rencana lo," ungkap Jarda.

Dezka tersenyum mendengar ucapan Jarda, sahabatnya. Seberuntung itu dirinya mendapatkan sahabat yang memang benar-benar mengerti dirinya.

Angga berdiri dari posisi duduknya. "Baiklah! Karena rencananya udah di jelaskan, kita tinggal jalanin aja 'kan? Kalau gitu, kita tunggu besok. Gue akan kirim pesan pertemuan untuk Raja supaya dia ketipu dan masuk perangkap!" ujar Angga memberikan usulan.

"Yaps, lo emang bisa diandalkan! Sekarang, lebih baik kita—"

Pyang!

Suara benda jatuh dari arah luar pintu rooftop membuat mereka yang ada di sana mengalihkan pandangannya. Jarda mulai mendekati pintu rooftop takut-takut ada yang mendengar pembicaraan mereka.

Kriyet!

Suara pintu yang tarik oleh Jarda, dilihatnya tak ada siapapun di luar pintu rooftop. Jarda mengalihkan pandangannya kembali kearah kedua sahabatnya lalu menggelengkan kepala.

"Gak ada siapa-siapa." lapor Jarda.

"Palingan tikus atau kucing," tebak Angga remeh.

"Maybe, yok ke kelas. Lagian udah mau jam masuk," ucap Dezka melirik jam tangan yang ada di pergelangan tangannya.

Mereka segera turun ke lantai dasar dan berjalan menuju kelas mereka.

'Hampir aja,' batin seseorang di balik tumpukkan kardus.

Siapa dia?

TBC

Raja Brawijaya Where stories live. Discover now