Bab 21|Diorama Cinta Kaisar

605 58 0
                                    

Perjumpaan mereka bukan seperti Rama dan Shinta, yang saling jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun, seperti air dan api yang berbeda akan tetapi saling melengkapi~

(As-Sana)
***
Senja menampakkan wujudnya, matahari telah tergelincir digantikan rembulan. Tiba waktunya keluarga Mahendra datang ke rumah sahabatnya untuk membicarakan rencana baik mereka mengenai putra-putri keduanya.

Dalam acara makan malam ini yang juga merupakan suatu perjodohan di pihak Anjani dia ditemani bibinya Purba Sari dan  ayahnya Mahendra. Ibu dari Anjani telah meninggal sejak ia masih di usia kanak-kanak sehingga dari dulu Anjani adalah tanggung jawab Mahendra.

"Kenapa kau harus ikut?" protes Mahendra yang duduk di kursi samping kemudi bersama Pak Ali. Sari yang ditanyai pertanyaan menyebalkan dari kakak iparnya memberengut membuang muka ke samping.

"Tentu saja aku harus ikut. Aku ingin memastikan sendiri dengan siapa keponakanku akan menikah. Apakah dia pria yang tepat atau tidak?" jawab Sari sengal tidak enak. Pandangan kedua orang dewasa itu beradu pandang menunjukkan tanda-tanda pertengkaran.

Anjani duduk diam di kursi belakang, melihat bangunan rumah Kusuma yang mulai terlihat atapnya ketika mereka memasuki kawasan perumahan tersebut. Perempuan ini mengabaikan dua orang dewasa yang sedikit berdebat tentang pernikahannya.

Pak Ali sudah mengarahkan mobil memasuki pekarangan, ketika penjaga rumah Kusuma membuka gerbang utama. "Tuan mau saya bukakan pintu?" tawar Pak Ali pada Mahendra ketika mobil telah berhenti. Mahendra menolak secara halus, kali ini biar dia sendiri yang membuka pintu mobilnya.

Sari dan Anjani turun terlebih dahulu, Bi Surti yang melihat keluarga pihak perempuan sudah datang segera mengabari tuannya. Mata Sari memicing, membuka kacamatanya yang mahal.

Lumayan? pikirnya memperhatikan suasana bangunan rumah Kusuma yang cukup kokoh nan mewah. Sebuah bangunan rumah klasik yang telah dipoles dengan sentuhan arsitektur modern.

Kusuma menyambut kedatangan mereka bersama Bi Surti. Pria itu menyuguhkan seulas senyum hangat pada Mahendra. "Aku senang akhirnya kau berkunjung ke rumahku," kekeh Kusuma memeluk sahabatnya yang lama tidak pernah bermain ke sana semenjak almarhum ibunya Rukmini dan perginya Wijaya ke Kuala Lumpur.

Iris hitam Kusuma melihat sekilas pada perempuan muda berdress biru toska. "Dia Anjani putriku, dan ini Sari adik dari almarhum istriku," ucap Mahendra memperkenalkan dua wanita yang berdiri di belakangnya.

Anjani menunduk hormat, sementara Sari memasang senyum simpul mencoba ramah. Kusuma membalas perkenalkan mereka dengan baik dan langsung menggiring Mahendra bersama anak dan adik iparnya menuju ke rumah utama ruang makan.

Bi Surti menyambut mereka sembari mengulas senyum lebar, Liam Suni memaksakan senyum tipis. Sementara Kaisar, pemuda itu sedang berdiri di samping ibu sambungnya.

"Oh ya, Mahendra. Ini Kaisar, putra pertamaku yang sering aku ceritakan padamu." Kusuma meraih pundak Kaisar, Mahendra melihat sosok pemuda rupawan itu dengan senang.

"Dia tampan sepertimu," puji Mahendra.

Sari membuka mulutnya memperhatikan benar-benar wajah Kaisar, jika bukan karena tongkat tunanetra yang lelaki itu pegang Kaisar akan menjadi salah tokoh model prianya yang ia kejar. Aset yang bagus untuk agensi sama seperti Anjani yang menjadi permata berliannya.

'Luar biasa, ini sempurna. hidung mancung, bibir seksi yang tidak terlalu bervolume, wajah bak patung dewa Yunani. Dia akan menjadi berlian mahal. Sayang, dia buta ...,' gumam Sari dalam hati menghilangkan pikiran entertainment-nya yang selalu saja menilai penampilan orang untuk menjadi pundi-pundi rupiah.

"Kenapa Bibi?" tanya Anjani membuka suara menangkap raut muka Sari yang terbengong sebentar.

"Tidak, Bibi hanya merasa kalau kita terlalu lama berdiri di sini," tutur Sari mengalihkan pembicaraan. Kaisar yang menangkap suara jernih seorang perempuan asing ia tersenyum simpul. "Kau Anjani?" tanyanya.

Anjani yang dipanggil menoleh, ia beralih memandang pemuda tunanetra yang telah Kusuma kenalkan sebagai putranya. "Hmm," jawabnya singkat dan padat.

Kaisar mengulurkan tangan tepat di hadapan Anjani. Sari yang melihatnya mengerutkan dahi menyadari arah uluran tangan Kaisar benar tidak keliru. Ia mengira seorang tunanetra tidak mungkin mengetahui posisi lawan bicaranya. Namun, sepertinya dia salah  besar.

Anjani menyambut uluran tangan Kaisar sesaat menghormatinya. "Ku harap kita bisa berteman," kata Kaisar yang dibalasi kebungkaman dari Anjani.

Kusuma bersama Mahendra bahagia melihat interaksi putra-putri mereka. Tanpa membuang waktu lagi mereka makan bersama di meja makan, semua menikmati hidangan yang disajikan Bi Surti dengan hikmat.

Hingga acara makan malam berakhir, dan arah pembicaraan dua kepala keluarga itu mulai serius.

"Ya, mungkin ini terkesan terburu-buru. Tapi aku suka dengan Kaisar, ku rasa dia bisa menjadi suami yang baik untuk putriku."

Mahendra mengungkapkan pendapatnya terlebih dahulu. Liam Suni yang mendengarnya menahan geram, tangannya mengepal di bawah kolong meja. "Namun, semua keputusan ada pada Anjani. Ku rasa, aku akan membiarkan putriku yang menentukan pilihannya," terangnya lebih lanjut.

Kusuma menggenggam tangan Mahendra mulai membuka suara, "Aku juga, aku serahkan ini pada Kaisar. Kalau dia menyukai putrimu, aku akan dengan senang hati menerima niat baik ini. Jika tidak? Mungkin kita bisa menjadi teman baik saja. Bukan begitu?" sahut Kusuma membalas perkataan sahabatnya. Mahendra mengangguk tanda setuju.

Sari berdehem sejenak, memecah suasana harmonis di antara dua pria paruh baya yang tampak antusias dengan obrolan mereka. "Tunggu dulu Kakak Ipar, aku tidak bermaksud ikut campur. Tapi, aku rasa pernikahan ini tidak bisa dilakukan."

Sanggahan Sari yang mengejutkan, membuat Mahendra langsung memberikan tatapan nyalang yang tajam adik dari almarhum istrinya, tetapi Sari cuma menggendikkan bahu menolehkan muka pada sang keponakan yang duduk di sampingnya tampak asyik menikmati hidangan.

Iris Anjani berkilat, dia memperhatikan lelaki berbadan tegap yang kini duduk berhadapan dengannya. Mata Kaisar yang kosong, dengan rambut hitam legam seperti malam. Memang tidak dipungkiri lelaki itu cukup tampan dan rupawan.

Saat tak mendapatkan respon dari wanita bergaun toska tersebut, Sari menyikut lengannya memberikan kode.

"Bibi benar, pernikahan ini tidak bisa dilakukan kalau kami tidak memiliki kecocokan. Oleh karena itu, aku ingin berbicara berdua dengan Kaisar." Anjani mengulas senyum tipis, membuat Sari tersenyum lebar pada akhirnya.

"Bolehkan Ayah?" tanyanya pada Mahendra yang tampak cemas memikirkan sesuatu.

Karena tak ingin mengecewakan putrinya, Mahendra mengangguk kecil memberikan persetujuan untuk Anjani berbicara secara pribadi pada calon suaminya.

'Aku seperti pernah melihatnya, tapi di mana?' tanya Anjani dalam hati mengingat sekilas potongan memori wajah Kaisar yang seperti tidak asing baginya.

Kaisar cuma tersenyum tipis, memandangnya dengan tatapan kosong. Lelaki itu mengambil tongkat tunanetranya, mulai bersiap apabila Anjani memintanya pergi untuk berbicara berdua.
***
~Bersambung

Suamiku TunanetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang