Prolog

235 47 2
                                    

"Bitch."

Perempuan dengan rambut bergelombang panjang itu mendorong sosok yang ada di hadapannya itu. Sunggingan senyumnya itu seakan menggambarkan bahwa dirinya tak merasa bersalah.

Dress hitamnya yang sangat membentuk tubuh indah itu kini membuat semua perhatian menuju pada pemilik baju tersebut. Mereka sudah tak heran lagi dengan perempuan yang sering membuat kegaduhan di tempat dunia malam yang cukup terkenal di Jakarta ini.

Satu kata yang membuat mereka mengenal perempuan itu.

Anak pemilik Diskotik ini.

Zeline Magueile Jessy. Panggil saja Zeline, yang selalu khas dengan sifat keangkuhannya yang membuat orang muak dan selalu mengalah demi menghindar dari suatu masalah yang besar.

Zeline mengambil satu botol wine, ia menyipitkan matanya sesaat dirinya meneguk wine. Tangan kanannya meremas ujung sofa bar, sudah dihitung lebih dari sepuluh gelas Zeline sudah menghabiskan wine.

Perempuan itu mengangkat tangannya, lalu tersenyum miring ketika mendapati perempuan yang ia permalukan tadi.

"Gimana? berani lo sama gue?" tanya Zeline angkuh.

"K-kak, aku kan gak p-punya salah ke kakak.."

Zeline mencebikkan bibirnya, tatapan matanya seakan mengintimidasi perempuan itu dari bawah hingga atas.

Satu gelas berisi alkohol yang ada di atas meja bar langsung Zeline ambil, tangan kirinya kini memegang gelas itu dengan cantik.

byurr!!

Zeline tersenyum bahagia, tatapan sayu-nya itu membuat perempuan yang ada di hadapannya itu diam tak berani berkata.

Transparan.

Satu kata untuk menggambarkan keadaan perempuan itu. Bajunya yang dominan dengan warna putih dibagian atas membuat ia mendapati tatapan banyak dari lawan jenis.

"Rasain lo! Udah tahu kan kalau lo berani macam - macam sama gue?"

Perempuan itu menunduk.

"See you bitch!" Zeline melambaikan tangannya tepat di wajah perempuan yang ia hina.

Langkah kaki demi langkah perempuan itu terlihat meninggalkan bar, wajahnya ia tundukkan seakan menahan malu.

Berbeda dengan Zeline yang dengan santainya menghampiri kedua temannya yang berada di pojok ruangan.

Gadis itu tersenyum licik, "masih disini kalian berdua?"

"Tumben." tambah Zeline.

Shiren tersenyum tipis, ia membalas pertanyaan Zeline hanya dengan mengangguk pelan, setelahnya ia kembali fokus ke ponselnya.

"Gimana sama Arusha? Lo udah buat dia malu?" tanya Metta antusias.

"Udah, apa sih yang gak buat lo?" ucap Zeline kemudian ia mendecak saat menyadari bahwa ponselnya tertinggal di meja bar tadi.

"Gimana sama Rendra Zel?" tanya Metta lagi.

"Gampang, besok gua minta putus." jelas Zeline cepat.

Shiren mengerutkan keningnya, "Kenapa lo?"

"Handphone gue kayaknya ketinggalan di meja bar tadi, deh, gue kesana dulu ya."

Dengan kompak Shiren dan Metta mengangguk, cepat cepat Zeline melangkahkan kakinya menuju meja bar tadi, banyak siul siul genit yang membuatnya risih.

Merasa bodoamat, Zeline mengambil handphone nya itu yang masih stay berada di atas meja.

Zeline melirik sekilas ke samping kirinya itu. Kedua sudut bibirnya melengkung sempurna ketika ia melihat karya Tuhan yang sangat indah tepat berada di sampingnya.

"Sial, bibirnya pink banget." batin Zeline.

Ia akui, sejak kelas 10 ia sudah terbiasa hidup bebas dan tak mengenal batasan tentang pergaulan bebas, akibat dirinya anak broken home dirinya menjadi lebih tak tahu aturan hidup.

Zeline meneguk air ludahnya sendiri, ia memutar bola matanya. Ia harus ingat dengan prinsip nya yang tidak boleh terlihat 'Murahan' entah itu kepada siapapun terutama kepada laki - laki.

Zeline menjauhkan diri dari laki itu, kakinya kini melangkah jauh dan kembali pada kedua temannya.

"Kenapa muka lo merah banget Zel?"

Metta memerhatikan wajah Zeline sekilas, ia mengangguk setuju dengan pertanyaan Shiren.

"Muka gue merah? serius?"

Shiren berdeham seadanya, "kenapa emang?" tanyanya.

Zeline menggelengkan kepalanya, pikirannya masih diisi dengan bibir menggoda laki tadi.

Sial.

Mengapa Zeline bisa berpikir aneh aneh tentang laki itu?

"Tadi lo marahin Arusha gimana, dah, Zel?" tanya Metta heran.

"Ya gitu."

Metta mendecak, "ya gimana anjir?"

"Ya gue cuma ngancam dia biar gak berani sama gue." jelas Zeline.

Metta mengangguk paham, "gue yakin, sih, dia malu banget, Zel."

Zeline memutar

𝗚𝗔𝗥𝗗𝗔𝗣𝗔𝗧𝗜Where stories live. Discover now