8. Pengumuman

10 2 0
                                    

"Saya mau buat pengumuman penting. Dengarkan baik-baik."

Pak Yadi, guru olahraga yang merangkap sebagai wali kelas untuk 11 MIA 2 berdiri di depan semua anak didiknya dengan tegak. Murid-muridnya mulai menghentikan aktivitas mereka dan memasang telinga.

"Kita semua tahu kalau kelas 11 MIA 1 setiap tahunnya diisi oleh anak-anak yang senang dan berkompetensi di bidang olimpiade. Makanya, delapan puluh persen dari mereka memang diambil berdasarkan catatan nilai rapor tertinggi di tahun lalu dan sisanya dari siswa yang pernah ikut olimpiade nasional di SMP." Ia diam-diam melirik siswa yang duduk di barisan ke dua tengah menundukkan kepalanya tak acuh.

"Sayangnya, ada beberapa murid yang tidak tahan dengan persaingan kelas dan ingin mundur." Pak Yadi mengedarkan pandangannya. "Jadi, yang ingin saya sampaikan adalah, kalau di antara kalian memang ada yang berminat untuk mengikuti olimpiade bidang tersebut, silakan mendaftar ke Pak Karim sebelum Hari Senin. Untuk kejelasannya bisa kalian lihat di mading nanti."

Setelah guru berbadan atletis tersebut selesai berbicara, bel berbunyi. Anak-anak mulai berhamburan keluar kelas.

"Wisnu, yok!" Jun menghampiri mejanya, mengajak murid berkaca mata itu pergi ke kantin.

"Gak laper."

"Yaudah, gue ngantin ya sama Cakka."

Wisnu tidak lagi menjawab, ia kembali pada lks matematika yang tadi terpaksa ditutup saat wali kelasnya tiba-tiba datang. Ia mengambil kertas sele-sele baru, karena yang tadi sudah habis dipakai.

Matanya mulai mengeja soal, tapi otaknya malah memutar percakapannya dengan seseorang di garasi rumahnya tadi malam.

"Besok ada pengumuman soal kelas unggulan di sekolah lo. Pokoknya lo harus ikut. Atau---"

"Iya."

"Gue udah bayar sekolah mahal mahal, awas kalo lo gagal masuk sana."

"Tapi, Yah..."

"Lo mau---"

"Wisnu pasti lolos."

Ia menghela napas kasar. Sejak Pak Yadi memasang wajah serius dan memperhatikan dirinya, Wisnu tahu bahwa perubahan kelas ini merupakan ide ayahnya. Makanya, ketika pria itu mulai berbicara, ia hanya bisa menunduk dan mencoba tidak peduli.

"Wisnu? Kamu sakit?" Karin melambaikan tangannya tepat di depan wajah lelaki yang sedang melamun itu. Ia menggeleng.

"Udah makan?"

Tapi, tentu, Wisnu tidak menjawab. Karin hanya tersenyum tipis. Kalau sudah melamun begini, pasti ada masalah besar yang sedang Wisnu hadapi di rumah.

"Ayo makan dulu. Kamu butuh tenaga buat jawab soal-soal itu."

Pasrah, ia akhirnya mengikuti Karin yang menarik tangannya dengan gembira. "Kamu mau makan apa?"

"Lo?"

"Karna masih pagi, aku mau ngemil roti aja sih."

"Samain."

"Yeee tadi gue ajak gak mau, sama doi malah gak nolak. Dasar bucin." Arjuna, muncul dari lautan manusia bersama Cakka yang sedang memegangi cemilan di kedua tangannya.

Wisnu sontak melepas genggaman Karin, membiarkan gadis itu memilih roti untuk mereka dan berdiri di dekat Jun dan Cakka.

"Masih aja mainin perasaan anak orang," sindir Cakka yang dibalas tatapan tajam oleh Wisnu.

"Maksud lo?" tanya Jun tidak mengerti.

Cakka mengedikkan bahunya tak peduli. "Tanya aja sama sahabat lo." Lalu pergi meninggalkan mereka berdua dalam keheningan.

"Apa sih, Nu? Dia tahu apa tentang lo dan Karin?"

"Wisnu, yuk!"

Karin kembali dengan dua bungkus roti rasa stroberi di genggamannya, kemudian menarik ujung baju Wisnu agar pria itu mengikutinya.

"Kita langsung ke kelas atau gimana?"

"Duduk dulu," ajak Wisnu ke meja paling ujung yang sepi. Ia tidak suka menjadi pusat perhatian, jadi memilih tempat strategis adalah keputusan yang tepat selain langung masuk ke kelas yang kini pasti sudah dimasuki oleh Cakka.

"Kamu pasti mau nyoba kelas unggulannya, kan?"

Wisnu tersentak, darimana Karin tahu? Tapi kemudian sadar, gadis ini terlalu peka untuk membaca ekspresi wajahnya. Satu tahun bersama membuatnya sadar, bahwa Karin mengetahui hampir semua hal tentang dirinya.

"Anak dari kelas lain banyak yang ikut, Nu. Anak MIA 3 rata-rata daftar sih termasuk Dhito, wakil ketua osis kita. Kata Senja, persaingannya bakal ketat banget karna sebenarnya gak ada yang mundur, tapi kepala sekolah tiba-tiba berubah pikiran gitu. Aneh kan?"

"Enggak."

"Hah? Masa sih ga aneh? Aku merasa ada yang gak beres."

Wisnu memandangi wajah polos Karin. Ragu ingin mengatakan yang sebenarnya atau tidak. Sebelum akhirnya berkata, "Perasaan lo aja."

"Ya udah kalo nggak percaya. Tapi kamu jawab soalnya hati-hati, ya? Tau sendiri sekolah kita suka ngasih soal yang menjebak."

Wisnu mengangguk. Ia tahu, sekolahnya sedang mencoba melakukan berbagai cara untuk mendaftarkan diri sebagai sekolah internasional. Makanya, dua tahun ke belakang beberapa guru mulai mengganti metode mengajar dan tipe soal menjadi lebih detail.

"Lo nggak ikut?"

"Aku?" Karin tertawa. "Kamu tuh ngejek, ya? Mana bisa orang yang sering remedial biologi masuk ke kelas Einstein? Hahaha."

"Gue ajarin."

Karin tersipu mendengarnya. Padahal hanya dua kata dan tidak menjerumus ke hal romatis, tapi ajakan Wisnu yang sangat langka diberikan kepada orang-orang membuat Karin ingin terbang sampai ke langit ke tujuh. Ya, walaupun nanti ujung-ujungnya Wisnu berakhir emosi dan meninggalkannya di ruang tamu sendirian karena Karin tak kunjung mengerti.

"Enggak. Aku emang seneng sih bisa sekelas sama kamu kayak sekarang, tapi aku juga nggak bisa maksain keinginanku kalau aku sendiri gak punya kemampuan, Nu."

Wisnu tercekat. Ia memasang wajah yang lebih dingin lagi. Lalu bangkit dari duduknya. "Lo duluan aja, gue kamar mandi."

••

Wisnu itu bisa ngomong kok gaes, tapi ya irit aja gituuu

Wisnu itu bisa ngomong kok gaes, tapi ya irit aja gituuu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cakka

D

ipublikasikan ulang 11 Januari 2024

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 11 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Antara (Wonwoo, Yerin, Jun)Where stories live. Discover now