(36) Triantaéki; Suddenly Confession

152 41 47
                                    

Kepala Luvia terasa pusing dan berat. Tetapi setidaknya ia merasakan kenyamanan di bawah kepalanya. Kemungkinan benda lembut dan empuk diletakkan di sana karena sekujur tubuhnya juga merasakan kenyamanan yang serupa.

Setelah mengumpulkan kesadarannya yang sebelumnya terpencar-pencar, Luvia membuka mata dan lagi-lagi mendapati dirinya berada di ruang kesehatan sekolah. Kali ini Luvia tidak mendesah kecewa karena berakhir di sana. Bagaimana pun juga itu lebih baik daripada melihat pemandangan Shades Forest yang dipenuhi oleh yokai.

Bicara tentang yokai Luvia sama sekali tidak tahu apa yang telah terjadi. Seingatnya ia berhasil menangkap Nekomata, tetapi di akhir Luvia samar-samar ingat dirinya bertengkar dengan Ellise sebelum akhirnya bertemu Kitsune. Kejadian setelahnya Luvia sama sekali tidak ingat.

Mungkinkah ada seseorang yang menyelamatkannya dari Kitsune dan membawa Luvia ke sini? Jawabannya langsung ia temukan ketika melihat Aveo yang tertidur dalam posisi duduk di sebelah Luvia. Wajah adiknya itu terlihat lesu karena kelelahan. Tanpa sadar tangan Luvia terulur, niatnya ingin mengusap pucuk kepala Aveo, tetapi lengannya hanya sampai di dagu.

Merasakan sentuhan dingin dari tangan Luvia membuat kelopak mata yang dihiasi bulu mata tebal itu membuka, memperlihatkan manik amber yang seindah langit senja. Begitu melihat Luvia yang sudah bangun, mata Aveo melebar terkejut.

"Kakak sudah bangun? Apa ada yang sakit? Mau kupanggilkan petugas medis?" tanyanya beruntun, ia bahkan sudah bangkit dari kursinya dan akan melangkah ketika tangan Luvia dengan cepat menahan pergerakannya.

"Aku tidak apa-apa, Aveo. Bukankah hal seperti ini sudah sering terjadi? Tidak perlu khawatir," ucap Luvia mencoba menenangkan adiknya.

Akan tetapi hal itu tidak berdampak apapun pada Aveo, justru ia kelihatan marah setelah mendengar kalimat yang diucapkan Luvia. "Bagaimana aku tidak khawatir? Di Shades Forest aku mendengar Kakak berteriak, dan saat menemukanmu kau sudah tak sadarkan diri dengan cucuran darah dari kepalamu! Lalu kau pingsan selama dua hari dan tubuhmu terus terasa sedingin es. Aku benar-benar nyaris gila karena khawatir, tahu! Tapi Kakak malah bersikap sesantai itu, bagaimana bisa kau seperti ini?!"

Jadi aku menghabiskan libur dua hari setelah ujian hanya dengan berbaring di sini?! batin Luvia terkejut. Padahal rasanya ia hanya memejamkan mata sebentar. Namun bukan itu masalahnya, Aveo benar-benar marah padanya sekarang. Ini hal yang jarang terjadi.

"Aku bahkan sudah berniat untuk memberitahu Ayah dan Ibu kalau hari ini Kakak tidak bangun juga." Aveo lanjut berbicara, wajahnya terlihat sangat serius.

Seketika Luvia panik, ia cepat-cepat bangun dari tidurnya dan memegang tangan Aveo sambil memohon. "Tidak. Jangan beritahu mereka, Aveo. Kumohon..." katanya sungguh-sungguh. "Baiklah, aku akan lebih berhati-hati mulai sekarang. Kupastikan hal seperti ini tidak terjadi lagi."

Aveo tidak mengatakan apa-apa, tetapi raut wajahnya seolah mengatakan, "Apakah ini leluconmu yang lain? Setiap kali berkata begitu kau selalu berakhir di tempat ini setelahnya." Pemuda itu menghela napas, mencoba mengusir gemuruh di dadanya.

"Kau bahkan tidak bisa membedakan yang baik dan buruk, bagaimana bisa kau berkata seperti itu?" gumamnya pelan, tapi masih bisa didengar oleh Luvia.

Gadis itu tersenyum dan menggenggam tangan adiknya. "Aku 'kan punya adik hebat yang bisa melindungiku, hehe. Jadi aku akan baik-baik saja."

"Tidak ada gunanya menghiburku dengan cara seperti ini," sahutnya. Meski begitu Aveo tetap menghela napas lega dan duduk tenang kembali di kursinya.

Luvia baru akan melontarkan kalimat untuk menggoda Aveo lagi sebelum kedatangan seseorang membuatnya tersentak kaget, ia refleks menegakkan punggung begitu orang itu menghampiri mereka berdua.

Mystika NyctophiliaWhere stories live. Discover now