068 - Takdir

196 21 13
                                    

Happy reading_

•••

Tidak ada yang salah dengan takdir, mungkin cara kita dalam menghadapinya yang perlu diperbaiki.
—Tirta Amarta

•••


Seorang gadis sedang mengerjapkan kedua kelopak matanya perlahan, dia melihat sekitar sembari mengumpulkan nyawa.

"Kak Tirta?" ceplos Alayya langsung beranjak ketika mengingat mimpinya, sontak menoleh ke sekitar. Tidak ada orang, ke mana mereka.

Saat hendak masuk kamar Tirta ia mendengar percakapan beberapa remaja yang kebetulan berada dalam satu ruang itu.

"Jangan sampai Aya tahu, aku tidak ingin dia sedih," saran Tirta kepada mereka, setelah dokter memeriksa. Ini semua gegara Jovan yang takut terjadi hal buruk kepada kakaknya.

Pada akhirnya asbara tahu apa yang selama ini Tirta sembunyikan, pikiran Aegir hanya satu. "Kenapa lo tanggung sakit ini sendiri, Kak?"

Setuju dengan kalimat Aegir, Nuha pun menambahkan, "Ini nggak adil. Masak kita mulu yang ngasih lo luka sedangkan elo ... bahkan kita baru tahu lo punya penyakit ini."

Garis senyum terbit begitu saja, Tirta menatap Jovan yang sejak tadi tak berkutik di sampingnya. Pasti cowok itu tengah merasa bersalah karena sudah melanggar janji.

Sejak tahu penyakit yang dideritanya, Tirta meminta agar merahasiakan dari asbara full team. Dia hanya tidak mau menjadi pengganggu atau beban pikiran untuk mereka.

"Jo ...."

"Sorry, Kak. Gue nggak punya cara lain, saat lo ngomong tidur di depan Aya gue takut lo ...." Perkataan Jovan menggantung saat itu juga dia memeluk Tirta ala lelaki. "Gue takut lo nggak akan balik!"

"Aku sudah katakan, biarkan aku tidur sebentar. Sebentar, Jo," jawabnya mengusap punggung adiknya. "Gue nggak tau seumpama lo pergi, gue sama siapa!"

"Jo ...."

Obrolan mereka terpotong oleh suara barang jatuh tepat di depan kamar Tirta, Aegir pun segera mengeceknya. Karena yang ia tahu Alayya masih tidur pulas di ruang keluarga, bahkan gadis itu tidak tahu kedatangan dokter spesialis Tirta ke rumah ini.

Alayya gampang sekali tertidur terutama dalam dekapan Aegir, itu sebabnya saat menonton film dapat setengah jalan, ia sudah menyelam ke dunia mimpi.

Aegir terkejut saat melihat Alayya berlari keluar rumah, terlihat gadis itu mengendarai motor tanpa helm.

"Ay! Aya, lo mau ke mana?" teriaknya tidak kunjung mendapat gubrisan dari empu nama. Mendengar Aegir berteriak Nuha dan Valdrin keluar. "Gir, Aya mau ke mana?"

"Nggak tahu, gue susul dulu." Aegir segera menyusulnya. "Apa dia mendengar percakapan kita, terus merasa kecewa pas tahu kita kita berusaha menyembunyikan sesuatu darinya."

"Woi, tunggu bege! Gue ikut!" Nuha dan Valdrin menyusul Aegir.

Ketiga motor itu berkendara cukup bar-bar, bagaimana tidak Alayya yang berusaha menghindari Aegir dan sebaliknya cowok itu malah mengejar. Di belakang Aegir, ada Valdrin yang membonceng Nuha.

"Cepetan, bege!"

Valdrin berdecak. "Motor gue terbebani gegara bonceng lo, Nyet!!"

"Heleh, yang ada nih motor dapet rejeki bisa gonceng orang ganteng!" Nuha dengan kepercayaan diri yang tinggi.

"Bubble ... Aya awas!!" teriak Aegir melihat bis di persimpangan jalan, entah Alayya melihatnya atau tidak. Sebelum ....

Gadis itu membelokkan motornya ke sebuah pasir kontruksi agar tidak menumbuk bis yang cukup besar, dia langsung terbanting begitu saja di atas tanah.

RECAKA [END]Where stories live. Discover now