35. Full Sun 🌻

3.8K 260 11
                                    

🌻🌻🌻

Waktu itu, tak Haechan sangka jika akan menjadi hari terakhir nya di manjakan oleh sang Ayah. Di ruangan IGD yang dingin ini dan suara berisik alat medis ini, membuat Haechan membuka matanya ramang-ramang. Melihat dengan pandangan sayup-sayup dirinya, yang sedang di tangani oleh Dokter.

Di luar sana ia bisa melihat jelas, orang-orang yang sedang menangisi dirinya. Semua orang yang Haechan kenal, semuanya ada di sana. Di balik pintu yang besar itu.

'Maafin Ayah Haechan,'

'Haechan harus janji ke Ayah, sebelum kita berangkat ke China. Haechan mau rajin check up'

Ingatan tentang perkataan ayahnya terputar jelas di kepalanya. Satu lagi hal hal yang ia ingat, 'Haechan lo gak boleh ninggalin gue'. Padahal ia ingat jelas kakaknya itu pernah melarang Haechan, agar tak pernah meninggalkan Mark.

Haechan kembali merasakan suasana yang tak biasa. Rasa hening dalam dirinya perasaan yang tak mengenakan. Haechan yang sebelum nya takut akan hal ini suatu saat akan terjadi, darah, kecelakaan ia sudah berfirasat sejak awal. Rasa takut Haechan tidak sebanding dengan mereka yang menyaksikan nya di dalam sini.

'Haechan takut'

Haechan mendengar jelas suara Isak tangis dari luar sana. Sungguh perih mendengar suara tangis ketidakberdayaan mereka. Haechan memejamkan matanya, merasakan air mata yang terus membasahi pipi tembam nya. Membiarkan nafasnya memburu, dari balik masker oksigen yang suster pegangin.

Matanya kembali terbuka lemah. Ia menengok ke arah pintu kaca yang ada di sana. Ada Mark dan Hendery, lengkap dengan noda darah bekas lukanya, yang masih ada di tangan dan pakaian mereka. Mereka terlihat pucat dan mata mereka sembab, akibat terus menangisi dirinya. Haechan merasa sangat bersalah karena telah, menyebabkan kedua Kakak nya begitu.

'Bang Guan mian, Haechan bodoh karena gak ngenalin Abang dari awal.'

Ingatan saat pertama kali bertemu kembali dengan Hendery terputar di kepalanya. Saat-saat di mana seharusnya ia memeluk tubuh itu, saat-saat yang seharusnya ia bukan meninggalkan Kakak nya itu. Seharusnya ia mengenali nya dari awal, tapi bodohnya ia malah sibuk dengan kesedihan nya. Tanpa sadar jika Kakak yang selama ini ia rindukan, ada di sisinya selama ini.

'Padahal Haechan masih mau sama-sama kalian lebih lama, tapi ternyata Tuhan berkata lain ya,'

Pip

Suara nyaring dari layar monitor menandakan garis lurus. "ENGGAK!!!, HAECHAN LO GAK BOLEH PERGI!!"

"Alat pacu jantung!!!" Teriak Taeyong mengintruksikan.

Alat itu langsung segera di siapkan oleh suster, "Alat sudah siap!"

Cepat-cepat Taeyong mengambil alat itu dan bersiap menyentuh kan nya ke jantung Haechan.

"150 Joule! Satu, dua, shoot"

Dug

Tubuh Haechan ikut terangkat mengikuti arus listrik dari alat pacu itu. Sekali lagi Dokter memakai kan alat itu pada Haechan.

"Tambah! 200 Joule!"

"Siap!"

"Satu,dua, shoot"

Dug

Suara tangisan terus pecah dari luar ruangan, sementara Taeyong sedang berusaha kuat, untuk menyelamatkan Haechan. Keringat bercucuran bersatu dengan air mata.

"Daya kejut maksimal!"

"Satu,dua, shoot!"

Dug

'Gak adil kalo Haechan pergi kaya gini, Haechan mohon selamatkan Haechan' Batin Haechan menjerit.

A Little Story Full Sun | Lee Haechan ✓Where stories live. Discover now