Eps 13 broken trust

305 44 1
                                    

Renja berlari di sepanjang koridor bersama razka. Sepulang dari rumah tadi, renja mengirim pesan pada nandra dan balasan pesan dari nandra membuatnya terkejut dan lemas seketika. Razka masih dekat dengan rumah renja melihat sahabatnya itu berlari dan menangis memanggil nama rayan membuatnya bingung dan ikut berlari mengejarnya.

BRAK!

Sampai di depan pintu itu tanpa aba-aba ia langsung masuk ke dalam dengan membuka keras  pintu, terdengar kuat dan keras. Ia lalu mendekat ke arah nandra yang terkejut melihat renja dengan wajah yang sudah sembab dan merah.

PLAK!

PLAK!

Dua tamparan berhasil mendarat ke kedua wajah nandra yang sekarang merah. Tamparan yang menyakitkan, seperti ini rasanya di tampar oleh kakak kandungnya sendiri dan ini yang di rasakan raya  saat papanya itu melakukan hal ini.

"Apa yang kau lakukan di sini? Ingin menyakitinya lagi? Bukannya aku sudah bilang untuk menjaganya! Kau tidak mengindahkan perkataanku?!" Bentak renja pada nandra. Tangannya sakit akibat menampar adiknya itu, jika di perhatikan juga wajah nandra sembab dan kantung mata yang menghitam. Ia kasian melihat keadaannya tapi emosinya yang tidak terkontrol membuatnya berani melakukan hal itu.

Nandra tertunduk, tidak menjawab bentakan itu. Ia sudah lelah menangis dan lelah untuk berbicara ia memilih untuk diam. Ingin mengatakan tentang keadaan yang sebenarnya situasinya sedang tidak baik. Tangan renja menarik kerah nandra agar mata pemuda itu menatapnya namun nandra masih juga tidak menatapnya. Kepalan tangan kembali ingin ia layangkan sampai seseorang berteriak dari arah belakang

"HENTIKAN RENJA JANGAN PAKE KEKERASAN! INI RUMAH SAKIT!" razka mendekat dan menjauhkan nandra juga renja yang masih tersulut emosi.

"Dia juga adik lo, harusnya lo dengerin penjelasannya dulu jangan asal main pukul aja. Kita juga baru aja pulang dan ga tau kejadiannya kayak gimana" razka menenangkan renja dan cara itu sepertinya berhasil. Tanpa berkata apa-apa  renja mendekat ke bangkar rayan 
"pergi!!" Ucapnya penuh penekanan.

Nandra tau perkataan itu di layangkan untuk dirinya, sebab memang semua ini salahnya. Salahnya karena tidak menjaga rayan dengan baik hingga kejadian seperti ini terjadi. Nandra keluar dari sana meninggalkan renja dan razka yang mencoba menepuk-nepuk pundak renja untuk menenangkannya hingga terdengar suara tangis renja terdengar bahkan dari luar.

Nandra menatap keluar dari batas kaca, bagaimana tangisan yang sangat menyayat hatinya. Kakaknya yang selalu ceria di depannya yang selalu memberinya semangat kini menangis sejadi-jadinya. Tak ingin mendengar suara tangisan itu nandra memilih pergi dari sana menuju taman rumah sakit untuk menenangkan pikirannya. Hal yang sangat mengejutkan terjadi dalam satu hari seperti saat itu.

"Ren tenangin diri lo, gue yakin ray baik-baik aja. Lo tau kan ray itu kuat" razka terus memberi kata-kata penyemangat untuk sahabatnya.

"Nangis aja gak papa"

Terdengar lagi suara isakan tangis dari renja saat melihat keadaan adiknya. Ia marah pada takdir sang adik, ia marah pada dunia kenapa harus sekejam ini pada adiknya. Dengan tepukan hangat dari sang sahabat membuat tangis renja perlahan berhenti. Ia marah pada ayahnya dan nandra. Sekejam itu mereka membuat rayan tak sadarkan diri.

Drttt drttttt

Ponsel milik razka berdering membuat sang empu berjalan keluar untuk menerimanya setelah melihat siapa yang menelponnya.

"Kenapa ji?"

"Kak lo ada di mana? Kok belum pulang ayah sama bunda nyariin"

Razka menghembuskan nafas pelan " ada di rumah sak-"

Jidan mengerutkan keningnya "ngapain ke sana, sakit?"

"Ga, nemenin temen adeknya pingsan"

"Teman yang mana? Seinget gue kan gak punya temen di sini lo bang"

"Renja, temen yang sering  gue ceritain sama lo. Dia kayanya seumuran sama lo deh, di liat-liat lo satu sekolah, namanya rayan adipta, lo kenal?"

Tidak ada balasan dari sebrang, jidan terkejut dengan perkataan kakaknya itu. Rayan, Rayan adipta anak yang sering dia bully sekarang tidak sadarkan diri dan berada di rumah sakit karena perbuatannya tadi sore (?).

"Jii.."

Seakan tersadar karena suara kakaknya, ia berbicara dengan nada normal yang pasti masih terdengar takut "o-oh gak kenal gue kak. G-gue pernah dengar namanya tapi gak kenal orangnya karena beda kelas"

Razka mengangguk seakan tidak curiga dengan ucapan yang terdengar sedikit gugup itu. Cukup tau sekolah jidan bukanlah sekolah kecil dan alasan itu masuk akal untuknya yang tidak mengenal seluk beluk sekolah favorit.

"Oh gitu...yaudah gue tutup, mungkin pulangnya sore atau malem. Bilang sama ayah sama bunda"

Terdengar deheman dari sebrang dan segera memutusnya. Mengantongkan kembali ke saku celana dan kembali masuk ke dalam menenangkan renja yang menangis.











Nandra masih duduk di sana memandang kosong ke arah depan mengingat kembali kejadian-kejadian di mana ia memperlakukan adiknya dengan kasar dan hanya melihat ayahnya memukul bahkan mengurungnya tapi adiknya itu masih bisa tertawa dan tersenyum dengan wajah yang lebam.

Pernah adiknya meminta tolong padanya namun, ia mengabaikannya seakan permintaan tolong itu hanya angin belaka dan pergi menuju kemarnya. Tidak ada tangisan, tidak ada kesakitan, hanya senyuman setiap pagi yang selalu ia berikan dengan tulus.
Bahkan saat ia demam waktu itu hanya rayan lah yang merawatnya dengan sabar dan ikhlas tapi dia tetap mendapat perlakuan yang buruk darinya.

"Nan, ngapain di sini? Lo berantakan pulang terus beristirahat"

Razka berjalan menuju kantin rumah sakit untuk membeli makanan mengingat dia dan renja belum makan. Saat berjalan dia mendengar orang-orang di sana mengatakan di taman ada anak pemuda yang sangat berantakan. Karena rasa penasaran razka yang tinggi, akhirnya ia mendekat ke taman. Dan benar saja, pemuda yang duduk di taman memandang lurus ke depan dengan penampilan yang sangat berantakan. Berjalan mendekat dan menepuk pundak itu membuat pemuda itu tersadar.

"Tapi rayan..."

"Pulang nan terus istirahat, renja sama ray biar gue yang jaga ntar kalo dia bangun gue kabarin lo"

"Tapi bang.."

"Nandra"

Sudah tidak punya tenaga untuk berbicara ia menganggukkan kepalanya lantas berjalan pulang menjauh dari sana mengikuti saran razka. Sedangkan razka tersenyum sendu melihat hubungan keluarga sahabatnya. Rumit sekali. Padahal dulu dia sangat iri dengan keluarga sahabatnya  namun sekarang berbalik.

Razka meninggalkan tempat itu dan kembali menuju tujuannya untuk mencari makan. Karena perutnya juga berbunyi sedari tadi.






Bersambung...

Sorry for typo's

Terpublikasi: Selasa 13 juni 2023
Revisi:-

Homesick [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora