BAB 4. Cardboard

21 9 88
                                    


"You are my sweetest devotion"

Bunyi derap langakahnya berbeda. Ketipak-ketipuk sepatunya ringan dan cepat. Napasnya memburu, keringatnya menetes satu dua. Gadis bermata hitam itu sukses membuat Abizhar geleng-geleng kepala. Matanya berbinar menemukan Abizhar sudah berdiri di depan sekretariat himpunan mahasiswa kimia.

"Zhar!" seru Dinara senang. Ia berusaha mengatur napasnya. Wajahnya merah terkena sinar matahari dengan sekali gerakan ia mengusap keringat di dahinya.

Abizhar sudah menganga hendak berucap tapi Dinara langsung meraih jus buah naga di tangan Abizhar dan menenggaknya hingga tinggal seperempat membuat Abizhar mengurungkan niatnya untuk berucap, "Maneh bawa plakat yang urang minta kan... Zhar?" ucapnya satu dua karena masih mengatur napas.

Abizhar menyodorkan sebuah plakat untuk Universitas Bandung "Nih"

Dinara langsung menyeka keringatnya kembali sambil memberikan jus buah naga milik Abizhar yang tinggal seperempat, "Pengertian banget deh sahabat satu ini, ahh nikmat!"

"Pengertian endasmu*! Kapalan nih kaki urang lari kaya orang kesurupan ke rumah maneh ngambil plakat. Bilang makasih kek" Dinara malah terkikik lalu menoyor jidat Abizhar, "Maneh pikir jarak rumah maneh ke rumah urang kaya lari dari sini ke Sabang? Atau ke Merauke?" tentu Dinara sama sekali tidak merasa bersalah, yang ditoyor kepalanya justru semakin cengengesan.

"Maneh yang harusnya berterima kasih ke urang, kalau urang ngga telepon pasti maneh bolos matkul Pak Asep kan? Soalnya maneh ngga akan bangun kalau alarm yang bunyi" Abizhar seperti ditegur hantu belau, suaranya mogok. Hanya senyum yang terus ia tunjukan.

"Urang juga tahu maneh belum mandi kan? Cuma gosok gigi, basahin jambul rambut dikit sama cuci muka doang terus cuma pakai kaos kaki sebelah" senyum Dinara mengembang hingga gigi gingsulnya terlihat sementara Abizhar hanya memandangi mata hitam gadis itu dengan sebelah kaos kaki yang dipakainya secara bergantian. Dinara terlalu banyak tahu tentangnya.

Dinara bangkit dari duduknya sambil membersihkan rok, "Ish ribet banget deh urang kalau pakai rok" gerutunya.

"Ya siapa suruh pakai rok, maneh kan pakai rok kalau mau jalan aja sama si bangke

-Tama- tumben-tumbenan acara kampus pakai rok"

"Ah! Atau jangan-jangan maneh mau genit ke cowok-cowok kimia UB ya? Ngaku maneh!" ucap Abizhar sambil menunjuk jidat Dinara dengan jari telunjuk.

Mata hitam Dinara membulat, "Ngga ih, naik tingkat dong masa ngincer anak kimia lagi. Anak pertambangan aja gimana? Maneh buka instagramnya UB hits gih, cariin anak tambang di sana terus rekomendasiin ke urang ya, see you ntar malam di rumah Rani, Zhar. Bye!"

"Jangan genit woy! Bosen hidup ya maneh?!" teriak Abizhar sambil memandangi Dinara berlari menjauh. Bahkan bunyi derap langkah kaki Dinara yang ringan dan pendek-pendek saja, Abizhar sangat suka.

Ingatan Abizhar melayang ke memori tiga tahun yang lalu,

Di tengah kekisruhan sore mendung di bulan Agustus, gadis bermata bulat itu kembali muncul untuk naik angkot berwarna jingga dengan pelet hijau. Ia duduk berhadapan dengan Abizhar di dalam angkot. Ia beberapa kali menarik lengan sweaternya yang oversize, tangannya menenteng kertas karton berbentuk segi enam yang tulisannya sudah luntur tapi Abizhar masih bisa membacanya,

Kelompok : Xenon

Nama : Iodium

Membaca nama di karton tersebut, Abizhar menyernyitkan dahinya, nama yang aneh. Tapi pemiliknya sangat murah senyum. Entah karena hatinya yang sedang bahagia atau musik yang didengarkannya lewat earphone, yang pasti ia tersenyum dari awal masuk angkot hingga angkot berhenti di gang kecil yang menurun dan terjal. Abizhar membiarkannya turun lebih dulu. Gerimis halus berjatuhan di baju putih dan celana abu-abunya, hari ini adalah hari ketiga ospek universitas. Gadis dengan derap kaki ringan itu hanya beberapa langkah di depan Abizhar, beberapa kali ia menyenandungkan lagu yang Abizhar sendiri tak paham akan liriknya. Yang pasti bukan Bahasa Inggris, Indonesia apalagi Sunda. Gerimis semakin rapat dengan angin yang menderu membuat gadis itu bergegas mengeluarkan payung polkadot hitamnya. Lalu ia membalikan badannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Weak TiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang