Modus Ronda Malam

13.7K 268 40
                                    

"Pak, Awan ikut ya? Takut di rumah sendirian," ucapku ketika bapak hendak pergi keluar rumah karena katanya hari ini jadwal dia pak Kades untuk ronda malam.

Sebenarnya aku agak aneh. Kami baru saja pindah dua hari lalu, masa iya jadwal ronda sudah keluar. Apalagi pak Kades sampai mau datang ke sini hanya untuk mengajak bapak, padahal rumahnya cukup jauh dari rumah kami kalau ditempuh dengan jalan kaki.

Oh iya, perkenalkan. Namaku Brian, aku adalah seorang remaja SMP. Ibuku meninggal beberapa bulan lalu, semenjak itu bapak jadi sering terlihat muyung sampai akhirnya dia memutuskan untuk membawaku pindah ke kampung ini dan meninggalkan semua yang sudah digapainya di kota. Bapak bilang dia melakukan ini demi aku juga, supaya kami terbiasa tanpa kehadiran ibu.

Bapaku sendiri adalah seorang pria berumur prima. Bapak berusia 43 tahun, dia memang agak telat menikah makannya umurnya terpaut jauh dariku. Bapak sendiri berperawakan tidak seperti bapak-bapak kebanyakan, perutnya agak sedikit membuncit tapi masih berorot, dadanya juga kencang dan tangannya kekar. Ini karena bapak bekas angkatan laut jadi otot di tubuhnya terjaga meski saat bapak sudah mengundurkan diri pasca ibu meninggal. Kulit bapak coklat eksotis, berbeda dengan aku anaknya yang kontras 360 derajat terbalik.

Aku tidak begitu paham, tapi yang kutau banyak sekali orang yang menyukai bapak. Mungkin karena dia tampan? Sepeninggal ibu, banyak sekali tante-tante yang mencoba menjilatku supaya bisa menarik hati bapak. Tapi sayang, bagiku tidak ada ibu lain selain ibuku jadi aku menolak mereka mentah-mentah diikuti oleh bapak yang sepertinya juga risih dengan keberadaan mereka.

Kembali ke cerita, pak Kades menyuruh bapak supaya bergegas. "Ayo pak Joko."

Bapak terlihat tidak tega meninggalkan aku. "Saya boleh bawa Awan ya pak? Kasian belum terbiasa di rumah sendiri dia, kami kan baru pindah."

"Bukan saya nggak bolehin, tapi kasian nanti nak Awan malah sakit. Angin malam nggak baik untuk anak-anak pak."

Aku memeluk bapak, sejak kepergian ibu aku jadi semakin manja kepada bapak. Aku bukan anak-anak, aku ini remaja. "Bapak, jangan pergi."

"Kalau gitu saya izin boleh pak? Saya bayar dendanya aja nggak apa-apa," tawar bapak pada pak Kadea.

Pak Kades terlihat melotot marah padaku. Kenapa sih dia? "Nggak bisa pak Joko, warga baru mana boleh mangkir. Ya sudah, saya kasih izin kalau pak Joko mau bawa Awan."

Akhirnya setelah memakai setelan tebal aku ikut meronda dengan bapak dan pak Kades yang sejak tadi entah kenapa terus mencuri pandang ke arah selangkangan bapak. Aku sendiri tidak curiga, maklum bocah SMP sepertiku belum tau banyak, hehe tapi bohong.

Selama melakukan ronda malam aku sangat merasa bosan. Bagaimana tidak? Yang kami lakukan hanyalah diam di di rumah pak Kades, ini sih bukan ronda namanya tapi menginap di rumah pak Kades.

"Ngantuk?" tanya bapak padaku.

Aku mengangguk pelan. "Ngantuk pak, aku tidur boleh?"

Bapak tersenyum dan mengelus rambutku. "Tidur, jangan lupa berdoa."

Aku mengangguk dan tak lama mataku terpejam seiring dengan elusan telapak tangan bapak di kepalaku.

***

Aku menggeliat karena tidurku tergganggu, kupingku mendengar suara aneh seperti suara orang keenakan. Karena aku penasaran, akhirnya aku beranjak dari tidurku dan berjalan meneekat ke sumber suara yang berasal dari kamar pak Kades.

"Shhhahghhhh..."

Aku mengernyit, kenapa ada suara bapak. Pelan, aku membuka pintu kamar pak Kades perlahan. Aku terkejut saat melihat pak Kades tengah telanjang bulat dan menciumi kontol bapaku. Bapak sendiri sepertinya tidak sadar, karena matanya nampak terpejam dengan kedua tangan dan kakinya diikat menggunakan tambang ke sisi ranjang.

Kampung CisangeweWhere stories live. Discover now