Ch. 5

352 57 14
                                    

Slide gambar untuk memutar musik🫶
Biar lebih ciamik😘

Setelah Eric selesai menaruh Yeonwoo tidur dengan baik di dalam kamar dengan selimut tebal. Eric berniat menghampiri Sunwoo yang tengah di ruang kerja, membawa sedikit cookies buatannya dan susu cokelat. Ketukan pelan sampai di bolehkan, Eric menginvasi ruang kerja Sunwoo yang terlihat sedikit berantakan. Perjanjiannya, Eric tidak boleh membersihkan. Paham kalau banyak berkas yang Eric tidak mengerti akan terbuang.

"Kamu gak tidur, udah malam?" Sunwoo berkata setelah mensesap cokelat hangat yang Sohn bawa, menatap Eric dengan kikuk berdiri di tengah ruang padahal ada sofa.

Gelengan Eric jawab. Sunwoo terkikik karenanya. "Mau nungguin aku selesai kerja?" Yang lebih tua melihat ke arah jam dinding, kemudian berganti ke Eric. Kali ini anggukan kecil. Ia dipersilahkan duduk dengan baik, menunggu Sunwoo hingga selesai mengetik.

Detak ke detik bergerak lambat, kantuk pada kedua bola mata Eric hinggap. Harinya begitu lelah setelah membersihkan rumah, menyetrika, dan apa saja yang bisa dilakukannya. Jadi, saat Sunwoo memalingkan muka tanpa sesekali melihat Eric sedang apa di sofa. Eric memejamkan mata, berharap tidurnya tidak terlihat oleh tuan yang punya rumah.

Padahal Eric belum sempat bermimpi, tapi suara Sunwoo memanggil hanya terdengar sedikit. Entah sudah berapa lama Eric terpejam, Sunwoo membangunkannya dengan lembut penuh kasih sayang "Tidur dikamar yuk... nanti kalau disini kedinginan"

Sunwoo itu berjongkok, mungusap wajah Eric yang tenang mengerjap karena tidurnya terganggu. "Aku gak bisa ngangkat kamu, karena hari ini capek banget. Maaf ya dibangunkan buat pindah ke kamar..." bahkan Sunwoo mengucap maafnya dengan tulus.

Eric belum sepenuhnya sadar ketika dituntun, kesisi Yeonwoo yang sudah tidur.

Langkah pelan, sebelum jatuh lagi kedalam mimpi yang sudah menunggu dipikiran. Saat sudah terbaring di ranjang. Eric merasakan sisi kanan bagian belakangnya memberat, bersama selimut yang begitu besar melingkupi badan.

Tangan kiri Sunwoo terselip diantara bantal, Eric merasakan kepalanya diangkat. Dengan pasrah masuk pelukan Sunwoo yang membalik menghadapnya bukan Yeonwoo. Setelahnya, Eric tidak bisa lagi mendeskripsikan bagaimana, dia sudah jatuh pada ceruk leher Sunwoo yang bernyanyi sebagai lagu pengantar tidur.

Mirip kenangan dimasa lalu.

You are my puppy, my only puppy
You make me happy when life are grey
You'll never know dear how much I love you
Please don't take my puppy away

Satu tangan menjadi sanggahan, satu tangan menepuk punggung dan Eric meringkuk dalam peluk penuh kehangatan.

Satu tangan menjadi sanggahan, satu tangan menepuk punggung dan Eric meringkuk dalam peluk penuh kehangatan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Eric belum bangun, tapi fajar sudah terlahir pada pelataran apart yang mempunyai sisa gerimis. Tinggal semalam yang masih ada tangis. Napoli terlalu sedih pagi ini untuk sekedar Eric mengasihi diri sendiri. Sekelilingnya penuh berantakan sisa barang pecah belah, kaki yang tergores pun masih mengeluarkan darah. Itu tidak sesakit hati kecil Eric karena luka.

Telpon genggam yang rusak terbagi dua, kepala pening tak terkira. Langkah begitu berat untuk sekedar mengepak barang kembali ke negara asal.

Italia tidak seindah yang orang bilang, bagi Eric dunia nya sudah runtuh semalam. Derita kejam, pemberian Tuhan pada waktu krisis rindu yang dipupuk untuk Sunwoo kembali pulang pada pangkuan. Eric tidak berkhianat, hatinya tak pernah pindah barang sedetik waktu paling singkat di dunia tapi ada kesalahan fatal yang membuat Eric harus menghindar untuk waktu selama-lamanya.

Pengecut tanpa kabar hilang, sesak karena telah lelah berat yang membuat Eric rebah. Hingga semuanya menjadi hitam— dan bantal yang dipakai Eric menggenang.

Sayup-sayup terdengar suara kelontang, nyaring.

Kali ini Eric benar-benar tersadar kalau tadi dia bermimpi. Berdiri menyusuri rumah yang bersih, sisi kanan ranjang sudah begitu dingi sedari tadi.

"Yeonwoo-ya?"

Memanggil sang putra kecil, sampai paham bawa anaknya tengah makan di meja makan belepotan dengan pasta kacang dan celemek bergambar ayam. Eric tidak melihat tampilannya bagaimana, tapi ketika dihampiri Sunwoo yang memegang spatula. Eric tidak punya tenaga karena mimpi tadi mengakibatkan ia ingat tentang rasa bersalah.

"Kamu kenapa?"

Eric menggeleng, mengusap wajah Sunwoo yang tidak mengerti ada apa.

"Sayang kamu kenapa?"

Eric menggeleng kali kedua, memeluk Sunwoo untuk yang pertama setelah kejadian gila selepas lima tahun lalu di Italia.

"Aku minta maaf..."

Bungkam, Eric memilih diam ketika Sunwoo tanya sebabnya ia meminta ampunan. Eric masih tidak sanggup bercerita hal tidak bisa masuk di akal bahkan sudah berlangsung lama. Konsep konsep pikiran Eric yang membuatnya jatuh sendiri lebih dalam, bahkan Sunwoo tidak peduli dengan menuntuk ke arah meja makan.

"Kamu mau aku buatin susu hangat..."

Kurang baik apalagi sang pangeran, Eric saja yang keterlaluan. Eric tidak pantas menerima semua kebaikan, dirinya korban tapi juga bukan seorang yang baik untuk masa depan. Eric memang lelah mengadu pada sendu, tapi tak mungkin memberi tahu Sunwoo yang menyodorkan susu. Eric memang capek pada pilu, tapi tidak akan mungkin menjelaskan masa kelabu. Asa yang Eric rajut sekarang tanpa harapan, melihat Sunwoo pun rasanya bukan enggan lebih kepada kasihan. Kenapa masih mencintai sosok Eric yang telah hilang.

Bahkan saat sendokan, kue manis yang si Kim sempat buat hingga dapur berantakan. Eric mengucap maaf yang tidak dihiraukan.

"Jangan mengucap maaf kalau bukan kamu yang salah..."

"Nu.." Eric memapahkan sepoi dan silir angan.

"Ya.."

"Aku minta maaf untuk masa-masa yang tidak indah..."  menilik lewat mata, Eric masuk dalam jiwa Sunwoo yang jujur menjawabnya.

"Tidak ada yang tidak indah, semua punya tempat kenangan sendiri untuk kita kenang disini" Sunwoo menunjuk dada Eric kemudian kembali menyuapi. Yeonwoo sudah merengek ingin juga diberi. "Iya pria kecil..." tertawa manis, Sunwoo memang baik.

Eric saja yang pesimis.

"Aku ingin bertahan, sebanyak apapun badai. Aku ingin kamu genggam, sepercaya kamu pada apapun yang ada di atas awan. Aku menghormati setiap keputusan untuk kamu tidak bercerita tentang kenangan... aku menghargai hingga kamu sendiri yang akan bilang— tapi sayang, ingat Sunwoo yang ini masih cinta Eric. Tidak pernah berubah hanya karena takdir rumit"

Suapan pada Yeonwoo selesai, anak itu minta diturunkan dari duduknya dan berlari menghidupkan televisi ruang tengah keluarga. Sisa berdua Eric yang ditatap Sunwoo penuh percaya.

"Kamu gak papa buat aku terus menanti, pada mimpi yang merindukan nyata ada disini. Yang pasti kamu jangan pergi lagi, Eric aku gila tahun-tahun terakhir..."

Fakta yang miris. Eric tau Sunwoo juga menangis.

"Nu, Yeonwoo bukan anak kamu..."

Embun pagi telah mengering, pancaran matahari semakin jadi membuat daun menjadi warna kuning.
Eric sudah melepas hati yang terbelit. Ada desir yang mengguncang begitu hebat, walau sedikit membuat tercekat. Sunwoo mampu mejawab, Eric takjub karena si Kim masih ada akal sehat.

"Iya, lantas..."

"Aku minta maaf..." Jantung Eric tercabik-cabik, tak tahu malu mengatakan dengan gestur bahwa ia masih cinta Sunwoo dengan bersimpuh.

"Aku tau sayangku..."

Una Notte A NapoliWhere stories live. Discover now