Bagian Sembilan : Semua Orang Punya Cerita

110 22 1
                                    

· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·

Jun terus terang saja tengah bingung. Bagaimana bisa ia mendekati Joshua yang lesu? Memangnya apa yang akan ia katakan? Bilang jika ada sosok menyeramkan yang mengikutinya? Ah, gila, sungguh gila. Jun tak mungkin berkata seperti itu.

"Kak Shua,"

Diam. Bibir Jun bungkam ketika Joshua menengok ke arahnya dengan raut wajah lelah. Meski begitu, senyum simpul yang tipis tetap hadir menghiasi wajah itu. Jun tetap membisu, sebab sekarang ia dengan jelas melihat bagaimana rupa si wanita ular yang melilit tubuh Joshua, mengambil semua energi positif yang ada di sana dan meninggalkan aura gelap yang negatif.

Rupanya, wajah makhluk itu tak bisa dibilang buruk, namun, tetap saja menyeramkan jika kalian tahu bagaimana lidah bercabang yang panjang itu menjilati pipi Joshua dengan rakus. Apalagi tatapan mata yang lebar dengan jari-jari tangan yang kering keronta dan kuku yang lentik memanjang.

"Ya, Tuhan. Sebenarnya kau dari mana?" Keterkejutan yang reflek Jun ucap itu nyatanya mendapatkan jawaban.

"Oh, iya, aku sempat mendaki kemarin, sepertinya aku terlihat lelah, ya?"

"Lebih dari itu." Jun mengalihkan pandangannya ketika mata tajam makhluk itu menoleh padanya. Ia berucap, "Sepertinya aku tahu dari mana rasa lelahmu. Kau butuh istirahat, mau aku antar pulang?"

Joshua menggeleng, "Tak perlu. Aku harus bekerja. Aku juga tidak mau merepotkan."

"Tidak perlu sungkan. Teman-teman yang lain pasti tidak akan masalah menggantikan shift-mu. Lagipula, aku belum pernah mengambil cutiku."

"Apa?"

Joshua dan Jun kembali saling bersitatap, setidaknya itu yang dipikirkan Joshua. Namun, dihadapan Jun saat ini justru si wanita ular yang melotot ke arahnya dengan lidah yang menjulur. Wajah itu menatap lekat ke arah Jun yang bersikap seolah tak bisa melihatnya. Lantas, Jun berbalik. Lama-lama ia takut juga jika memandang penampakan seperti itu.

"Aku akan izin ke Bos. Kau bersiaplah."

Tanpa banyak bicara, Jun pergi meninggalkan Joshua yang menghela napasnya dan berjalan ke arah loker pekerja untuk mengganti pakaiannya. Joshua melepaskan celemeknya dan duduk di bangku yang ada. Apa iya, ia selelah itu sampai-sampai semua orang menatapnya iba? Padahal kemarin selepas dari gunung ia biasa-biasa saja. Ia masih bisa tertawa dan tersenyum lebar melambaikan tangan pada teman-temannya dan pulang, setelah itu ia beristirahat seharian penuh sebelum besok pagi akan kembali bekerja. Pendakiannya membutuhkan waktu 2 hari 1 malam. Ia sempat menginap di atas gunung, tak terlalu tinggi tapi juga tak terlalu rendah. Setidaknya Joshua masih mampu melihat indahnya matahari terbit ketika pagi menyapa.

"Ah, kenapa kepalaku pusing sekali sekarang..." Joshua menggeram rendah, memegangi kepalanya yang berdenyut tanpa sebab. Ia kekurangan tidur atau malah kebanyakan tidur? Apa itu yang menjadi sebab kepalanya pening?

Tapi Jun yang telah datang, melihat pemandangan yang tak bisa ia jelaskan secara nalar. Dibalik Joshua yang sibuk mencengkram helaian rambutnya, ada si wanita ular itu yang tengah melebarkan mulutnya, selebar mungkin, dan membiarkan sesuatu masuk lewat sana. Ada layaknya kemerlip yang terang seperti bintang, masuk ke dalam mulut makhluk itu. Seiring dengan itu, jari-jari yang tadinya kering keronta, semakin berisi dan nampak lebih muda. Namun, Joshua... semakin melemah dan hampir terjatuh jikalau Jun tak segera berlari dan menangkap tubuh ringan itu.

"Oh, ya ampun, Jun! Maafkan aku... sepertinya aku memang butuh istirahat. Terima kasih."

Jun membalas senyuman lemah Joshua dengan enggukan. Ia lantas membantu menyeimbangkan kembali tubuh itu untuk duduk. "Kakak tunggu saja di sini, aku yang akan membereskan barang-barangmu."

Joshua kembali merasa tak enak pada Jun, anak itu sebelumnya tak pernah seperhatian ini padanya. Joshua sedikit banyak tersanjung akan semua tingkah Jun padanya hari ini.

"Terima kasih banyak, Jun. Aku bersungguh-sungguh."

Jun mendecak. Melihat Joshua tetap tersenyum meski keadaannya tak baik membuatnya bertanya-bertanya. Memangnya... Joshua memiliki masalah apa sampai Jun diminta untuk bertanya bagaimana keadaan Joshua oleh sang Peri? Melihat bagaimana lelaki itu selalu menampilkan ekspresi terbaik dengan senantiasa tersenyum dan menebar humor. Jun rasa, Joshua baik-baik saja. Setidaknya itu yang selama ini ia pikirkan.

[]


Ia, yang tak bisa terlihat oleh mata biasa, melebarkan sayapnya. Duduk di atas tiang beton di depan sebuah rumah dengan pagar besi sepinggang. Dengan penampilannya yang mewah bagai menghadiri pesta topeng di gedung besar. Perawakannya menawan layaknya putri Raja yang terawat. Ia seperti patung selamat datang, tapi sayangnya auranya begitu pekat untuk membuat orang-orang senang memandang. Suram. Ia begitu suram.

"Hei. Kenapa menunggu di sini?"

Peri Jun itu menghela napasnya. "Kenapa? Aku kan, ingin menikmati senja." Tampak tidak menyakinkan bagi Jun. Laki-laki itu memicingkan mata.

"Aneh," katanya. Sang Peri menoleh kesal.

"Jangan mulai. Daripada itu, bagaimana perkembanganmu?" Ia berbalik, berhadapan dengan Jun yang berdiri di balik pagar. Kedua bahu Jun terangkat naik, embusan napasnya terdengar.

"Aku tidak tahu. Aku rasa tidak ada."

Alis sang Peri terangkat sebelah. "Tidak ada? Kau tidak mencoba dekat dengannya?"

Jun memandang heran. "Memang apa hasilnya jika begitu? Apa pentingnya kedekatanku dengan kak Joshua bisa membuat hantu itu pergi?"

Kembali helaan napas sang Peri keluar. Ia turun dari atas tiang dan berdiri tepat di depan Jun. "Dengar, Manusia. Mereka, para hantu, akan sangat mudah menempel padamu jika kondisi hatimu buruk. Apalagi di tempat di mana mereka bertebaran seperti gunung. Kau harus berhati-hati, sama dengan hewan di alam liar yang lebih ganas, hantu juga akan jadi lebih berbahaya jika di sana minim interaksi dengan para manusia.

"Jika kau memang ingin membantu, lakukan dengan benar seperti yang kukatakan. Semua orang punya ceritanya sendiri, Wen Junhui. Kau hanya perlu membuatnya mengerti, bahwa ia punya seseorang di sisinya."

Telapak tangan itu bergerak untuk menangkup wajah sang manusia di depannya, ada senyum tipis yang ia patri ketika mata manusia itu sibuk menelaah masa lalunya. Ada Jun dan tangisnya ketika malam. Di dalam kamar gelapnya sendirian tanpa siapapun yang datang untuk memeluknya atau pun bertanya 'ada apa?'.  Meski perpisahan orang tuanya telah lama terjadi, tetap saja, biru hatinya terus menyambangi ketika malam. Membuatnya bahkan susah untuk terlelap tanpa mimpi buruk yang akan membangunkannya ketika tengah malam.

Sulit. Saat-saat seperti itu menyulitkannya.

Semua orang punya ceritanya sendiri, dan Wen Junhui pun begitu. Namun, bayangan masa lalu di matanya itu kini berganti dengan mata sang Peri yang begitu hangat memandangnya. Terlambat Jun tahu, sayap hitam itu telah melingkupi tubuhnya. Ada senyuman yang menenangkan hatinya, bersamaan dengan kecupan ringan di hidungnya.

"Aku tahu bagaimana tersiksanya itu, Jun. Jadi aku harap kau... tak akan membuat temanmu merasakan hal yang sama."

Ada kosong yang kini terisi. Jun mendapatkan sebuah pelukan hangat yang selama ini selalu ia nanti. Walau air matanya kini mengalir, perasaan terjaga itu membuatnya damai. Sayap yang melingkupi tubuhnya begitu lembut, bersamaan dengan detak jantungnya yang kembali membawa rasa lain yang tak pernah ia sangka akan datang.



















Namun, ada satu makhluk yang kini memandang dari jauh bagaimana Jun menangis dalam pelukan sang Peri. Makhluk itu sangat kontras jika disandingkan dengan Peri Jun. Begitu pula ekspresi curiga, yang saat ini menimbulkan pemikiran buruk akan apa yang tengah ia lihat.

Ia mendecih, sebelum mengepakkan sayapnya dan terbang lebih tinggi.

· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·

Monday, 11 July 2022

penantian untuk lanjut cerita ini masih lama yaaa 😔 soalnya biar sekalian ending dan bisa update terus huhu. makasih yg udah kangenin, aku mau bersemedi dulu (•ө•)♡

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 01, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Ia dan Perinya - Wen JunhuiWhere stories live. Discover now