Chapter 1.2 | Raja Menghilang

77 10 2
                                    

"Bukan tanpa alasan Raja menghilang, dia datang demi nyawa seseorang,"

💅💅💅

Altezza, laki-laki itu terus memikirkan Raja. Sudah seminggu lamanya Raja tidak sekolah, bahkan, saat Altezza menelponnya tak ada jawaban sama sekali.

Semakin kuat perasaan khawatir Altezza terhadap Raja. Saat sedang melamun di jam istirahatnya, seseorang memasuki kelas emm ... bukan seseorang tapi segerombolan perempuan sebanyak tiga orang.

Brak!

"Altezza!" panggil salah satu perempuan yang memasuki kelas XI MIPA 3. Altezza sontak menoleh ke arah sumber suara. "Iya?"

Rupanya, itu adalah Zalfa dkk. Perempuan itu menyeret kedua sahabatnya ikut bersamanya untuk menanyai Raja yang tidak terlihat selama seminggu.

"Lo tau kemana Raja selama seminggu? Gue gak ada liat dia selama ini, siapa tau lo punya alasan kenapa Raja gak sekolah," ujar Zalfa dihadapan Altezza.

"Sorry, gue juga nggak tau Raja kemana. Udah gue telpon beberapa kali tiap harinya, tapi ... nggak ada diangkat sama sekali, apalagi gue chat dia, mana mungkin bisa dia jawab. Salah satu cara ngehubungin dia cuma makek telpon, dan itu gak diangkat sama sekali," jawab Altezza sambil menundukkan kepalanya.

"Gimana kalau kita coba cari dia setelah pulang sekolah? Siapa tau dia ada dimana gitu, terus HP nya mati." Saran Arisha pada semua sahabatnya termasuk Altezza yang ada disana.

"Nah, boleh tuh. Lo ikut ya, nanti nyari Raja. Btw, dia ada bilang mau kemana gak sama lo terakhir kali?" tanya Zalfa.

"Sebentar." Altezza kembali mengingat kejadian beberapa hari sebelumnya. Saat Altezza yang overthinking mengkhawatirkan Raja yang pergi sendirian.

"Ah, iya! Waktu itu, dia dapet chat dari nomor nggak dikenal. Katanya dia harus dateng ke gudang buku sebelah alfamart, kalo nggak dateng nyawa Zalfa jadi taruhannya." Ucapan Altezza seketika membuat mata Zalfa membola.

"Gu-gue? Kok bisa?" Altezza hanya mengendikkan bahunya.

"Kalau gitu kita cari aja dah, nanti pulang sekolah langsung ngumpul di parkiran, oke?" Semua menganggukkan kepalanya menyetujui ucapan Ava.

***
Jam pulang sekolah pun tiba, mereka dari kelas masing-masing sudah mulai berkumpul ke tempat yang diberitahu.

"Udah kumpul semua?" tanya Zalfa.

"Udah," jawab serentak mereka bertiga yang ada disana.

"Baiklah, kita cari ke tempat yang dituju oleh Raja kemarin. Kalo nggak ketemu, kita cari ke tempat lain," ucap Arisha mengomandani.

Mereka mulai memisah diri untuk mencari keberadaan Raja. Di sisi lain, beberapa warga sekitar yang sedang berjalan menuju sawah tiba-tiba menemukan seorang remaja laki-laki yang tergeletak di pinggir jalan dekat perbatasan sawah dengan keadaan pingsan.

Kondisinya sudah babak belur, lebam dan memar di beberapa bagian tubuh. Mereka yang melihatnya sontak segera membawanya ke rumah sakit.

"Astaga! Saha eta? Mang Ebi, cepet ambil mobil terus kita bawa ke rumah sakit." Yang di panggil Mang Ebi segera kembali ke rumah dan mengambil mobil untuk membawa remaja tersebut.

Setelah mobil sampai, Mang Asep, laki-laki paruh baya yang tadi memanggil Mang Ebi segera memasukkan remaja tersebut ke dalam mobil.

Mereka melaju menuju rumah sakit terdekat. "Mang Ebi!" panggil Mang Asep, Mang Ebi yang sedang fokus menyetir hanya menjawab tanpa menoleh.

"Naon?"

"Bawa HP teu?" tanya Mang Asep.

Mang Ebi meraba saku celana, tak ada benda tersebut. Lalu, Mang Ebi meraba saku bajunya, ditemukan HP lama yang selama ini dia gunakan.

"Tah! Bawa, emangnya mau dipakek apa?" tanya Mang Ebi.

"Buat nelpon Pak RT. Siapa tau, pak RT teh kenal sama adek ini," jawab Mang Asep.

Mang Ebi hanya menganggukkan kepalanya lalu kembali fokus menyetir mobilnya hingga sampai rumah sakit. Sampai di rumah sakit, remaja tersebut segera dimasukkan ke ICU, sembari menunggu hasil pemeriksaan remaja tersebut Mang Asep meminjam HP jadul Mang Ebi untuk menelfon pak RT.

"Halo pak," sapa Mang Asep. Laki-laki paruh baya tersebut mulai melaporkan apa yang terjadi. Setelah memahaminya, pak RT segera menuju rumah sakit untuk melihat wajah remaja tersebut.

"Baik pak, iya, terima kasih. Saya tunggu sama Mang Ebi di rumah sakit," ucap Mang Asep mengakhiri pembicaraan.

"Gimana katanya?" tanya Mang Ebi.

"Katanya teh, pak RT mau ke rumah sakit untuk mastiin itu anak saha. Kita tunggu aja," jawab Mang Asep.

Menunggu beberapa menit, pemeriksaan selesai. Remaja tersebut dinyatakan koma akibat beberapa benturan di bagian tubuhnya membuat beberapa saraf bermasalah.

"Kalau begitu, pasien akan kami pindahkan ke ruang rawat inap. Untuk registrasinya mohon segera dilakukan di meja registrasi," pinta suster yang menangani dengan ramah.

"Baik suster," jawab Mang Ebi.

Mang Ebi segera melakukan registrasi dan membayar biaya rumah sakit sementara. Mang Ebi termasuk orang berada, hanya saja, dia masih suka pergi ke sawah dengan teman-temannya.

Tak pernah memakai baju mewah, hanya baju kesehariannya, baju kaos oblong hitam dan celana pendek. Kalau sedang mengurus sawah, dia bisa memakai singlet dan celana pendek.

Remaja tersebut dipindahkan ke ruang Mawar, No 10, lantai II dekat tangga darurat. Jadi, cukup mudah jika orang ingin mengunjungi remaja tersebut.

Tak berselang lama, pak RT datang dari arah tangga darurat. "Kunaon? Saha eta budak?" tanya Pak RT yang baru saja sampai.

"Eleuh-eleuh, kunaon aih Pak RT! Kita aja mau nanya sama pak RT, malah nanya kita balik," cibir Pak Asep.

"Hampura nya hehe, budak na di dalam? Gimana keadaannya?" tanya pak RT, panggil saja Pak Agung.

"Koma pak, kata susternya teh ada beberapa saraf nya bermasalah," jawab Mang Ebi.

"Oh ... boleh jenguk?" kedua laki-laki itu menganggukan kepalanya.

Pak Agung segera masuk, terdiam beberapa menit lalu kembali keluar. "Gimana pak? Eta teh budak saha? Kenal teu?" tanya Mang Asep beruntun.

"Tenang, saya kenal anak itu siapa. Dia adalah anak nya Pak Ardiaz sama Bu Casia, dia Raja," jawab Pak Agung.

"Anaknya Pak Ardiaz? Ohh ... yang anaknya sempet kecelakaan terus buta ya?" tebak Mang Ebi.

Pak Agung menganggukan kepalanya. "Meni kasep pisan euy, kasihan sebenarnya teh kalau udah buta gitu," ucap Mang Asep.

"Sudah-sudah! Sekarang ... kita telpon Pak Ardiaz dan Bu Casia, kita kasi tau kalau anaknya masuk rumah sakit." Pak Agung mengambil ponsel pintarnya dan menefon Ardiaz.

Ardiaz, laki-laki yang sedang duduk di sofa ruang tamu dengan secangkir kopi panas, menekan peningnya yang terasa berat. Menunggu hasil pencarian polisi memang sangat membosankan, sedang asik melamun, ponsel milik Ardiaz berbunyi.

"Pak RT?" gumam Ardiaz melihat nama di layar ponselnya.

"Iya, halo pak ...."

"Apa!?" kejut Ardiaz.

TBC

Raja Brawijaya Where stories live. Discover now