Chapter 4

63.4K 9.5K 544
                                    

Selamat membaca 😁

"Lo udah bilang belum ke orang tua lo kalau kita ngelamar kerja di perusahaan Singapore?" tanya Fani.

"Belum, nanti aja kalau kita udah keterima kerja di sana," jawab Prada ringan.

"Lah, terus kalau mereka nggak kasih ijin lo kerja ke luar negeri gimana?"

"Gue bukan anak kesayangan, jadi nggak mungkin dilarang," sahut Prada.

Fani menatap Prada intens.

"Semoga aja, deh," ujar Fani.

"Oh iya, tumben banget lo tadi dianter sama bokap lo. Biasanya juga lo ke mana-mana sendiri," ucapnya heran.

"Sebenarnya gue mau berangkat sendiri, tapi bokap nyuruh gue berangkat bareng," ungkap Prada.

"Widih, kesambet apa bokap lo?"

Prada menaikkan kedua bahunya tak acuh.

"Tapi bukannya itu suatu kemajuan, ya? Kan jarang-jarang om Aji mau anterin lo pergi," kata Fani.

Prada termenung sejenak.

"Mungkin," ucapnya singkat.

"Gue berharap hubungan lo sama orang tua lo semakin membaik," tutur Fani.

Prada tersenyum. "Gue juga berharap kayak gitu, Fan."

"Tapi itu dulu," imbuhnya.

"Kalau sekarang gue udah nggak peduli lagi," pungkas Prada dengan tatapan menerawang jauh ke depan.

"Gue ngerti perasaan lo. Pasti masih sulit buat lo nerima perlakuan mereka selama ini," ujar Fani.

"Walaupun hubungan kalian membaik, tapi gue rasa lo tetap akan ngerasa hambar," sambungnya.

"Percuma juga memperbaiki hubungan di saat gue udah nggak butuh kasih sayang mereka lagi," pungkas Prada dengan raut wajah yang sulit dijelaskan.

Setelah cukup lama berada di rumah Fani, Prada akhirnya pulang ke rumah dengan mengendarai grab.

Setibanya di rumah, dia langsung menuju kamar.

Namun ketika Prada berniat menekan ganggang pintu, ada seseorang yang memanggil namanya.

"Prada."

Prada menoleh ke belakang, dan mendapati Endang tengah berjalan ke arahnya dengan pakaian rapi.

"Mama mau belanja bulanan, temenin Mama, yuk?" ajak Endang.

"Kenapa nggak pergi sama Nada aja, Ma? Kayak biasanya," sahut Prada.

"Dia mau pergi ke tempat agensi, makanya nggak bisa nemenin Mama belanja," ungkap Endang.

Prada menatap Endang intens. "Maaf, Ma. Aku sibuk nyiapin CV."

"Sebentar saja nggak bisa?" tanya Endang.

"Nggak bisa, Ma. Mungkin lain kali aja," jawab Prada sembari membuka pintu kamar.

Dia lalu masuk ke dalam dan mengabaikan Endang yang masih berdiri di tempatnya saat ini.

Endang menatap pintu kamar Prada dengan tatapan lemah. Dia lalu berjalan mendekat ke arah pintu. "Prada mau nitip apa?" tanyanya dari luar pintu.

"Nggak ada," sahut Prada dari dalam.

Raut wajah Endang tampak lesu. Dia pun pergi menjauh dari kamar Prada.

Setelah Endang pergi, Prada keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur berniat untuk mengambil minum.

Selesai mengambil minum, dia berniat kembali ke dalam kamar. Namun, suara ketukan pintu menghentikan langkahnya.

Hujan Terakhir ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang