Chapter 5

64.3K 8.7K 703
                                    

Selamat membaca 😁

"Ah, kalau gitu kamu suka buah apa?"

Prada menatap Endang lurus. Namun, sedetik kemudian tatapannya berubah nanar. "Serius, Ma? Setelah dua puluh tiga tahun Mama baru tanya tentang hal itu? Padahal itu adalah pengetahuan dasar yang seharusnya Mama tau saat aku masih kecil," tukasnya tersenyum getir.

"Kalau Mama nggak tau tentang kepribadian aku, mungkin aku masih bisa memahami itu. Tapi ini makanan, Ma. Hal kecil yang seharusnya Mama tau," pungkasnya benar-benar tidak habis pikir.

"Rasanya keterlaluan kalau ada orang tua yang bahkan nggak tau apa saja makanan kesukaan anaknya. Entah karena Mama yang nggak tau, atau memang Mama yang nggak peduli dan nggak mau tau tentang aku," sambungnya.

Endang menatap Prada sendu. Dia lalu memutari meja, dan memeluk Prada. "Mama minta maaf karena sudah membuat Prada merasa nggak dipedulikan selama ini. Mulai sekarang, Mama akan lebih sering memperhatikan Prada dan bersikap lebih baik lagi sama Prada," tutur Endang tulus.

"Mama tau kalau Mama masih banyak kekurangan sebagai orang tua. Dan Mama juga masih harus banyak belajar lagi. Karena itu, Mama minta pengertiannya Prada. Mama harap Prada mau mengerti dan menerima Mama yang nggak sempurna ini."

Prada tidak memberikan respon apa-apa. Dia masih termenung dengan raut wajah yang tidak menunjukkan ekspresi apa pun.

"Walaupun Mama nggak tau banyak tentang Prada, tapi Mama sayang sama Prada. Dan Mama akan terus berusaha menjadi orang tua yang baik untuk Prada. Jadi Prada jangan pernah merasa dianaktirikan, ya?" Endang mencium puncak kepala Prada sebelum melepaskan pelukannya dan kembali membereskan belanjaannya.

Setelah selesai, dia juga ikut makan siang bersama dengan Prada. Dan tidak lama setelah itu, Aji tiba-tiba datang. Dia ikut bergabung bersama Endang dan Prada yang tengah berada di meja makan.

"Loh, Papa jam segini kok sudah pulang?" tanya Endang heran saat melihat kedatangan suaminya.

"Apa ada yang ketinggalan?" lanjutnya.

"Nggak ada, Papa cuma mau makan siang di rumah saja. Nanti setelah ini Papa juga balik lagi ke kantor," jawab Aji sembari menyeret kursi di sebelah Endang.

"Nada mana? Kok nggak ikut makan siang bareng?" tanya Aji saat tidak mendapati Nada berada di meja makan.

"Nada lagi ke tempat agensi, mau ngobrolin soal kerjaan," sahut Endang.

"Oh, sama siapa perginya?"

"Tadi katanya minta dianterin sama Rico," ungkap Endang.

"Memangnya Rico nggak sibuk?"

"Mama nggak tau. Mungkin dia lagi senggang," jawab Endang.

"Yang penting Nada nggak sendiri. Minimal ada yang jagain, lah. Soalnya Papa kadang masih agak khawatir kalau biarin Nada pergi sendirian," ujar Aji seketika menusuk jantung Prada.

Prada berusaha tenang dan fokus dengan makanannya yang hanya tinggal sedikit.

"Oh iya, Prada jadinya mau melamar kerja di perusahaan yang mana?" tanya Aji tiba-tiba.

Prada menoleh ke arah Aji. Dia terdiam sejenak sebelum akhirnya bersuara. "Aku mau kerja di Singapore," ungkapnya seketika membuat Endang terkejut saat mendengar ucapan Prada.

"Singapore? Kenapa kamu nggak cari kerja di perusahaan yang dekat saja? Mama rasa di Jakarta juga masih banyak perusahaan yang buka lowongan kerja. Jadi kamu nggak perlu sampai kerja ke luar negeri," ujar Endang.

"Bukan masalah di sini banyak lowongan kerja, Ma. Tapi dari dulu aku memang udah pingin kerja di sana," ungkap Prada.

"Dan lagi, aku juga mau cari pengalaman baru," sambungnya.

Hujan Terakhir ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang