Epilog

142 18 1
                                    

Sarah melangkah turun dari mobil, diikuti Dee yang kemudian berdiri di sebelah Sarah. Mereka mendapati beberapa orang dengan pakaian gelap mengelilingi sebuah nisan dari keramik hitam, sama halnya dengan mereka yang memakai pakaian dominan abu-abu. Hijab hitam menghiasi kepala Sarah.

Gadis itu tersenyum tipis mendapati tiga wajah laki-laki yang familier di sana. Baim, Leo, dan Arthur.

Sarah dan Dee pun melangkah masuk ke dalam pemakaman, menghampiri nisan yang dikelilingi orang itu. Hanya ada sedikit orang di sana, karena acara pemakaman memang sudah lebih dulu dilaksanakan. Mereka belum lama tiba di Indonesia.

Leo tersenyum saat Sarah tiba di sampingnya. Sarah melirik, pipi kanan laki-laki itu tertutupi oleh perban, tetapi dia tampak sehat. Lebih ganteng dari yang ia biasa lihat saat masih terdampar. Sebuah senyum balasan pun terbit dari gadis itu.

Sarah mengalihkan pandangan pada Baim yang menatapnya. Arthur berdiri agak jauh di belakang. Kemudian, ia menunduk, menatap makam di hadapannya. Nama Syifa Beatarista terpatri di nisannya. Sarah tersenyum tipis.

Baim dan Leo telah melaporkan mengenai percobaan ilegal super soldier itu ke lembaga terkait. Mereka pun menitipkan untuk membawa mayat Syifa ke Indonesia, dan ajaibnya ia belum benar-benar membusuk.

Sarah berjongkok, mengusap nisan hitam di hadapannya dan memperhatikan nama yang terpatri di sana.

"Kita semua berhasil pulang, Syif." Sarah tersenyum. "Tidurlah dengan tenang."

Ia terdiam lama dengan senyum yang masih bertahan, lalu mengembuskan napas panjang. "Terima kasih sudah menemani kami selama terdampar di sana."

Sarah bersyukur mempunyai kelima orang di sisinya saat ini sebagai teman selama terdampar di pulau itu.

Sarah bersyukur ... ia memilih bertahan sampai akhir.

Unknown LocationWhere stories live. Discover now