BAB 52: JANGAN MENGUJI IBU HAMIL

52.7K 6.4K 231
                                    

SELAMAT MEMBACA
***

"Mas, bisa kan jangan taruh handuk basah di kasur. Kan jadi lembab semua..." Dengan kesal Rinjani mengambil handuk basah yang di letakkan di atas ranjang oleh Rama setelah laki-laki itu selesai mandi tadi. Rinjani melemparnya ke keranjang pakaian kotor di ujung ruangan.

"Iya maaf." Hanya itu yang Rama katakan. 

Tubuhnya sedang lesu, sejak pagi dia merasa tidak sehat. Bahkan saat mencium bau sabun tiba-tiba saja dia mual. Padahal itu sabun mandi yang biasa di pakai. Sampai siang, suasana hatinya benar-benar buruk sampai-sampai banyak pekerjaannya yang terbengkalai karena kondisi tubuhnya. Meski tidak mual-mual lagi, tapi tubuhnya tetap merasa tidak bersemangat. Tidak seperi biasanya. Dan sekarang, justru dia mendengar omelan istrinya yang tidak ada habisnya.

"Ini juga kalau naruh kaos kaki, jangan sembarang dong Mas. Kan berantakan. Kalau masih di pakai taruh di tempat sepatu kalau sudah tidak di pakai taruh di keranjang kotor. Mau berapa kali di kasih tau, kok tidak faham-faham."

Rama langsung memungut kaos kakinya yang dia lempar sembarangan tadi sepulang kantor.

Tanpa mengatakan apapun, Rama hanya diam.

"Celana itu kalau habis di pakai, taruh di keranjang kotor Mas. Bukannya begini. Ini juga kalau cari apa-apa itu pelan-pelan. Kan jadi berantakan. Ambil baju itu di angkat Mas, bukan di tarik. Kan jadi berantakan semua yang dari atas."

Rama hanya menghembuskan nafasnya dengan kasar, telinganya sampai panas sejak tadi di omeli istrinya. Semuanya yang dia lakukan salah. Sejak bangun tidur, hingga sore pulang kerja rasanya omelan Rinjani tidak ada habisnya.

"Karepmu Dek," (Terserahmu Dek)

Dengan gontai, Rama keluar dari kamarnya. Masuk kedapur, dan mencari air dingin disana.

"Kenapa kamu? Masih mual?" tanya Lastri yang melihat wajah kusur Rama.

"Mantu Ibu, lagi ngomel. Panas telinga ku, dari pagi di omelin. Semua salah, tambah ngeri sekarang kalau ngomel." Keluh Rama pada Lastri.

Lastri yang mendengar keluhan Rama, hanya bisa tertawa geli.

"Kamu mungkin yang salah, makanya Jani ngomel. Kalau tidak salah ya tidak ngomel." Bela Lastri pada Rama.

"Betul Bu, Mas Rama yang salah. Dia taruh handuķ basah di kasur, kaos kaki habis di pakai di lempar sembarangan. Ngambil baju di bawah, bukannya yang di atas di angkat ini cuma di tarik sembarangan jadi berantakan semua. Coba Bu, bagaimana tidak marah-marah." Ucap Rinjani, muncul dari pintu dapur. 

Rama yang melihat kedatangan istrinya semakin muram. Sudah pergi kedapur saja, masih di ikuti. Apa memang begitu perempuan kalau sudah mengomel, kemana saja di ikuti.

"Ngapain sih kesini Dek?" keluh Rama.

"Jani ngomel-ngomel di kamar, Mas malah pergi. Tidak menghargai orang," ucap Rinjani lagi.

"Sengaja." Ucap Rama lirih.

"Kalian ini bertengkar terus. Ini kenapa tidak siap-siap, katanya mau ke tujuh harian. Kok malah belum siap-siap?" Lastri ingat anak dan menantunya akan pergi sore ini untuk ke acara tujuh hari meninggalnya Mbok Kem.

"Biar puas dulu Bu, ngomelnya. Baru pergi." Jawab Rama.

"Coba Bu, bagaimana orang tidak marah. Di kasih tau, malah di bilangin ngomel. Mas Rama itu menjengkelkan Bu." Adu Rinjani pada Lastri.

"Aku lagi malas Bu. Dari pagi, mual-mual. Lemas, makan apa-apa rasanya tidak enak. Sabun yang harum saja bikin mual. Persis orang penyakitan Bu." Adu Rama lagi pada Lastri. Bukannya iba, Lastri justru tertawa. Jadi putranya yang benar-benar ngidam, bukan menantunya.

JODOH PAK LURAH  (SELESAI & PROSES TERBIT)Where stories live. Discover now