Through The Night

93 14 4
                                    

Hi!!? Masih ada yg inget cerita ini? 🤗

***

“Dimana kamarku?” tanya Crystal setelah mereka sudah berada di lantai dua rumah orang tua Reza. Meninggalkan keluarga besar Reza yang menyambut mereka di bawah. Para santri juga ramai mengintip dari balik jendela kamar asrama mereka saat keduanya turun dari mobil menuju rumah orang tua Reza yang berdampingan dengan asrama santri.

Reza tidak menjawab. Dia justru meraih pergelangan tangan istrinya dan membawanya ke dalam kamar tidur bergaya minimalis dengan tema monokrom. Hanya ada salah satu bagian dinding yang dihias dengan mural, dan membiarkan sisi dinding yang lain kosong. Beberapa furnitur dan dekorasi juga ditata dengan simetris sehingga menciptakan kesan kamar tidur yang teratur.

“Ini kamar kita,” ucap Reza seraya meletakkan koper mereka di dekat meja nakas pada sisi ranjang.

“Kita?” tanya Crystal seraya menunjuk suaminya dan dirinya sendiri secara bergantian. Reza mengangguk tanpa menoleh. Dia sibuk mengeluarkan handuk dan setelan kaos dari kopernya.

“Aku mau kamar yang lain,” putus Crystal tanpa ragu.

Reza mendesah, “ini bukan rumahmu. Kamu bisa nggak menghargai saya sebagai suamimu di rumahmu, tapi tolong hargai orangtua saya di rumah mereka ini. Apa kata mereka kalau tahu anaknya pisah kamar setelah menikah?”

Crystal memutar bola matanya bosan. “Kamu pikir aku peduli apa kata orang lain? Karirku nggak akan sejauh ini kalau mendengarkan apa kata mereka.”

Reza memejamkan mata. Berusaha memadamkan apa yang istrinya coba sulut di dalam dadanya. “Aku capek, badanku juga sudah lengket,” keluh Reza dengan suara lelah. “Boleh aku mandi duluan?” tanyanya meski tidak mengharapkan jawaban apapun. Reza pikir mengalihkan perdebatan mereka sampai dia lebih segar dan bisa berpikir jernih akan menjadi lebih baik. Semoga.

Crystal mengangguk begitu saja. Bukan kebiasaannya untuk berhenti sebelum mendapatkan apa yang diinginkannya, tetapi raut wajah laki-laki di depannya memang terlihat kuyu. Tidak menyenangkan untuk dilihat. Tentu saja. Reza menyetir Jakarta-Bandung setelah menemani dan menunggunya syuting hampir seharian. Crystal saja merasa badannya pegal, padahal dia meneruskan tidurnya di dalam mobil sepanjang jalan.

“Saya janji nggak akan berbuat macam-macam, jadi tolong mengerti selama kita menginap di rumah ini. Saya mandi dulu,” pamitnya setelah melepas jam tangannya dan berlalu menuju kamar mandi tanpa menunggu sahutan.

Crystal mengamati kamar suaminya, meski tidak banyak yang bisa dilihat. Yang paling mencolok dari kamar ini hanyalah beberapa deretan buku-buku tebal berbahasa Arab yang tertata pada rak dinding floating, yang tentu saja tidak bisa Crystal baca. Tidak ada foto apapun yang terpajang disini.

Wanita itu lantas membongkar kopernya. Mengeluarkan pakaian ganti dan peralatan mandi dari sana. Dia tidak bisa memakai peralatan mandi selain yang biasa dia pakai.

Pintu kamar mandi dibuka, setelah Crystal membuang beberapa kapas bekas membersihkan make up di wajahnya. Reza keluar seraya mengeringkan rambutnya dengan handuk. Pakaiannya sudah berganti lebih kasual. Celana selutut dan kaos serba hitam.

“Mandilah! setelah kamu selesai mandi, saya akan ke bawah dulu mencari sesuatu yang bisa dijadikan alas untuk tidur di lantai,” katanya tanpa menoleh. Dia masih sibuk mengeringkan rambutnya. Berharap kalimat yang baru saja dilontarkannya bisa menahan istrinya untuk tidak meminta kamar yang lain. Dia sungguh tidak ingin drama tambahan jika itu terjadi.

“Kamu yakin mau tidur sekamar denganku?” tanya Crystal. Sebelah alisnya naik menantang.

Reza menghela napas. Mencoba sabar. "Kenapa? Kamu takut?"

Sebelum CahayaWhere stories live. Discover now