Chapter 1.4 | How about Raja?

69 8 0
                                    

"Tersakiti atau menyakiti itu takdir alam, tinggal menentukan siapa yang akan menjadi pemain."

💅💅💅

Ardiaz menghela napasnya perlahan, menepuk pelan bahu sang istri. Mata Casia terlihat sembab, sepertinya perempuan itu menangis akibat melihat keadaan Raja seperti ini.

Ardiaz mengerti, bagaimana perasaan istrinya. Dia pun juga ingin menangis melihat keadaan anaknya, namun, dia tak bisa menangis. Dia sebagai kepala keluarga harus bersikap tegas dan dewasa, menyelesaikan masalah dengan kepala dingin adalah sebuah solusi tengah.

"Casia, bangun sayang. Kamu tidur di sofa dulu ya. Aku mau ngobrol sama temen-temen Raja dulu," ujar Ardiaz di dekat telinga Casia sembari sedikit membungkukkan tubuhnya untuk menyamain posisi Casia, istrinya.

Casia mulai membuka matanya perlahan, sebuah cairan bening langsung merembes turun dari kelopak matanya. Perempuan itu menangis di sela tidurnya. "Maaf, aku ke kamar mandi dulu." Casia beranjak menuju kamar mandi.

"Kalian bertiga, duduk di kursi yang ada di belakang Altezza ya. Maaf, om gak bisa kasi kalian duduk di sofa soalnya mau di pakai sama istri om," tunjuk Ardiaz pada beberapa kursi yang ada di belakang Altezza.

"Nggak papa kok Om. Lebih baik kasi Tante dulu aja, pasti dia capek jagain Raja," jawab Zalfa.

Ardiaz hanya menganggukkan kepalanya. "Jadi, gimana sama Raja Om?" tanya Altezza kembali.

"Begini ...." Ardiaz menceritakan semua kejadian yang terjadi pada teman-teman anaknya.

"Dan ya, seperti kalian lihat. Raja di fonis koma untuk beberapa hari karena ada beberapa saraf yang terganggu," sambung Ardiaz.

Tak ada yang menjawab, mereka semua terdiam mendengar penjelasan Ardiaz mengenai Raja. Apalagi Altezza, remaja laki-laki itu terbengong dan berkelahi dengan isi kepalanya.

'Gue nggak berekspetasi kalau Raja bakal separah ini. Siapa yang berani ngelakuin ini sama Raja? Apa Dezka dkk yang ngelakuin?'

Zalfa mengguncang bahu Altezza pelan. "Za, Za! Are you okay?" tanya Zalfa.

Altezza tersadar akibat guncangan di bahunya. "S-sorry, iya gue nggak papa," jawab Altezza.

"Ya udah om, karena kami udah tau keadaan Raja kami pamit dulu. Besok sepulang sekolah kami akan langsung kemari untuk jenguk Raja," ucap Altezza bangkit dari posisi duduknya.

Sama seperti Altezza, ketiga perempuan di belakangnya juga ikut bangkit dan pamit pada kedua orang tua Raja. "Om, kita pamit ya? Titip salam buat Tante Casia." Altezza menyalami Ardiaz diikuti Zalfa dkk.

Keluar dari ruang rawat inap Raja, Altezza mulai menebak-nebak siapa pelaku dari penyebab keadaan Raja saat ini. "Kalian! Menurut kalian, siapa yang melakukan hal tersebut terhadap Raja?" tanya Altezza.

Ava dan Zalfa terlihat berfikir keras, namun, berbeda dengan Arisha. Perempuan tomboy itu terlihat santai dan tenang, seperti sudah tau siapa dalang dibalik celakanya Raja.

"Sha, lo tau siapa yang ngelakuin itu sama Raja?" celetuk Ava.

"Dezka dkk kali," jawab Arisha santai. Ava, Zalfa dan Altezza sontak saling menatap satu sama lain dan kembali mengarahkan pandangan pada Arisha.

"Darimana lo tau?" tanya Zalfa.

"G-gue nebak doang, siapa tau 'kan?" mereka bertiga masih diam mendengar jawaban Arisha.

Arisha yang masih ditatap, lama kelamaan menjadi risih. "Kan biasanya Dezka yang selalu ganggu Raja. Kalau kalian nebak yang lain terserah, itu pendapat gue," ujar Arisha, berusaha membela diri.

"Arisha, dari raut wajah lo keliatan banget kalau lo nyembunyiin sesuatu. Bilang aja, semakin lo jujur semakin lo mempermudah kita. Gue atau yang lain gak bakal marah, malahan gue bersyukur lo mau jujur sama kita," ujar Altezza, berusaha membujuk Arisha untuk jujur.

Arisha akhirnya menghela nafas sejenak sebelum mengatakan hal yang ingin dia ucapkan. "Se-sebenarnya, gue udah tau semua rencana Dezka," ungkap Arisha, membuat ketiga orang yang ada dihadapannya terkejut bukan main.

"Maksud lo?"

(Flashback on)

"Va, Zal, gue ada perlu bentar. Ada barang yang ketinggalan, kalian tunggu sebentar ya?" ujar Arisha pada kedua sahabatnya. Posisi mereka ada di depan kamar mandi perempuan.

"Ck! Ada aja lo ah. Cepet-cepet! Capek berdiri gue," cibir Ava.

"Iya, bentar doang." Arisha pun pergi dari hadapan kedua sahabatnya.

Perempuan tersebut berjalan kearah rooftop. Menaiki tangga satu persatu ... Hingga sampailah Arisha di depan pintu rooftop, baru saja akan menekan gagang pintu, Arisha menghentikan kegiatannya.

Samar-samar Arisha mendengar suara tiga laki-laki di rooftop, perempuan itu semakin kepo dengan apa yang mereka dengarkan.

Saat sudah mendengar beberapa menit, kini, Arisha tau siapa yang ada di rooftop. Mereka adalah Dezka dkk, saat mendengar beberapa kata mengenai Raja, Arisha refleks mundur karena terkejut dan menginjak beberapa serok besi yang ada disana.

Arisha semakin panik, dia segera turun menuju gudang yang ada bawah rooftop dan bersembunyi agar tidak ketahuan Dezka dkk. Selang beberapa saat, saat suasana mulai sepi, Arisha mengecek keadaan.

Merasa aman, Arisha tak jadi mengambil barangnya yang tertinggal di rooftop dan memilih pergi meninggalkan tempat tersebut lalu kembali menemui sahabatnya.

(Flashback off)

"Oh, jadi itu alasan lo lari sampek ngos-ngosan? Kenapa lo nggak bilang sedari awal? Kasian Raja," ucap Zalfa merasa sedikit kecewa dengan Arisha.

"Gue nggak nyangka kalau kejadiannya sampek kayak gini. Makanya gue diem doang," jawab Arisha dengan rasa menyesal.

"Udah-udah, jangan debatin itu dulu. Sekarang, kita fokus ke permasalahan Raja. Mau kita gimanain si Dezka dkk? Mau balas dendam, atau buat dia ngaku kesalahannya sendiri?" tanya Ava sembari menengahi antara Arisha dan Ava.

"Gimana kalau—"

"Dua-duanya!" kata Zalfa sontak. Ucapan Altezza sampai terpotong, Altezza hanya bisa menunjukkan wajah pasrah.

"Tapi gimana caranya?" tanya Ava.

"Gue akan nyusun rencana sendiri. Kalian tinggal nerima semua rencana gue, ok?" semua menganggukkan kepalanya.

"Okay," jawab mereka.

***
Beberapa hari berlalu, sudah hampir satu minggu Raja tak sadarkan diri. Sahabat dan teman-temannya masih rajin menjenguk laki-laki tersebut.

Suasana ruangan begitu senyap, tak ada pembicaraan sama sekali. Hanya ada Casia, mama dari Raja dan Altezza yang asik memainkan ponselnya di samping brangkar Raja.

Sedang asik memainkan ponsel, Altezza tak sengaja sedikit melirik jemari Raja, dilihatnya jari Raja yang sedikit bergerak. Altezza sontak memberitahu Casia yang sedang mengelupas apel untuk dirinya makan.

"Tante!" seru Altezza, membuat Casia terperanjat.

"Astaga, ada apa Nak?" tanya Casia kehadapan Altezza.

"Jari Raja gerak," beritahu Altezza. Casia membulatkan matanya dan segera memencet tombol yang ada di atas kepala Raja untuk memanggil dokter.

"Raja ... sayang, bangun yuk. Jangan tidur terus, mama kangen," ujar Casia sembari mengelus kepala putra semata wayangnya.

Tok! Tok!

"Permisi, tolong beri sedikit ruang untuk dokter." suster memasuki ruangan disusul seorang dokter laki-laki paruh baya.

Dokter segera melakukan pemeriksaan. Selang beberapa menit, pemeriksaan selesai. "Bagaimana keadaan anak saya dok?" sergah Casia pada dokter dihadapannya.

"Begini ...."

TBC

Raja Brawijaya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang