Blunt Number 2

5.6K 215 7
                                    

Motor trail yang sudah dimodifikasi pada bagian mesinnya itu melaju kencang membelah tengah malam menuju sebuah klub malam, helm two-tone berwarna hitam dan putih itu menjadi pelindung wajah tampan dibaliknya. Klub malam terlihat sepi hari ini, sepertinya memang habis ada razia disini. Ia memarkirkan motornya di tempat parkir khusus pegawai dan masuk pergi ke dalam lewat pintu yang biasa dia lalui bersama partnernya. Hiruk pikuk terlihat tidak ramai seperti biasanya, terlihat bagaimana tipisnya kerumunan manusia di tengah lantai dansa.

Ia pergi ke bar dan memesan cocktail, “Tumben sekali hanya memesan cocktail.” dia hanya tertawa mendengar ucapan bartendernya.

Tidak ada yang menarik di klub malam ini, hanya ada beberapa wanita yang sudah kehilangan segelnya, mereka mencoba untuk menggoda dirinya dengan trik yang murahan. Ia hanya memejamkan mata saat kacamatanya dilepas oleh wanita itu, “Oh? Kau tampan tanpa kacamata itu.”

“Siapa namamu, boy?”

“Renveille,” jawabnya sembari memeluk pinggang wanita itu, “Hanya Renveille.”

Wanita itu percaya dan membelai wajah Renveille dengan sensual, diakhiri kegiatan saling lumat dan memanjakan lidah mereka di dalam rongga mulut.

Seorang pemuda duduk di samping Renveille, “Kupikir kau gay.”

Ciuman keduanya langsung terputus, diakhiri dengan tamparan pada pipi kiri Renveille. Wanita tadi memandang rendah Renveille dan pergi dari tempat, yang menjadi pengganggu hanya tertawa sembari memegangi perutnya. Renveille menarik bibir pemuda itu dan menepuknya dengan keras, kata ‘sialan’ meluncur begitu saja dari bibirnya. Ia meneguk habis cocktail-nya dan pergi ke arah perangkat disc jockey, walau partnernya tidak datang, ia masih bisa menghibur orang-orang disini sendirian.

“Hello, everybody. Make some noise!”

Beberapa diantara mereka langsung turun ke lantai dansa saat tahu bahwa disc jockey kesayangan klub ini sedang bekerja, tidak butuh waktu lama untuk membuat klub ini kembali padat pengunjung setelah ada razia. Sepertinya pemilik klub tahu bagaimana cara sumber uang (re: Renveille) untuk tidak pergi meninggalkannya, yah, walau terkadang permintaan Renveille diluar nalar. Pernah suatu hari saat klub sudah tutup, Renveille dan partnernya masih setia di klub untuk sebotol whiskey mahal pemberian bos. Ia bilang jika menerima gajinya bulan depan, ia ingin amethyst rock yang bisa terbang. Saat dilihat ulang, ternyata dirinya sudah setengah mabuk.

Shiftnya selesai pukul 01.00 dini hari, setelahnya ia harus menemui seseorang untuk membantu salah satu rekannya. Renveille berdiam diri di atas motornya sembari menghabiskan sisa puntung rokoknya, ada banyak hal yang memenuhi kepalanya. Terutama tentang memberikan bantuan kepada rekannya itu.

Hembusan pelan keluar dari mulutnya, “Kami sedang diam, jika dia tahu, mungkin akan menimbulkan masalah yang cukup kontras.”

Ia memacu motornya kencang sekali lagi, memecah keheningan malam dan menuju ke tempat yang sudah dijanjikan 3 hari lalu. Masa lalunya sudah berakhir, tapi entah mengapa perasaan ini selalu menggelitik hati dan pikirannya. Renveille tertawa kecil di balik helm tampannya itu, motornya berpacu diatas 140 km/h.

Disini, di gang sempit belakang pub gay. Dia yang meminta pertolongan telah tiba lebih dahulu, asap rokok dan sekaleng root beer menjadi temannya sementara menunggu teman lama yang menjanjikan pertolongan, sudah 3 tahun tidak bertemu dan bertegur sapa. Tiba-tiba mengharapkan pertolongan darinya, hidup ini lucu.

Renveille turun dari motornya usai sampai di tujuan, helm full face miliknya bertengger rapi di jok. Masuk sedikit ke gang sempit yang dimaksud untuk menemui teman lamanya, tentu saja dengan menepis rasa takut.

RANCLIFFETISH 🔞 - JAEMRENWhere stories live. Discover now