Nuha Menuntut Hak

2 0 0
                                    

Elmeera mengerjapkan mata saat seberkas sinar sang Bagaskara menerpa wajahnya, ia mengangkat kepala dan terduduk. Dirinya mengumpulkan kesadaran. Menatap ke sekeliling ternyata dirinya masih berada di perpustakaan, dirinya tertidur di tempat ini. Iya segera menatap ke tangan kanannya. Sudah pukul 08.00 pagi.

"Astaghfirullah, aku belum shalat subuh!"

Ia segera membereskan hasil gambarnya semalam, lalu dirinya langsung keluar lewat pintu samping karena perpustakaan belum buka.

Dirinya langsung menyalakan ponsel yang penuh dengan panggilan tak terjawab serta notifikasi notifikasi pesan lainnya dari Nuha, papanya, mamanya dan juga Airlangga yang menanyakan keberadaannya.

Setelah mendapatkan ojek, ia segera menyebutkan alamat rumahnya dan bergegas pulang dedenya yakin jika papanya pasti akan marah besar karena ia tidak mengaktifkan ponsel.

Sampai di depan gerbang, ia segera membayar dan dirinya masuk ke dalam. Berpapasan dengan sang Papa yang hendak berangkat ke kantor.

"Habis darimana saja kamu?" tanya Pak Reen.

Lelaki itu segera menarik tangan putrinya untuk masuk, diikuti oleh Nuha dan Airlangga. Bu Cassandra melihat kedatangan El yang ditarik oleh papanya hanya terdiam.

"Jawab kamu darimana?" tanya Pak Reen.

"Semalaman tidak pulang, menginap dengan siapa?"

"Pa, El semalam ketiduran di perpustakaan," jawab Elmeera.

Pak Reen tidak mempercayai apa yang diucapkan oleh putrinya. Iya yakin jika El melakukan hal negatif di luaran sana seperti kebanyakan gadis yang haus akan berlayar dan juga harta seperti yang diberitakan akhir-akhir ini.

"Kau tahu El, bagaimana jika rekan bisnis Papa tahu putri seorang Reen Marvin selalu keluyuran malam," ungkap Pak Reen.

"Tapi El tidak melakukan apa-apa, El hanya ketiduran di perpustakaan," ujar Elmeera.

"Alasan! Untuk apa kamu ketiduran di perpustakaan memang kamu tidak memiliki rumah El!"

Gadis itu hanya terdiam, ia bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin mengatakan jika dirinya tak ingin pulang ke rumah karena rumah yang kini menjadi tempatnya pulang, membuat batinnya terus tetap tertekan. Tempat yang harusnya menjadi peraduan yang melepas penat, hanya membuat pikirannya semakin kacau. Apalagi sekarang ya harus ke rumah dengan Airlangga, lelaki yang selalu menjadi tempatnya bersandar dan menjadi tempatnya berkeluh kesah kini telah resmi milik orang.

Ia sudah mengatakan kepada orang tuanya jika dirinya dan Airlangga memiliki perasaan, bahkan mereka melakukan hubungan secara diam-diam. Dirinya juga sudah meminta kepada sang papa agar tidak menjodohkan Nuha dan Airlangga, tetapi permintaannya tidak dihiraukan. Dirinya hanya diminta untuk mengalah demi kebahagiaan sang saudara angkat.

"Kau tidak bisa mengelak lagi 'kan?" tanya Pak Reen.

"Atau jangan-jangan kau seperti para jalang itu El?"

Elmeera menggeleng, tak menyangka  jika papanya sendiri bisa berpikir demikian kepada dirinya. Padahal Ia selalu menuruti apa yang diinginkan oleh papanya. Dirinya tidak pernah keluar malam jika Nuha tidak meminta untuk ditemani, mengapa hanya sekali saja dirinya tidak pulang semalam langsung dicap sebagai wanita murahan dan dipertanyakan moral oleh orang tuanya sendiri.

"Pa, aku ini anak Papa!" seru Elmeera.

"Kamu bisa lihat Nuha, dia tak pernah membuat Papa marah kenapa mah tidak pernah membuat Papa malu,"  ungkap Pak Reen.

"Pa, Nuha hanyalah seorang anak yatim piatu yang papa ambil dan bapak angkat sebagai anak. Mengapa dia merebut semuanya dariku, perhatian dan kasih sayang mama dan papa semuanya hilang dan diberikan kepada Nuha!"

Satu tamparan mendarat di pipi kanan dari sang papa kepada Elmeera.

"Jangan pernah mengatakan itu lagi, El!" seru Pak Reen.

Airlangga, ia refleks untuk membantu gadis itu bangkit. Namun, El menepis tangannya dan ia memilih untuk bangkit sendiri lalu berlari ke kamar. Apa salahnya jika dirinya mengatakan itu yang semua orang pun tahu jika Nuha hanyalah seorang anak angkat di keluarga ini.

***

Sebagai hukuman karena El membantah, pak Reen tidak memperbolehkan siapapun memberikan makanan untuk putrinya itu. Gadis itu juga dikurung di dalam kamar, dan tidak boleh keluar ke mana-mana.

"El, ini ada roti dan buah, ya, Mama taruh di laci. Jangan sampai papa tahu," ujar Bu Cassandra.

Sebagai seorang ibu, dirinya tidak tega jika membiarkan putrinya kelaparan di dalam kamar. Apalagi sejak pagi anaknya itu belum makan apa-apa ia membelikan roti dan beberapa camilan serta susu untuk ditaruh di kamar putrinya.

"Ma, El boleh minta peluk?" tanya Elmeera.

Rambut kecoklatan itu bak orang luar negeri tergerai. Elmeera begitu mendominasi gen papanya yaitu pak Reen. Orang tuanya campuran antara Inggris dan juga Aceh. Orang tua dari papanya sudah meninggal semua, papanya hanya memiliki seorang kakak yang kini tinggal di Amerika Serikat. Di Indonesia, pak Reen tidak memiliki sanak saudara kecuali saudara dari istrinya.

"Sebentar aja, Ma," ujar Elmeera.

Bu Cassandra, mendekati putrinya dan tubuhnya langsung dipeluk oleh El dengan erat. Gadis itu memejamkan mata seolah tengah menikmati momen langka bersama dengan ibunya. Walaupun mereka rumah, tetapi ia merasa apabila sangat sulit untuk mendapatkan waktu bersama dengan ibunya.

"Sudah, Mama ke kamar Nuha dia minta diajari untuk memasang seprai," ujar Bu Cassandra.

El, hanya tersenyum getir. Yang menjadi putri di rumah ini hanyalah Nuha mendapatkan perhatian penuh dari orang tuanya, selalu dimanja dan tidak pernah dimarahi oleh siapapun.

Gadis itu melepaskan pelukannya dari sang ibu.

Setelah bu Cassandra keluar dari kamar, seorang pelayan datang. Wanita paruh baya itu tersenyum ke arah El.

"Bi Laras," ujar Elmeera.

Wanita itu adalah pengasuhnya sejak kecil, hingga saat ini. Wanita yang selalu menghiburnya dan membantunya saat mendapatkan kesulitan.

"Mbak, bawain Non salad buah," ujar Bi Laras.

"Sama kebab," imbuh Mbak Laras.

Elmeera tersenyum, ia sangat menyayangi pengasuhnya itu. Yang mengetahui makanan favoritnya.

"Jangan sampai Tuan, tahu," ujar Bi Laras.

Wanita itu selalu membantu El dalam kesulitan seperti saat mendapatkan hukuman dari pak Reen seperti ini.

Bi Laras membereskan kamar Elmeera, ia mengambil pakaian kotor dari majikannya itu.

"Wah, gambarannya Non bagus sekali," ujar Bi Laras. Ia mengambil kertas yang semalam dicoret-coret oleh El.

"Cuma gambaran biasa, Bi," ujar Elmeera.

"Non, itu dari kecil hobi gambar, lukis, ini mah kata Bibi udah suhu," ungkap Bi Laras.

Memang sejak dulu dirinya sangat menyukai dengan lukisan ataupun hanya menggambar di kertas. Namun, keinginannya untuk berlatih menggambar selalu ditentang oleh sang papa. Pak Reen tak menginginkan putrinya menjadi seorang pelukis, menurutnya menjadi seorang pelukis itu tidak akan memiliki masa depan dan sangat memalukan karena tidak memiliki penghasilan tetap. Maka dari itu ia memasukkan putrinya ke fakultas kedokteran ternama.

Elmeera memakan kebab itu dengan lahap. Dirinya memang sangat lapar.

Setelah mengumpulkan pakaian kotor dan mengelap meja rias. Bi Laras segera keluar dari kamar.

"Gimana, Bi?"

"Sudah, dimakan Non El. Den. Den Air memang tahu kesukaan non, ya," jawab Bi Laras.

Airlangga mengangguk. Ia bersyukur di rumah ini masih ada yang bisa dirinya percaya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 04, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Janji AirlanggaWhere stories live. Discover now