Pernikahan

19 3 0
                                    

"Kita langsungkan saja pernikahannya. Niat baik harus disegerakan dan jangan ditunda-tunda."

"Apakah pernikahan akan digelar secara islam, Pak Kyai?"

"Iya, tentu saja. Kenapa, Nazwa?"

"Tidak apa-apa, Pak Kyai. Saya siap. Demi kehormatan saya yang sudah ternodai." Wanita itu menunduk, sementara Akif Furqan dan kedua orang tuanya saling lempar tatapan.

Demi kehormatan yang telah ternodai katanya? Kehormatan yang mana? Rasanya Akif ingin sekali menenggelamkan gadis ini ke dasar palung Mariana. Apa yang gadis ini pikirkan? Kenapa kepalanya penuh kebodohan dan tipu daya.

Sekali lagi ia hela napasnya yang berat. Mengucapkan istighfar berulang kali seraya meraup wajahnya dengan kedua belah telapak tangan. Nasib ini membuatnya seperti sesak napas. Terlebih saat ia tahu Ibu dan ayahnya sendiri tidak mempercayai apa yang diucapkannya. Bahwa ia tidak bersalah.

"Nama lengkap kamu siapa? Benar kamu yatim piatu? Bagaimana dengan saudara ayahmu, atau kakekmu. Kamu butuh wali, Nazwa."

"Nama saya Nazwa ... Nazwa Ufaira Lu. Keluarga dari mendiang ayah saya tak satu pun masih hidup, Pak Kyai. Ayah saya bermama Irfan Ardian Lu."

Ustad Syamsudin mengernyit hingga tampak kerut di dahi.
"Marga Lu? Kamu keturunan China?"

Nazwa mengangguk. Ia memang memiliki darah Chinese dari ayahnya.

"Tapi muslim, kan?"

Nazwa berkedip cepat.
"I ... Iya, Pak Kyai. Sa ... Saya muslim."

"Alhamdulillah. Tidak ada kendala."

Acara akad nikah berlangsung khidmad. Nazwa mengenakan baju gamis renda-renda warna putih, dengan khimar menjuntai menutupi dada. Akif sesekali melabuhkan tatapan sekilas pada gadis itu, meskipun harus berakhir dengan istighfar panjang. Jika boleh diakui, gadis itu tak kalah cantik dari Zahra.

Seperangkat Alat sholat dan cincin emas dua gram sebagai mahar telah tersedia. Acara yang tanpa persiapan membuat semuanya digelar sesederhana mungkin.

"Qobiltu Nikahaha wa Tazwijaha Nazwa Ufaira Lu binti Irfan Ardian Lu, alal Mahril Madzkuur wa Radhiitu bihi, Wallahu Waliyut Taufiq."

Dengan satu tarikan napas, Akif Furqan mengikrarkan janji suci di hadapan illahi rabbi, bahwa ia siap memperistri Nazwa Ufaira dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.

Semua yang hadir di majid Miftahul Jannah menyambut ikrar Akif Furqan dengan panjatan do'a.

"Baarakallahu likulii wahidimmingkumaa fii shaahibihi wa jama'a bainakumma fii khayrin"

****

Setelah akad nikah usai digelar, Akif Furqan memboyong istrinya pulang ke kediaman orang tuanya. Masih di kawasan kota Pekalongan. Hanya saja kediaman Akif Furqan sedikit masuk ke perkampungan.

Mobil sedan tua itu melaju dengan dikendalikan oleh Pak Ibrahim. Bu Mairah tampak bersungut-sungut sambil duduk kipas-kipas di seberang tempat duduk suaminya. Sementara di belakang, Akif Furqan dan istrinya saling diam, meskipun duduk bersisian.

Sekitar empat puluh menit, sedan tua itu bermuara pada halaman rumah yang lumayan luas. Rumah dengan ornamen kayu jati berukir indah itu memanjakan mata dan cukup terkesan klasik, sangat kental dengan identitas Jawa pemiliknya.

Sesampainya di rumah, Akif menunjukkan kamar kepada istrinya selepas ia mohon diri di hadapan kedua orang tuanya. Ia mengiring langkah kecil Nazwa yang tampak skeptis dibawa menuju kamar.

Tak ada benda mewah di kamar Akif Furqan. Jendela kecil di ujung ruang serta lemari dua pintu, ranjang berukuran seratus enam puluh sentian siap untuk memeluk saat terlelap. Dan juga buku-buku yang bejajar di atas nakas menunjukkan bahwa Akif Furqan Cerdas akibat kebiasaannya membaca.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 08, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Terpaksa Menikah Karena FitnahWhere stories live. Discover now