❬ ⸙: ✰❛Kenyataan; ❀❜ ❭

2.5K 292 70
                                    

⸙;; ❝ BELUM TEMBUS, TAPI GAPAPA, KALO NUNGGUIN TEMBUS NANTI AKU GA UPDATE UPDATE HEHE. MAAF YA BIKIN KALIAN NUNGGU LAMAᵕ̈ ೫˚∗:

°°

Rasa rindu sudah mulai Jungkook rasakan. Jauh dari Lalisa membuat pria itu khawatir dan gelisah. Tapi ada sesuatu yang harus ia pastikan, semua ini menyangkut masa depan nya. Ia mengikuti semua keinginan Jun-Hoo agar ia bisa menemukan jawaban pasti.

"Jenny dan Jeffrey berusaha menghapus semua bukti," jelas Jun-Hoo sambil menatap layar ponselnya dengan alis menukik tajam. Jungkook mulai mendekati pria tua itu, lalu berusaha melihat apa isi dari ponsel sang ayah.

Jun-Hoo mendongak. Menatap Jungkook dengan pandangan sendu.

"Ada sesuatu yang harus kau tau, Jung. Ini menyangkut nyawa kedua anakmu.. bahkan kekasihmu," tubuh Jungkook membeku, berusaha mencerna semuanya.

"Apa,"

"Yeonju melaporkan, beberapa hari ini Lalisa dan Jenny sering mendatangi rumah sakit untuk therapy. Lalisa mengalami kanker darah setadium akhir," Jungkook melemas. Bagaimana bisa Lalisa menyembunyikan semua ini? Wanita itu ingin menderita sendirian? Apa maksudnya ini?. Jungkook benar-benar tidak mengerti.

"Aku harus pulang," Jungkook marah dan kecewa. Lalisa menutupinya, seolah semua baik-baik saja. Padahal nyawa wanita itu dalam bahaya. Jungkook tidak bisa kehilangan Lalisa.

"Dengar, Nak. Ini alasan Lalisa tidak membiarkanmu bercerai dengan model itu," Jungkook menggeleng dengan senyum miris. Ia tak menyangka ini semua akan terjadi.

"Aku pulang,"

°°

Lalisa mengelus perut buncitnya dengan pandangan kosong, tidak tau apa yang akan ia lakukan setelah ini. Sudah hari ketiga Jungkook pergi, dan rasa rindu semakin menyesakkan dada. Tapi ia harus terbiasa. Tak ada kesempatan untuk berjuang lagi. Ia lelah. Sudah tak bisa menahan semua ini.

"Mommy hanya ingin yang terbaik untuk kalian, Sayang. Mommy hanya.. hiks," air matanya sudah tidak bisa ia bendung lagi. Ia tak masalah jika harus menghadap Tuhan lebih cepat, asal kedua anak nya lahir dengan selamat, dan dapat membawa kebahagiaan bagi Jungkook. Ia tidak ingin Jungkook larut dalam kesedihan nya nanti.

Suara pintu yang di buka dengan keras menyadarkan Lalisa, ia bisa melihat tubuh tegap yang ia rindukan kini tengah berada di depan nya dengan air mata yang tak berhenti mengalir. Lalisa tersenyum hangat menatap Jungkook. Ia bangkit, lalu memeluk pria itu dengan erat. Jungkook tidak lagi peduli dengan image nya jika seseorang melihatnya menangis seperti ini. Ia hanya ingin meluapkan semuanya di dekapan Lalisa, wanita yang sangat ia cintai.

"Kak, kenapa menangis?" Lalisa mengelus punggung tegap prianya dengan lembut, berusaha menenangkan. Bukan nya tenang, Jungkook malah semakin menangis kencang.

"Bagaimana bisa, sayang.. hiks.. Bagaimana bisa kau menyembunyikan semua ini? Bagaimana bisa kau mengambil keputusan untuk menderita sendirian? Bagaimana bisa kau terlihat sekuat dan setenang ini di saat kau tau bahwa nyawa mu tengah di ujung tanduk, Lalisa! BAGAIMANA BISA?!" Lalisa membeku, Jungkook melepaskan rengkuhan itu dengan sedikit kasar. Ia marah dan kecewa sangat kecewa. Lalisa tidak mempercayainya. Wanita itu ingin menderita sendirian.

"Kakak sudah-"

"YA! AKU TAU SEMUANYA! AKU TAU NYAWAMU TENGAH TERANCAM KARNA PENYAKIT GILA ITU! AKU TAU!" Lalisa sudah tidak bisa membendung air matanya lagi. Ia menatap Jungkook dengan sendu, lalu tersenyum manis.

"Aku baik-baik saja, Kak." Jungkook mengepalkan kedua tangan nya. Rahang pria itu mengeras, menatap Lalisa dengan sorot mata yang tajam.

"Jelas kau tidak baik-baik saja. Berhenti berpura-pura dan belajar untuk lemah, Lalisa! Aku mohon. Semua ada batasnya. Kuatmu, kesabaranmu. Semua ada batasnya. Ku mohon, buat aku menjadi lebih berguna. Kau bisa sembuh sayang," Lalisa menunduk. Ini berat dan menyakitkan. Jika ia ingin sembuh, kedua anak nya harus di korban kan, dan Lalisa tidak ingin itu terjadi.

"Sudah, Kak. Semuanya hanya membuang-buang waktu dan akan membahayakan si kembar,"

"Dirimu, sayang. Tolong pikirkan dirimu," Lalisa mengelus perutnya dengan lembut, berusaha menenangkan kedua anak nya yang sedaritadi tak bisa diam. Mungkin mereka mengerti apa yang tengah ia dan Jungkook bicarakan. Senyum tipis tercetak di bibir ranum wanita itu. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana manis nya mereka saat lahir. Pasti Jungkook akan menyayangi mereka dan menjaga mereka dengan baik. Lalisa yakin.

Perlahan Lalisa mendongak, menatap Jungkook yang masih mengatur nafasnya.

"Aku menyerah, Kak."

°°

Seorang wanita berwajah kacau tengah menatap layar laptop nya dengan tatapan datar.

"Brengsek kau, Lalisa. Kau menyembunyikan penyakit sialan ini, dan ingin menderita sendirian. Apa-apaan itu. Sok kuat sekali," gumam wanita itu. Tak terasa air mata mulai membasahi pipinya.

"Ambil Jungkook, asal jangan mati, Sialan!" Merasa sudah tak kuat, akhirnya wanita itu menangis dengan keras, menatap layar ponselnya dengan sendu.

"Tampar aku. Kakakmu ini memang brengsek. Tampar aku, Lalisa." Dia-Roseanne. Setelah tau semuanya dari pak tua-Jun-Hoo, ia merasa sebuah petir menyambar tubuhnya di siang hari. Semua teras gelap dan menyakitkan.

"Kau boleh ambil pria itu, tapi tolong jangan mati, Lalisa.. hiks. Aku akan menjaga ponakan ku, ku mohon Jangan mati." Rasa sesak sudah tidak bisa Roseanne tahan lagi. Ia tak masalah jika harus melepaskan Jungkook, sekarang ini, baginya hanya nyawa Lalisa dan ponakan-ponakannya yang paling berharga.

"Anne,"

"Jeff?"

°°

Hehee

rose's sister | lizkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang