Sudah TAMAT ya di Karyakarsa. Link ada di bio
Selamat Membaca
"Gimana?" Suara Deni memecah keheningan di ruang yang biasa dijadikan untuk bersantai. Sekarang dua manusia beda jenis itu tengah menyesap jus mangga. "Gimana apa Mas?"
"Permintaan Opa." Jelas Deni singkat dengan menatap langit yang sudah berubah warna karena jam menunjuk pukul lima sore. "Saya nggak tahu kamu siap atau tidak, tapi bagi saya semua ini harus dilakukan."
"Maksud Mas? Aku harus hamil dan melahirkan keturunan buat Mas, gitu?" Kepala Deni menoleh, dan mengangguk. Tidak salah bukan?
"Enggak, itu permintaan yang sulit disaat hubungan kita saja masih sama kaya dulu." Tolak tegas Sarah, anak itu ibarat anugerah dan sebagai calon Ibu ia ingin menyiapkan sebuah keluarga yang utuh untuk menunjang tumbuh kembang anaknya. Karena ia yakin bahwa anaknya tidak akan mendapatkan figur keluarga itu jika ia lahir di pernikahan bisnis ini.
"Tapi saya tidak akan mengabaikan permintaan Opa."
"Aku paham Mas, tapi buat anak itu tidak bisa coba-coba, banyak hal yang harus diperhatikan. Dan satu lagi aku nggak mau anakku kekurangan figur orangtua jika pernikahan ini saja aku tak tahu akan dibawa kemana." Pandangan Deni melemah, pikirannya dipenuhi oleh banyak hal. "Apa kamu tidak bisa membuat pernikahan ini layaknya pernikahan orang lain. Saya akan berusaha bertanggungjawab akan semua yang terjadi kedepannya."
"Aku nggak butuh ucapan Mas, yang aku butuhkan itu bukti. Sebrengseknya kamu di masa lalu saja membuatku sadar bahwa aku menikahi pria yang memiliki keburukan disana, jadi aku tidak mau berharap lebih." Membayangkannya saja Sarah bisa bergindik ngeri, apalagi harus menjalaninya.
Deni paham akan anggapan itu, toh semuanya kenyataan. "Oke, saya akan membuat kamu nyaman terlebih dahulu sebelum kita fokus ke pernikahan ini. Kita buat hubungan ini normal." Tekannya dengan nada penuh semangat.
Dilain sisi banyak hal yang membuat Sarah membentengi dirinya, karena pengalaman masa lalunya yang pernah merasakan dikecewakan saat hati sudah tertambat. Membuatnya sadar bahwa sesuatu yang bisa menerima dirinya apa adanya adalah dirinya sendiri bukan orang lain.
***
"Dah dapat apa yang gue pinta?" Ucap Deni saat Seno masuk ke ruang kerjanya. Seno mengangguk, dan berjalan mendekat. "Udah gue kirim, lo nggak baca?"
"Belum sempet gue."
"Pantes."
"Intinya apa?" Seno duduk di sofa dengan tangan yang sibuk membuka tab, "Yang gue dapat pacar Sarah atau saat itu akan menjadi tunangannya ketahuan menghamili sahabat Sarah. Dan itu membuat Sarah memutuskan untuk sekolah ke luar negeri sekalian menenangkan diri."
Kedua bola mata Deni sontak membola setelah mendengarkan penjelasan dari bibir Seno. "Ini cowoknya." Seno memperlihatkan sebuah gambar pria yang seusia Sarah dengan seorang anak perempuan digendongannya.
"Dia sekarang bekerja di salah satu bank swasta, statusnya juga duda. Konon cerita setelah anaknya lahir dia menggugat cerai istrinya. Entah mereka tak cinta atau memang pernikahan itu dipaksakan gue nggak tahu." Mengepalkan tangan Deni menatap sengit ke foto yang sudah ia identifikasi sebagai tersangka karena dialah yang membuat Sarah tidak pernah percaya lagi dengan orang lain.
"Semua informasinya sudah gue kirim ke email. Tinggal lo cari tahu lagi detailnya."
Menyandarkan tubuhnya Deni menangkup wajahnya yang dengan kedua tangan. Pikirannya buntu saat ia mendapati sebuah fakta, dimana fakta itu membuatnya sadar bahwa Sarah telah dilukai terlalu dalam.
"Oke, sekarang lo bawa apa hari ini." Tanya Deni untuk mengalihkan fokusnya ke pekerjaan. "Kita harus ke kantor perusahaan AnB untuk konsolidasi mengenai rancangan kita. Ditambah direktur disana ingin bertemu denganmu."
Mengangguk patuh, Deni bersiap untuk pergi bersama Seno. Ia tetap harus fokus agar firma arsitek yang ia bangun ini tetap menghasilkan keuntungan meskipun ia harus berperang dengan hatinya yang dilingkupi amarah.
"Sarah, lo mau kemana?" Tanya Indri, salah satu karyawan yang Sarah pekerjakan. Jarak usia Sarah dan Indri yang tak begitu jauh membuat mereka memutuskan untuk bersahabat. "Mau jalan-jalan butuh refresing. Lo mau ikut?"
"Enggak, kalau gue ikut yang jaga disini siapa?"
"Benar juga. Oh, yasudah gue pergi." Sarah berjalan keluar butiknya dan masuk ke dalam mobil yang akan mengantarkannya ke mall yang jaraknya tidak jauh dari butik. Ia ingin kulineran dan membeli beberapa barang yang habis.
Saat tangannya sibuk memilih beberapa barang yang akan ia masukkan kedalam keranjang, ada suara yang menyapanya.
"Sarah." Suara yang cukup fameliar di indera pendengarannya. Suara yang mampu membuatnya mengingat sebuah kejadian yang cukup membuat hatinya hancur. Bukan hatinya saja, tapi kepercayaan kepada lawan jenis juga hancur akibat tingkah pemilik suara itu.
Mencoba menulikan pendengaran ia berusaha tetap fokus ke apa yang akan ia beli. Namun sayang, suara itu memanggilnya kembali.
"Sarah."
Menghela napas panjang, ia menatap seseorang yang sudah berdiri dibelakangnya dengan sorot mata tak suka. "Ya." Jawab Sarah acuh, rasanya ia ingin memaki sosok pria yang menatapnya dengan pandangan aneh itu. Pandangan yang menurut sebagian orang adalah pandangan rindu yang tak berkesudahan.
"Apa boleh saya memelukmu?" Tanyanya dengan suara yang lirih. Tidak cukupkah dia yang telah melukai hati Sarah dulu? Sekarang ia ingin memeluk Sarah? Gila pasti orang ini.
"Gila lo." Maki Sarah yang kembali fokus mengambil barang yang ia butuhkan dan pergi sejauhnya dari sosok masa lalunya itu. Sosok yang membuatnya sadar bahwa tidak ada orang lain yang peduli kepada dirinya kecuali dirinya sendiri.
"Tunggu. Saya mau bicara."
Tubuh Sarah yang sudah menjauh, sontak terhenti. Ia menoleh sekilas dan berujar. "Bicara apa? Gue sibuk."
"Maaf, saya ingin meminta maaf atas apa yang terjadi di masa lalu." Kalau bisa saya ingin mengubah masa lalu itu dan tetap berada disisi kamu.
"Sudah gue maafin saat lo sama Kia main dibelakang gue. Dan satu lagi, gue mohon lo jangan muncul lagi dihidup gue, cukup di masa lalu saja." Membayangkan masa lalu saja Sarah masih merasakan rasa sakit di relung hatinya.
"Saya sudah tidak bersama Kia." Jelas Putra.
"Hah, mau lo tetap atau sudah bercerai sama dia itu bukan urusan gue. Yang gue inginkan lo jangan muncul lagi di depan mata gue."
"Apa tidak ada kesempatan buat saya menembus kesalahan masa lalu Sarah?"
Tanya tuh tembok. Seandainya Sarah bisa berucap maka ia akan mengatakan hal itu, tapi ia merasa malas berdebat dengan sosok di masa lalunya itu. Lebih baik ia pergi dan melanjutkan kegiatan hari ini.
Tbc

ŞİMDİ OKUDUĞUN
Cinta Sang Casanova ✔ (KBM & KARYAKARSA)
Genel KurguCerita ini sudah TAMAT di Karyakarsa Langsung Bab 1 aja