Chapter 1

153K 5.6K 272
                                    

Selamat membaca 😁

Sudah hampir satu jam Jean duduk di bangku restoran sendiri untuk menunggu kedatangan seseorang. Tetapi, pria yang akan menjadi calon suaminya itu justru tak kunjung datang di pertemuan yang sebelumnya telah disiapkan oleh keluarga dari dua belah pihak.

Jean melirik arloji yang berada di pergelangan tangannya. Dia kemudian menghabiskan minuman yang dia pesan sebelum pergi meninggalkan tempat itu.

Namun saat Jean berniat pergi, pria yang dia tunggu justru datang.

Jean menatap lurus ke arah Richard yang saat ini tengah duduk di depannya dengan angkuh. Jangankan meminta maaf, Richard bahkan tidak mencoba untuk menjelaskan alasan kenapa dia datang terlambat di kencan pertama mereka.

Meskipun mereka berdua pernah bertemu saat pertemuan keluarga besar. Tetapi ini adalah pertama kalinya mereka bertemu secara pribadi. Dan Richard justru memberikan kesan yang buruk saat kencan pertama dengan Jean.

"Aku tidak punya banyak waktu, jadi aku akan langsung ke intinya saja," pungkas Richard datar.

"Walaupun nanti kita akan menikah, tapi hubungan kita hanya sebatas kepentingan bisnis. Jadi kita urus diri kita masing-masing, dan tidak boleh ada yang mencampuri urusan satu sama lain."

"Dan satu lagi, jangan pernah berharap lebih dari pernikahan ini. Karena aku sudah ada pasangan. Dan aku tidak berniat mengakhiri hubunganku dengan dia meski kita sudah menikah," tegas Richard dingin.

Jean diam dengan tatapan menerawang jauh ke depan. "Sejak awal aku memang tidak pernah berharap banyak dari perjodohan ini.
Jadi kalau kamu punya wanita lain, itu urusan kamu. Aku sama sekali tidak tertarik dengan hubungan percintaan kalian berdua," ujarnya tenang.

"Baguslah kalau kamu sadar diri," sahut Richard.

"Terserah kamu ingin menjalin hubungan dengan siapa pun, aku tidak akan ikut campur. Tapi pastikan kamu dan wanita itu tau batasan masing-masing. Dan jangan sampai kalian berdua mempermalukan aku sebagai istri sah," pungkas Jean lugas.

Richard menatap Jean tanpa ekspresi.

"Oke, setuju," sahut Richard.

Dia kemudian beranjak dari kursi dan berlalu pergi meninggalkan Jean seorang diri.

Setibanya di tempat parkir, Richard langsung masuk ke dalam mobilnya.

"Gimana, Sayang?" tanya Natalie tampak gelisah.

Richard menyentuh pipi kekasihnya itu sembari tersenyum lembut. "Semuanya aman, kamu nggak perlu khawatir," tuturnya dengan nada suara halus.

"Dia setuju dengan hubungan kita?" tanya Natalie memastikan.

Richard mengangguk. "Dia sudah janji nggak akan ikut campur."

"Tapi gimana kalau nanti dia lapor ke orang tua kamu tentang masalah ini?" tukas Natalie cemas.

"Itu nggak mungkin, karena aku dan dia sudah sepakat untuk nggak mencampuri urusan satu sama lain. Dan aku juga nggak akan membiarkan dia mengganggu hubungan kita. Jadi kamu nggak perlu cemas," jawab Richard.

"Kalau pun dia sampai berani melakukan hal itu, dia akan langsung berhadapan dengan aku," sambungnya mencoba menenangkan Natalie yang masih terlihat resah.

Namun, hal itu justru membuat Natalie semakin tampak tidak tenang.

"Apa yang sebenarnya kamu takutkan, hem?" tanya Richard lembut saat melihat ekspresi wajah Natalie yang murung.

Natalie tertunduk lesu. "Rasanya aku masih belum ikhlas membiarkan kamu menikah dengan perempuan lain," ungkapnya dengan nada suara rendah.

"Hei, kamu nggak perlu sedih seperti ini. Karena meskipun aku menikah dengan dia, tapi hatiku tetap milik kamu. Dan lagi, ini hanyalah pernikahan politik. Jadi tidak ada yang perlu kamu takutkan. Karena perasaanku tidak akan pernah berubah," jelas Richard sembari mengangkat dagu Natalie ke atas.

"Tetap aja aku nggak rela," lirihnya dengan tatapan pilu.

"Aku nggak akan pernah nyentuh dia," ucap Richard.

Natalie menatap Richard sendu. "Janji?"

"Iya, aku janji. Lagipula aku nggak mungkin bisa ngelakuin itu dengan perempuan lain selain kamu," pungkas Richard dengan raut wajah serius.

"Sudah, ya? Sekarang jangan sedih lagi," lanjutnya membelai wajah Natalie lembut.

Natalie terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk.

Richard tersenyum lebar. Dia lalu mendekatkan tubuhnya dan mendaratkan bibirnya ke bibir Natalie.

Sedangkan di ujung sana, Jean tidak sengaja melihat adegan tersebut dari kaca mobil dengan sangat jelas.

Dia hanya diam dan tidak berekspresi apa pun. Lalu setelah itu dia memilih untuk pergi meninggalkan tempat itu, dan membiarkan Richard serta Natalie bercumbu mesra di dalam mobil.

"Sayang, kayaknya dia melihat kita," ucap Natalie setelah Richard melepas pagutannya.

Richard menaikkan alis ke atas sebelah. "Siapa?"

"Perempuan yang dijodohkan sama kamu. Aku nggak sengaja lihat dia berdiri di sana," jawab Natalie menunjuk ke arah di mana Jean berada sebelumnya.

"Nggak apa-apa, biarkan saja," sahut Richard tak acuh.

Dia kemudian memakai sabuk pengaman dan mulai melajukan mobil menuju rumah Natalie.

Selepas mengantar Natalie pulang, Richard langsung kembali ke rumah keluarganya.

"Bagaimana pertemuan kamu dengan Jean?" tanya Darius ketika mendapati anak semata wayangnya itu masuk ke dalam rumah.

Richard duduk di sofa yang berhadapan dengan Darius. "Biasa saja, nggak ada hal yang istimewa," jawabnya singkat.

"Kamu baru mengenalnya, jadi belum ada ketertarikan. Nanti setelah kalian berdua menikah dan sering menghabiskan waktu bersama, rasa sayang itu akan muncul dengan sendirinya," timpal Agnes.

"Seperti Mama dan Papa dulu," imbuhnya.

"Jangan samakan aku dengan kalian. Aku sulit menerima orang baru dan nggak bisa semudah itu membuka hati untuk orang lain," ujar Richard.

"Papa dulu juga bilang begitu ke kakek kamu saat dijodohkan dengan Mama kamu. Tapi setelah menikah, Papa justru tidak mau pisah dengan Mama kamu. Bahkan, sampai sekarang perasaan Papa masih sama," sahut Darius tersenyum hangat ke arah istrinya.

"Tapi aku ingin menikah dengan perempuan pilihanku sendiri, bukan dengan perempuan pilihan kalian," pungkas Richard.

Pandangan Darius kembali beralih ke arah Richard.

"Kamu adalah pewaris keluarga ini, jadi kamu tidak boleh menikah dengan perempuan sembarangan. Kamu harus mencari pasangan yang sepadan juga dengan kamu," ucap Darius lugas.

"Dan Jean adalah perempuan yang tepat untuk menjadi pendamping kamu. Karena dia sudah jelas bibit dan bobotnya. Selain itu, latar belakang keluarganya juga bagus," lanjutnya.

"Tepat bagi kalian bukan berarti tepat bagi aku," tukas Richard.

"Ini hanya masalah waktu. Lama kelamaan nanti kamu juga pasti bisa menerima Jean," ucap Agnes.

"Tapi—"

"Kamu harus percaya dengan Mama dan Papa. Kami berdua menjodohkan kamu dengan Jean karena kami ingin memberikan yang terbaik untuk kamu," imbuhnya.

"Jadi kamu harus bersikap baik dengan Jean. Dan jangan sampai membuat dia kecewa," kata Agnes memperingatkan.

Namun Richard hanya diam dan tidak membalas ucapan Agnes.

"Kamu harus segera mempersiapkan diri dan atur jadwal kerja kamu. Karena kami dan keluarga Jean sudah sepakat untuk mempercepat tanggal pernikahan kamu dengan Jean," ungkap Darius.

Richard tampak tidak suka saat mengetahui hal tersebut. "Kenapa harus dipercepat? Aku masih belum siap dan butuh waktu untuk ini," pungkasnya keberatan.

"Itu kenapa Papa menyuruh kamu untuk segera mempersiapkan diri," ucap Darius lugas.

Richard mengepalkan tangan erat. Dia lalu beranjak dari sofa dan pergi begitu saja dengan amarah yang tertahan.

TBC.

Pernikahan Politik ✓[TAMAT-LENGKAP]Where stories live. Discover now