ELSJE

139 30 4
                                    

"Jasmijn, bisa datang ke rumah sakit UMCG? Aku akan ke sana membawa Elsje. Dia sedang hamil dan tiba-tiba pendarahan."

"Ha? Elsje hamil? OK ... aku segera ke sana."

Rosa yang sedang berada di sebelah Jasmijn bertanya-tanya melihat ekspresinya yang tampak terkejut.
"Awan meneleponmu?"

"Iya, dia minta aku datang ke UMCG. Elsje hamil dan sedang pendarahan."
"Ha-hamil?"

Berita itu terdengar bagaikan gelegar  halilintar di langit Rosa. Tetangga Awan itu hamil dan sekarang dia sedang membawanya ke rumah sakit. Jadi ... apa hubungan mereka sebenarnya? Rosa menggelengkan kepala, mengusir pikiran buruk yang muncul begitu saja.

"Aku berangkat dulu, ya!" Jasmijn bergegas menuju parkiran sepeda.

"Aku ikut!" Entah untuk apa, yang jelas Rosa merasa harus ikut dan memastikan apa yang sebetulnya terjadi.

Awan sedang menunggu di depan ruang pemeriksaan, ketika Jasmijn datang bersama Rosa. Pria itu tampak sedikit terkejut melihat kehadiran Rosa di tempat ini. Sudah sebulan terakhir,  gadis itu tidak bertemu dan berkomunikasi dengan Awan.

Terakhir kali bertemu adalah sebelum kepergian Regina, yang berakhir dengan situasi yang cukup canggung. Sayangnya, pertemuan pertama mereka malah justeru di rumah sakit. Benar-benar bukan tempat yang ideal.

"Bagaimana Elsje?" tanya Jasmijn khawatir. Meskipun mereka tidak dekat, tetapi Jasmijn sempat bertemu dengan gadis itu beberapa kali, sewaktu berkunjung ke apartemen Awan.

"Sedang ditangani oleh dokter." Awan mengalihkan perhatiannya pada Rosa. "Hi Rosa, aku tidak mengira kamu akan ikut juga ke sini."

"Ah iya, kebetulan aku sedang tidak ada agenda." Rosa menjawab dengan kikuk. Ia menghela napas untuk menenangkan diri. Pria yang pernah menyatakan diri ingin menikahinya, lalu sebulan tak ada kabar tak ada berita, sekarang tiba-tiba berada di rumah sakit untuk mengurusi wanita yang keguguran. Ia ingin sekali bertanya tentang semua ini, tapi situasinya sangat tidak tepat.

"Sejak kapan kamu tahu Elsje hamil?" tanya Jasmijn pada Awan.

"Sejak hari pertama dia mengetahuinya. Aku adalah orang pertama yang diberitahunya"

"Hah ...sudah kuduga. Kalau saja Elsje itu muslim, jangan-jangan kalian sudah menikah sejak lama."

Seketika lutut Rosa terasa lemas. Jadi ... apakah dugaanku benar? Untuk apa Elsje menceritakan pada Awan kalau dia bukan pihak yang juga berkepentingan dengan kehamilannya?

"Jaga bicaramu, Jasmijn." Awan segera menjawab dengan tegas. Ia melirik Rosa yang saat ini sedang menatapnya tajam. Awan memang belum memberitahu keluarganya bahwa dia sudah melamar Rosa, dan statusnya masih menggantung saat ini.

"Awalnya Elsje berencana melakukan aborsi, tetapi setelah kami berbicara panjang, akhirnya dia memutuskan untuk melanjutkan kehamilan ini." Awan menjawab dengan tenang. "Tapi ... ternyata Allah berkehendak lain. Kata dokter janinnya tidak bisa diselamatkan."

Bagaimana ekspresimu bisa sedatar itu membahas rencana aborsi, Awan? Dimana hati nuranimu? Rutuk Rosa dalam hati. Saat aku mengakui dosaku di masa lalu, dia begitu terkejut dan hanya diam seribu basa. Bahkan, menjauhiku hingga saat ini. Tapi ternyata Awan menyembunyikan dosanya sendiri.
Dada Rosa terasa begitu sesak, air matanya sebentar lagi menetes. Rasanya Rosa sudah tidak sanggup lagi berada lebih lama di rumah sakit itu. Apalagi jika harus bertemu dengan Elsje. Dia sama sekali tidak siap. Hatinya begitu perih seperti teriris-iris, karena merasa dikhianati.
"Jasmijn ... aku pulang duluan ya. Ada tugas yang harus aku selesaikan."

"OK, kurasa begitu lebih baik," jawab Jasmijn.

Rosa segera pergi tanpa berpamitan pada Awan. Namun di belakang dia mendengar suara Awan yang mengatakan agar berhati-hati di jalan. Gadis itu sudah tidak peduli lagi.

His ScentWhere stories live. Discover now