Calon Mantu

16K 1.2K 125
                                    

Pak Danes benar menjemputku sore itu untuk belanja bulanan. Dia datang lebih cepat sekitar pukul 3 sore karena harus mengecek usahanya dahulu. Ini pertama kalinya untukku mengunjungi usahanya. Harusnya aku masih ada kelas jam 2 siang, untungnya Bu Ikke berbaik hati meliburkan kelas karena memang sudah tidak ada materi lagi.

Udara dingin langsung menyambutku begitu keluar dari mobil. Tempatnya bagus sekali. Sangat cocok untuk dibuat menjadi tempat wisata.

"Buat villa disini bagus banget sih Mas. Mending itu lahan kosong disana kamu bangun villa terus disewain kan lumayan."

Dia masih sibuk membantuku memakai jaketnya. Sebuah jaket jeans berwarna biru muda. Lihat saja, sebentar lagi jaketnya akan menjadi milikku hehehe.

"Ada satu di belakang sana, pemandangannya juga lebih bagus. Tapi nggak Mas sewakan, kadang dipakai kalau ada keluarga datang saja."

Aku mengangguk-anggukkan kepala. Beberapa pekerja yang sepertinya akan pulang menyapa kami. Tidak sedikit yang menggoda Pak Danes karena membawa seorang perempuan bersamanya.

"Eh bawa siapa itu Pak Danes, cantik." Seorang ibu-ibu menyapa kami yang hampir sampai ke sebuah bangunan yang bertuliskan 'Gudang Penyimpanan'.

"Hahaha, calon bu. Mohon doanya." Dia menjawab sekenanua.

"Wah akhirnya, aamiin aamiin semoga lancar nggih Pak."

Pak Danes hanya membalasnya dengan ucapan terima kasih lalu membawaku masuk ke dalam gudang tersebut. Disana ada beberapa pekerja yang sedang memilah melon.

"Gimana Ndi? Lancar panennya?"

"Alhamdulillah Pak, periode tanam ini bagus-bagus hasilnya. Hanya sebagian yang terserang hama penyakit." Lelaki yang dipanggil Ndi oleh Pak Danes itu menghentikan sejenak kegiatannya untuk berbincang dengan Pak Danes.

"Alhamdulillah, itu tadi saya lihat lahan blok timur belum selesai digarap? Bukannya lusa sudah mulai ditanami caisim?"

"Kemarin ada masalah di Blok yang selatan Pak, yang sedang ditanami timun itu. Pada rubuh polinetnya jadi pekerja saya minta membenarkan yang sana dahulu karena takutnya angin lagi kencang pak, bisa rusak tanamannya. Makanya jadi ada keterlambatan pengolahan lahan. Insha Allah lusa sebelum tanam sudah selesai pak, anak-anak lab juga akan bantu karena sudah tidak ada pekerjaan urgent di lab."

Aku tidak begitu mengerti apa yang sedang diperbincangkan. Lelaki di depan kami ini sesekali menatap penuh rasa keingin tahuan pada tanganku yang bertaut dengan Pak Danes.

"Iya kamu urus saja mana baiknya, kalau memang kekurangan pekerja bisa rekrut yang baru Ndi. Saya persilahkan."

"Rencananya seperti itu Pak, pekerja lahan kita kekurangan Pak. Mungkin butuh dua sampai tiga orang lagi."

"Ya monggo, tapi utamakan dulu pemuda sekitar ya Ndi."

"Nggih Pak."

"Yasudah kalau begitu saya mau lihat-lihat hasil panen dahulu. Sayuran sudah dipacking?"

"Sudah semua aman pak."

"Ya baik, terimakasih ya Ndi." Dia mengalihkan wajahnya ke aku, "Mau melon kamu?"

Aku menganggukkan kepalaku. Pak Danes berbincang sejenak dengan lelaki tadi. Lalu mengajakku menuju gudang kecil yang dipenuhi melon.

"Mau yang oren atau hijau?" Pak Danes melepaskan tautan tangan kami lalu berjongkok untuk memilih melon.

"Enakan yang mana?" Aku ikut berjongkok di sampingnya.

"Kalau Mas lebih suka yang oren."

"Ya udah yang oren aja."

Sustainable LoveWhere stories live. Discover now