• luciole 10

289 52 4
                                    

•luciole•

"Aduh anjing, pelan-pelan dong!"

Minho meringis kesakitan saat Chan menyentuh luka bekas tamparan Changbin di pipinya menggunakan kapas. Tapi, bukannya peduli dengan ringisannya, lelaki itu semakin menekan lukanya dan berakhir membuatnya memukul kuat tangan lelaki itu.

"Pelan-pelan, jingan! Lo niat obatin gue gak sih?"

"Gak," Chan menjawab santai, lalu meraih kedua tangan Minho untuk ia genggam dengan tangan kirinya--sedang tangan kanannya kembali ia gunakan untuk membersihkan luka Minho, "gue bodyguard lo, bukan dokter lo."

"Kalo gak niat, gak usah, jingan! Lo bukannya  buat gue sembuh, malah makin sakit."

"Gak ada luka yang baru," dengan sengaja Chan menekan luka di sudut bibirnya itu--Minho sudah tahu.

"SAKIT, JINGAN!"

"Ya, makanya lo jangan bacot. Lagian, luka baru kayak gini gak ada yang langsung sembuh setelah diobatin pertama kali."

"Tapi lo pelan-pelan dong ah! Ini sakit tahu."

"Ini udah pelan, lo mau yang lebih pelan kayak apa lagi?"

"Tetap aja sakit."

"Kan gue pake tangan. Lo mau gue pake bibir biar gak sakit?"

"Apaan?"

Minho mendelik tajam, menatap Chan dengan tatapan tidak senangnya. Sedang yang ia tatap nampak biasa saja. Lelaki itu tidak menampilkan ekspresi apapun dan lebih memilih untuk melepas kedua tangannya. Selanjutnya memilih sibuk untuk membereskan botol alkohol dan kapasnya sebelum dimasukan kembali ke dalam kotak P3K, sebelum dikembalikan ke dalam laci pada nakas di sisi sofa di mana mereka duduk saat ini. Oh ya, saat ini mereka sudah pulang ke rumah Minho atas permintaan si Lee itu sendiri.

Setelah selesai dengan kegiatannya, Chan kembali melempar tatapannya pada Minho. Si manis sama sekali tidak paham maksud tatapan itu, ia juga tidak mau mencoba untuk memahaminya. Tapi demi apapun, ia kesal setengah mati setiap kali Chan menatapnya seperti itu. Rasanya ingin sekali mencabik-cabik wajah lelaki Bang itu.

"Yang gini nih..."

Chan mulai berucap lagi dan sukses membuat delikan Minho semakin tajam.

"Apa?"

Tidak langsung menjawab, Chan lebih memilih untuk mengulurkan tangannya lebih dulu. Jari telunjuknya lalu dengan sengaja menyentuh luka Minho lagi. Tamparan Changbin tidak main-main sehingga bisa meninggalkan luka seperti itu.

Minho sendiri langsung memukul kuat tangan Chan lagi karena rasa sakit yang langsung menyerang luka itu.

"Sakit, anjing!"

"Yang gini yang lo bilang gue hanya boleh datang pas lo panggil doang?" Tanya lelaki itu kemudian. "Keburu lo mati kalo nunggu lo panggil. Gak ada gunanya gue jadi bodyguard lo."

Minho kembali mendelik, kemudian meringsut menjauhi lelaki Bang itu. Sengaja agar Chan tidak seenaknya menyentuh lukanya lagi.

"Kalo gue mati juga gak ada yang masalah. Justru lebih bagus."

"Gue yang masalah," jawaban Chan kali ini membuat Minho yang sudah menatap ke arah lain jadi menoleh ke arahnya lagi--pas sekali dengan ia yang baru saja menoleh untuk menatap si manis, "gue yang jagain lo pake nyawa gue selama ini. Gak ada hal bagus sama sekali yang terjadi kalo sampe lo mati karna orang lain."

Diam sesaat, kali ini Minho yang tidak langsung menjawab ucapan Chan. Ia lebih memilih untuk menatap lelaki itu lebih lama sebelum memamerkan senyum sinis untuk lelaki itu.

"Lo bucin banget ya sama gue?"

Tapi Chan menggeleng pelan di posisinya, entah apa maksudnya, "Itu bentuk rasa sayang dan cinta gue sama lo. Gue gak ngerasa terpaksa buat ngelakuin itu apalagi diperbudak."

"Tapi gue gak cinta sama lo," Minho menyahut cepat. Dan isinya masih sama untuk semua pengakuan cinta yang Chan berikan untuknya. Artinya bukan pertama kali ia mematahkan hati lelaki itu dengan ucapannya. Tapi siapa yang peduli? Chan bahkan tidak peduli jika kehadirannya terlalu mengusik hidup Minho. Maka jangan salahkan jika ia akan terus mematahkan hati lelaki itu.

"Gue tahu."

"Dan gak akan pernah cinta sama lo."

"Gue tahu juga."

"Jadi berhenti kayak gini." Menjawab cepat, Minho mengambil jeda sesaat sebelum melanjutkan ucapannya, "Lo sendiri yang bilang sama gue kalo semua orang itu berharga, pantas bahagia dan pantas dicintai. Berarti lo juga. Berhenti ngejar gue, ada orang lain yang bisa cinta sama lo."

"Gak. Gue gak akan berhenti."

"Terus lo bisa apa?" Minho tidak tahu apa mau Chan. Tapi semakin lama, ia muak juga. Ini alasan kenapa ia begitu membenci Chan. Lelaki itu terlalu keras kepala untuk mendapatkannya, padahal ia sudah mengatakan berulang kali jika hal itu tak mungkin terjadi. "Lo miskin, yatim piatu, asal usul lo juga gak jelas. Ayah gue gak mau punya menantu kayak lo."

Tidak langsung menjawab ucapan Minho, si manis dapat melihat jika Chan tersenyum kecil di sana. Lelaki itu juga merunduk sebentar sebelum kembali mendongak untuk menatapnya.

"Ada di ayah lo, kan? Bukan di elo. Jadi, gue yakin, ada bagian di hati lo--walaupun kecil banget--yang udah bisa nerima gue."

•luciole•

thank you...

l u c i o l e •• banginho/minchanWhere stories live. Discover now