• luciole 16

226 47 0
                                    

•luciole•

Hari ini Minho kesal bukan main. Masih sangat pagi, tapi ayahnya sudah datang ke rumah. Pria itu tidak datang sendiri, ia bersama kakek si manis dan memaksa Minho untuk ikut mereka ke sebuah acara keluarga—yang Minho yakini dengan sangat jika itu adalah untuk pertunangan sialannya dengan Changbin.

Dan yang lebih membuatnya kesal dari semua itu adalah Chan tidak diijinkan untuk ikut.

Keadaan itu terlalu tidak diinginkannya. Tidak ada yang bisa ia lakukan—bahkan untuk sebuah pertengkaran kecil seperti yang sering ia lakukan dengan lelaki Bang itu. Dan yang jelas, tidak akan ada yang menjaganya dari pukulan sang ayah.

Minho sebenarnya tidak berharap banyak untuk itu. Tapi, hanya sendirian di lingkungan ayahnya membuat ia harus lebih waspada. Biasanya, ada Chan di sekitarnya. Lelaki itu memang belum pernah menghadapi situasi tidak menyenangkan bersama ayahnya, tapi Minho yakin jika Chan pasti akan membalas jika pria tua itu berani melayangkan tangan untuknya.

Tapi, apa yang bisa ia lakukan untuk itu semua?

Ia terpaksa harus terseret dalam suasana dari acara yang sudah diduganya sebelumnya. Semuanya berjalan seperti keinginan ayahnya dan itu berarti semuanya akan menghancurkannya. Pria tua itu juga kembali dengan ancamannya dan ia sempat memukul Minho. Itu artinya, keadaan si manis jelas jauh dari kata baik-baik saja.

Mengusap wajahnya kasar, Minho lalu keluar dari mobil yang mengantarnya untuk kembali ke rumah. Sekarang sudah menjelang tengah malam dan ia bersungguh-sungguh jika mengatakan bahwa hari itu adalah hari terburuk sepanjang hidupnya—sama buruknya dengan hari di mana ia melihat bundanya merengang nyawa di tangan sang ayah.

Setelah keluar dari mobil, ia dapat melihat Chan yang kini sudah berjalan cepat untuk menghampirinya. Ia tebak, lelaki itu pasti khawatir dengan keadaanya. Dalam diamnya, ia tersenyum. Rasanya sedikit lebih baik saat tahu ada satu saja orang yang mengkhawatirkannya seperti itu. Ah, seharusnya ia ingat jika Chan bisa mengkhawatirkannya lebih dari apapun.

“Lo gak apa-apa?”

Pertanyaan tolol, itu sudah jelas bukan. Tapi, Minho terlalu malas untuk marah-marah karena pertanyaan itu. Sekarang, ia butuh sesuatu untuk mengalihkan semua rasa tidak menyenangkan di hatinya.

“Gue mau minum.”

“Hah?”

Tidak mempedulikan apa yang akan Chan lakukan di belakangnya, Minho hanya ingin melakukan apa yang baru saja ia katakan. Kakinya ia bawa untuk melangkah masuk ke dalam rumah sebelum langsung pergi ke kamarnya. Ia tidak menutup pintu, membuat Chan bisa masuk. Sepertinya, lelaki itu juga yang menutup dan mengunci pintu kamarnya.

“Lo mau ngapain?”

Si manis Lee itu menulikan telinganya. Ia tidak menjawab sama sekali pertanyaan yang Chan ajukan. Yang ia lakukan hanya pergi ke sebuah nakas di sudut kamarnya. Tangannya lalu bergerak cepat untuk membuka salah satu laci di sana. Matanya langsung berbinar ketika menemukan beberapa botol minuman keras di sana. Itu milik kakaknya dan ia tahu saudara sialannya itu memang sengaja menyimpannya di situ. Alasannya tentu agar ayah mereka marah padanya dan berujung ia yang babak belur.

“No, lo mau ngapain?”

Pertanyaan yang sama Chan ajukan. Minho berniat menjawabnya kali ini, tapi setelah ia mengambil salah satu botol minuman tadi dari dalam laci.

“Mau minum.” Jawabnya setelah itu sambil menoleh dan menatap Chan.

Senyumnya ia sunggingkan sebelum menggerakan tangannya untuk membuka botol yang ada di tangannya. Selanjutnya, tanpa menunggu apapun, ia langsung membawa botol itu ke mulutnya dan meneguknya dengan cepat.

Di tengah kesenangannya untuk meneguk minuman yang sebenarnya tidak enak sama sekali, Bang sialan Chan yang masih ada di kamarnya itu maju dan menarik tangannya dengan cepat. Lelaki itu juga hampir menarik botol dari tangannya, tapi ia lebih cepat untuk menghindar.

Sialan! Seharusnya ia tidak membiarkan Chan ikut masuk sampai ke kamarnya.

“Apa sih, anjing?!”

“Lo gak boleh minum banyak-banyak! Gak baik...”’

“Suka-suka gue dong, jingan! Kenapa lo yang repot?! Lagian kalo gue sakit juga gak ada yang peduli.”

“Gue peduli! Dan lo tahu kalo gue...”

“Kalo lo peduli, biarin gue kayak gini—seenggaknya malam ini aja.” Menjawab cepat, Minho lalu mundur selangkah dengan tangan yang bergerak untuk menyembunyikan botol minuman tadi di belakang tubuhnya, “Lo sayang kan sama gue? Kalo lo sayang sama gue, biarin gue kayak gini, malam ini aja. Gue beneran stres, gue butuh sesuatu buat lepasin semuanya.”

“Tapi, selama ini juga lo udah sering minum, No. Itu gak beneran gak baik buat lo. Gue gak mau lo sakit.”

“Tapi, gue butuh ini, bajingan! Sekarang gue beneran butuh. Emang lo mau besok pagi liat gue udah gak ada nyawanya lagi?”

“No...”

“Kalo lo beneran mau liat gue mati, bawa aja semuanya! Lo bakal jadi orang pertama yang gue gangguin kalo gue mati besok.”

•luciole•






thank you...

l u c i o l e •• banginho/minchanWhere stories live. Discover now