Prolog

529 109 9
                                    

Pria itu menatap jam tangannya gelisah. Sudah pukul sebelas malam. Bukan waktu yang biasa baginya untuk pulang ke rumah. Pastinya dia sudah ketinggalan makan malam, bahkan ragu kalau akan ada sisa mengingat dua putranya yang rakus.

Ponselnya pun sudah tak punya daya untuk mencari tahu keadaan di rumah. Jadilah dia harus segera pulang saja agar mendapatkan jawaban. Keluar dari halaman fakultas, mobilnya berbelok ke kanan dan melaju dengan cepat. Suasana begitu gelap, seingatnya sudah hampir tujuh tahun dan lampu-lampu jalan belum juga diperbaiki, padahal jalanan kampus bukan hanya untuk civitas saja, masyarakat umum juga sering melewatinya.

Dari pedal gas, kakinya sontak menginjak rem. Pria itu memukul dahinya sendiri, baru ingat akan pengumuman pagi tadi kalau pintu masuk pertama sudah mulai ditutup saat malam hari karena beberapa hal. Terpaksa dirinya harus putar balik lagi untuk lewat jalan lain.

Namun, belum sempat melaju, dua sepeda motor tanpa lampu menyala terlihat di depan. Masing-masing dinaiki dua orang dengan helm berkaca hitam. Pria itu mulai menaruh curiga begitu keempatnya turun dan mendekati mobil.

Lalu salah satunya mengetuk jendela. "Professor Nuka, kami harus bicara dengan Anda." Hatinya mulai semak, sesuatu yang buruk akan terjadi. Pria bernama Nuka itu bisa saja tancap gas dan mengabaikan dua orang di hadapannya yang akan tertabrak, tetapi dia tidak sanggup melakukannya.

Hingga di sisi yang satunya, Nuka tersentak begitu kaca jendelanya dipecahkan. Refleks dia menunduk dan menaikkan siku untuk menghindari pecahan. Lalu saat mengangkat kepala, tangan pelaku sudah meraba-raba pintu mobil. Langsung saja Nuka membanting pintu yang satunya dengan kuat hingga mengenai orang yang tadi menyebut namanya.

Nuka lari terbirit-birit dalam kegelapan, sesekali menoleh ke belakang untuk melihat pengejarnya. Ternyata mereka begitu cepat dan dengan mudah menyusul. Nuka menambah kecepatan, masih terus menatap ke belakang dan tidak sadar dirinya sudah keluar jalur. Hingga akhirnya Nuka menabrak pembatas dan langsung terjerembab ke jalanan.

Derapan kaki terdengar mendekat sebelum dia benar-benar bisa bangkit. Salah seorang kemudian menarik kepala Nuka dan mendorongnya ke pembatas. Dahi pria itu seketika dipenuhi dengan darah yang mengalir hingga melewati kelopak matanya. Ajaib kesadarannya masih ada, tetapi penglihatannya mulai nampak bagai garis-garis semu.

Nuka begitu lemah untuk melawan balik, atau bahkan mengatakan sesuatu. Setidaknya dia masih bisa merasakan saat tubuhnya digotong, atau mengetahui orang-orang itu membawanya ke mobil lalu melaju perlahan.

Setelah itu, Nuka tak lagi merasakan apapun.

Into The BeneathWhere stories live. Discover now